Chapter 6

318 53 11
                                    

Kata-kata mom berhasil membuatku tercengang, 

"Apa maksudnya?! Mom buka pintu!" 

Kakiku lemas, badanku kaku, menegang, rasanya aku lupa cara bernapas. 

"MOOOOM!!" 

--- 

Angin malam menampar wajahku pelan, demi Tuhan, kenapa jadi begini? Kenapa semua orang bilang tak mengenaliku? Mengapa mom tega bilang aku sudah meninggal? 

Kubiarkan air mataku mengalir deras, membenamkan wajahku di kedua telapak tangan. Kakiku sekali-kali mendorong ayunan ini, membiarkan dinginnya angin malam di taman bermain ini membelai seluruh tubuhku. 

"Kau bukan hantu, 'kan?" Suara lelaki yang selalu menggangguku terdengar, tapi, tak jarang juga suara ini menenangkanku. 

Aku mendongak, terlihat Calum berdiri di hadapanku, raut tak percayanya belum juga menghilang, aku mendengus keras, membuang muka, "Aku mulai berpikir begitu." 

Calum berjongkok di hadapanku, disodorkannya aku sebuah foto, "Nih," 

"I-Inikan, aku dan Calum waktu kecil!" 

"Kau mulai sadar sekarang, 'kan?" Aku langsung berdiri, baru saja hendak memeluknya, Calum menjauh. 

"Al sudah meninggal waktu umur empat tahun. Tenggelam di kolam belakang." Terangnya dengan wajah tak suka. 

"Apa katamu? Aku memang pernah tenggelam di kolam waktu umur empat tahun. Tapi Harry 'kan menolongku. Kamu lupa?!" Seruku, hampir menjerit. 

"Siapa Harry?" 

Aku tak bisa menyembunyikan keterkejutanku sekarang, "Kakakmu!" 

"Aku anak tunggal." Balasnya, sepertinya dia sama terkejutnya denganku, astaga. 

"Bohong! Tadi bilang tak mengenalku, sekarang, Harry pun? Keterlaluan!" Tanganku hendak melayang memukul dadanya, tapi dengan cepat Calum menangkap seranganku. 

"Sepertinya ini memang tahi lalat asli." Gumamnya, 

"Bodoh, tentu saja. Ini sudah ada sejak lahir!" Kini aku membentaknya, 

Calum mendesah pelan, "Al juga punya dua tahi lalat berderet di tangan kanannya. Kalau itu asli, kalau kau memang Alyssa. Dimana kau selama ini?" 

"Kenapa bodohmu tak pernah hilang? Aku di kota ini sejak lahir! Aku setahun di bawahmu, tapi kita selalu satu sekolah, Cal.." Lama kelamaan, suaraku turun. 

Wajah Calum berubah sedih, "Lanjut cerita di rumah deh. Kalau di sini semalaman, nanti kau masuk angin, ayo!" 

Spontan aku tersenyum.. 

--- 

"Aku pulang.." 

Calum buru-buru masuk, setelah mendapati wanita paruh baya yang sedang tidur di sofa, ia mencium keningnya hingga mata wanita itu bergerak, "Ca-Calum. Siapa gadis itu?" 

"Teman, Mom." Jawabnya seadanya, Calum lalu membuka jaketnya. 

"Se-Selamat malam.." Sapaku, selembut yang kubisa. 

"Katanya kamu ambil cuti karena mengkhawatirkan mom. Sebenarnya untuk bertemu gadis itu 'kan?" Goda mom Lyana--begitu biasanya aku memanggil ibunya Calum- 

Wajah Calum memerah, atau hanya perasaanku saja? "Bukan begitu, Mom. Istirahatlah, harusnya mom tidak menungguku, ayo, kuantar ke kamar." Katanya kemudian, lalu menuntun mom Lyana menuju kamar yang bersebelahan dengan ruang tamu. 

"Bibi sedang sakit, ya?" Tanyaku saat Calum keluar dari kamar ibunya, aku menahan untuk tidak memanggil mom Lyana dengan sebutan mom juga. 

"Sejak dad gugur dalam perang, mom jadi sakit-sakitan." Jelasnya. 

Kini pandanganku terfokus dengan seragam hitam yang dipakai dua pria aneh di depan sekolah lamaku pagi ini. 

"Seragam ini sama dengan yang kulihat tadi pagi. Punyamu?" Tanyaku, sembari melangkah mendekat, untuk melihat seragam ini dengan jelas. 

"Ya, seragam sekolah militer." Terangnya lagi, membuatku termangu lama. 

"Al.." Panggil Calum kemudian, yang kujawab dengan dehaman. 

"Mungkin, ada berbagai dunia di galaksi ini. Dan dunia itu bercabang-cabang, namun berdampingan. Mereka mirip, tapi berbeda. Kalau dunia seperti itu memang ada. Kamu berasal dari sana, dan tersesat di sini." Jelasnya lagi, 

"Ma-Maksudmu, aku memasuki dimensi lain, begitu? Aku mengalami kecelakaan saat hendak ke sekolahmu, saat masuk ke terowongan, semua menjadi gelap dan bis serta semua penumpang menghilang, meninggalkan aku sendiri. Bodoh, itu sulit dipercaya!" Cecarku, 

"Lalu, kenapa tak ada seorang pun yang mengenalmu? Ini bukan duniamu, Harry yang kau bilang itu tak pernah ada di sini." Elaknya, disaat yang sama, bunyi gelas jatuh terdengar di depan pintu kamar Calum yang tidak tertutup rapat. Buru-buru Calum mengeceknya, 

"Mom? Mom 'kan masih harus istirahat." Calum menuntun mom Lyana duduk di pinggiran kasur. 

"H-Harry itu kakakmu. Meninggal tak lama setelah lahir, hanya dalam hatiku dia kunamai Harry. Nama anak pertamaku." Mom Lyana buka suara, membuat kami tercengang. 

Harry tak dilahirkan dengan selamat dan aku juga meninggal saat umur empat tahun? 

"Jadi, ini memang di dimensi lain? Mirip, tapi ada yang berbeda." Gumamku, hatiku mendadak gusar. 

"Aku juga tak paham. Tapi setidaknya di sini agak berbeda dengan duniamu. Di sini, pemuda tidak keperguruan tinggi, tapi sekolah militer terlebih dahulu. Karena, kita tak tau kapan perang akan meletus." 

Perang?

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang