CHAPTER 11 | Ketiga Tim Militer

225 72 4
                                    

𖠗 C 11 ꞋꞌꞋ Ketiga Tim Militer𓄹 . ִ ֗

☯︎☯︎☯︎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☯︎☯︎☯︎

"S.I?" sahut Riki. "Yang aye tau ye, die make baju abu sama topi item ... nah! Kagak ade tuh seragam khusus begini waktu entu."

Sean memicing mata, andai kata Riki benar, "Penyamaran gak sih intinya?" gumamnya.

"Sumpah gue pusing, masih keheranan kenapa nama adek gue persis kayak di paspor ini? Apa ada kesalahgunaan data personalisasi? Kebocoran? Sampe bisa-"

"Kalem, Ka. Di dunia ini tuh banyak nama yang pasaran, bukti kalau nama adek lo hampir mirip sama orang ini," potong Jaya sehabis mengelak perkataan Arka.

Juan menengok, hampir 30 menit dua sejoli tersebut masih mericuhkan orang asing itu.

Ada yang menarik perhatiannya. Isi dalam buku tersebut ternyata masih bersambung dan belum diketahui bagaimana akhir sebuah endingnya.

Kertas itu tertera polos dan kosong, tak ada lagi tinta bergores selayaknya memberitahu bahwa buku tersebut harus dituntaskan sampai akhir dengan sepantasnya.

"Guys! Tadi siapa yang telepon sama atasan?" tanya Juan.

Mereka menunjuk Jaya.

Air muka Juan tampak serius. "Ada dihubungi sama tim militer lain, nggak?"

Jaya menggeleng, "Gue cuma nelpon bokap, abis itu bokap bilang kita harus rahasiain tiga bukti yang kita pegang sekarang."

"Emang kenapa lo nanyain tim lain, Wan?" tanya Arka penasaran.

Juan menghela napas lalu menunjukkan halaman buku ke-280, tertera visualisasi aktivitas sel tumbuhan dan DNA manusia. "Jujur, gue harus bilang kalau kita butuh bantuan. Gue tau tim Indonesia masih kejar finish kalau soal pengetahuan, tapi kita masih kalah start sama tim lain karena kurang memadainya fasilitas dan prasarana yang baik. Bukannya merendahkan, justru kita belum cukup berkembang lebih jauh. Ngerti, kan, maksud gue?"

Riki mendesis gemas, "Sumpeh dah Wan, lu ngomong intinye aje. Kagak usah jelasin sampe kepinteran begitu, aye mana ngarti ...."

Jaya menoyor kepala Riki, "Berisik lu." Ia berkata lagi, "Juan, nih tongkol satu nggak usah ditanggepin, lanjut aja omongan lo."

"Karena akhir-akhir ini tim militer Korea banyak menyumbang dana ke kita masalah pembangunan tembok pertahanan, gimana kalau halaman ke-280 ini kita ulurkan pada tim mereka untuk diusut secepatnya?"

Dita, Sean, Riki, Jaya, dan Arka terdiam sejenak. Tak lama mereka berlima saling berpandangan, lalu melirik Hanan.

Hanan yang ditatap seluruh pasang mata langsung mengakhiri argumen. Lelaki itu mengangguk dengan wajah tegas. "Oke, saya sependapat dengan Juan. Lebih cepat lebih baik."

EARTH : A PLAGUE TALE | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang