Chapter 7

395 51 6
                                    

"Karena itukah Calum sekolah militer?" Tanyaku akhirnya, 

"Itu pendidikan wajib bagi pemuda setelah lulus sekolah menengah atas. Kalau sudah selesai, kami bebas menentukan, mau terus jadi tentara atau tidak. Kalau keadaan gawat terjadi selagi dalam pendidikan, mungkin saja dikirim ke garis depan." Jelas Calum. 

Seketika semua bayangan perang terpikir olehku, pesawat tempur di mana-mana, bom, suara pistol dan teriakan membuatku ngeri. Perang, tanpa mom dan dad, kepada siapa aku harus berlindung? 

Aku kembali menangis, "J-Jangan menangis, kau pasti bisa kembali. Kuncinya terowongan itu." Calum mencoba menenangkan. 

"Tapi sebelum ini, waktu ke sekolah aku juga lewat terowongan itu, tidak terjadi apa-apa kok!" Sergahku, 

"Mungkin karena waktunya, kecepatannya. Mestinya itu tidak bisa kalau beberapa syaratnya tak terpenuhi. Tak apa-apa, besok pagi kita coba lewat terowongan itu dengan keadaan yang sama." Calum memelukku, membiarkan air mataku membasahi bajunya. 

"Benar, pasti kamu bisa kembali." Mom Lyana juga ikut menenangkan aku yang terus menangis. 

Tok tok! Bunyi pintu diketuk membuat kami spontan menoleh ke arah pintu, Calum lalu beranjak, mengintip lewat jendela, wajahnya langsung berubah panik. 

"Gawat, polisi militer!" 

"Kenapa sih mereka itu?" Tanyaku yang memang masih belum paham, 

"Salah satu tugasnya adalah menangkap imigran gelap. Bila tertangkap, meski selamat dari hukuman kerja paksa, kau akan dibuang ke luar negeri!" Wajah Calum saat menjelaskan benar-benar serius, mendatangkan halilintar di kepalaku, mom Lyana lalu menarik tanganku, mendorongku masuk ke kamarnya dan menyembunyikanku di lemarinya. 

--- 

Calum's pov 

Kurilekskan wajahku terlebih dahulu. Dengan gugup, aku membuka pintu, 2 polisi militer yang mengantarkan Al kerumahnya tadi langsung masuk tanpa meminta izin. 

"Maaf, malam-malam begini. Identitas gadis mencurigakan tadi siang itu ternyata tidak jelas. Kami datang karena ada informasi dia ada di sini. Saya minta biarkan kami memeriksa rumah Anda." Katanya panjang lebar, kulirik mom, wajahnya sudah berkeringat, aku menghela napas sekilas, 

"Silahkan." Pria berkumis itu tersenyum, lalu masuk diikuti mom di belakangnya. Saat aku hendak mengikuti mereka ke dalam, terlihat olehku sepatu Al yang tergeletak di samping pintu, buru-buru aku memasukkannya ke dalam rak sepatu, hah, semoga saja pria itu tidak menyadarinya. 

Ia dan rekannya yang lain mulai memeriksa rumah kami, dari bawah tangga hingga ke kamar-kamar. Setelah memeriksa bagian atas dan bagian belakang, nampaknya ia cukup kecewa karena tak mendapatkan apa yang ia mau. 

Terakhir, tiba ia di depan kamar mom, setelah meminta izin, masuklah ia bersama rekannya, 

"Ruangan ini bersih, Tuan!" Lapor anak buahnya setelah memeriksa keseluruhan, 

Sret! Lemari bergerak, menimbulkan suara, pria berkumis itu mendekat menuju lemari, "Kau sudah memeriksa lemari ini?" 

"Sudah, Tuan. Mungkin suara itu berasal dari binatang." Namun ia tak puas, dibukanya lagi lemari pakaian mom, ia memasukkan sebagian kepalanya ke dalam lemari, mengacaknya sekilas. Badannya lalu tegak kembali, sembari menarik seragam sekolah militerku hingga tampak oleh kami. 

"Kau sedang pendidikan militer?" Tanyanya, 

"Ya, karena ibu saya sedang sakit, saya cuti khusus. Sebab tak ada keluarga lain." Terangku, ia mengangguk sekilas, lalu menutup lemari, membuat kami--mom dan aku- bernapas lega. 

Ia berdeham sekilas, "Maaf, merepotkan. Kalau melihat gadis itu, tolong segera hubungi kami." 

Aku tersenyum lega, "Baik."

LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang