This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 )
===================================
SYNOPSIS INSIDE
===================================
Keseluruhan tulis...
Rean terus menjambak rambutnya sendiri karena rasa frustasi tidak hanya baru melakukannya tetapi sejak malam tadi. Tepatnya dia telah berhasil mendapatkan kamar sewa namun tidak sesuai dengan harapannya. Hal tersebut membuatnya terus menjambak rambut bahkan ketika telah berada di tempat kerja. Lalu sekarang saat matahari pagi sudah muncul dan dirinya baru kembali pulang, Rean tidak langsung memutuskan menuju kamar dia memilih duduk di taman AdaireNiels.
Beberapa penyewa kamar yang lewat melihatnya dengan pandangan bingung tentu saja jika dirinya menjadi mereka pasti akan melakukan hal sama. Tanpa melihat cermin Rean tahu betapa tidak terurus dirinya sekarang dengan matanya sudah mengantuk tapi tidak dapat tidur karena takut berada dalam kamar itu. Memikirkan dirinya seorang diri di atap dan kamar itu menjadi satu-satunya kamar menyeramkan. Seketika pandangannya mengenai Adaire Niels berubah hanya dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam.
"Apa yang harus kulakukan?! Aku tidak mungkin meminjam uang kepada Marta, tidak ingin merepotkan wanita itu terlalu banyak!" Teriaknya frustasi dan membenamkan wajah di atas tas kerja. Hanya sebentar ketika deringan ponsel berbunyi dengan malas Rean meraihnya melihat nama Cesa tertera dilayar.
Teriakan itu sejenak membuat Rean menjauhkan ponsel, setelah yakin dapat mempersiapkan diri dia kembali mendekatkan ponsel pada telinga kiri, "Aku baru kembali pulang dan belum melihat ponsel, sampai di mana kamu menghubungiku ada apa?"
"Bisakah kau mengirim setengah uangmu dulu? Ada keperluan mendesak mengenai pembelian buku tambahan, sementara Ayah dan Ibu belum memiliki uang lebih oh iya, mereka menyuruhmu untuk pulang akhir pekan ini apakah bisa?"
Rean seketika menangis, "Kupikir aku belum bisa pulang, karena belum ada menggantikan kerja malamku di kafe."
"Kau menangis?!"
Menghapus air matanya Rean mencoba tertawa, "Aku hanya sedang bersin tidak menangis,"
"Aku akan mengabari hal ini ke Ayah dan Ibu, jika kau belum bisa pulang dan apakah bisa aku mendapatkan segera uangnya?"
"Tidak bisa awal bulan? Aku benar tidak mempunyai uang walau dalam jumlah —"
"Aku hanya memintanya sedikit Rean! Kenapa kau sungguh menyebalkan sekali?! Kau tidak menyayangiku?! Aku bahkan Adikmu satu-satunya! Selalu membutuhkan banyak biaya karena masih kelas dua SMA!"
Menghela napas Rean mencoba tersenyum, "Berikan aku waktu beberapa hari —"
"Dua hari! Jika tidak aku tidak akan bisa mengikuti pelajaran tambahan!"
"Sampaikan salamku untuk Ayah dan Ibu." Ucap Rean segera mematikan sambungan telepon.
Menyandarkan punggung di kursi selanjutnya dia kembali menjambak rambutnya sendiri. Mengerti sudah cukup lama duduk seorang diri di taman depan Adaire Niels, Rean memutuskan memakai tas dan menuju kamarnya di atap bangunan tersebut. Walau tidak ingin ke sana tapi dia butuh istirahat tapi baru beberapa langkah berjalan Rean kembali loncat-loncat karena terlalu frustasi.
"Apa yang harus kulakukan sekarang?! Kenapa hidupku sungguh menyebalkan sekali!" Berteriak kencang dia bisa lalu menyadari pandangannya buram.
Rean menangis dia menghapusnya kasar air matanya lalu ingin mengalihkan pikiran dengan melihat sekitar. Melihat ada batu berukuran sedang berlari mendekat menendang kuat batu tersebut hingga terlempar. Baru saja akan tersenyum senang namun dirinya mendengar suara kesakitan dari seseorang.
Melotot kaget Rean mendongak mencari di mana sumber suara. Dari jarak beberapa meter di depan sana tepatnya seorang pria sedang lewat. Spontan saja Rean berteriak kaget menutup mulutnya dia panik karena berpikir di sekitarnya sepi. Siapa dapat menebaknya secara tepat ketika ada seorang pria lewat dan terkena lemparan batu darinya.
"Aku tidak sengaja! Sungguh!" Teriak Rean berlari mendekat menatap panik pria itu yang kesakitan.
Saat tangan itu turun dan berhenti mengusap keningnya, bagaimana mata itu menatapnya penuh kesal Rean kembali berteriak. Jika sebelumnya dia merasakan kaget tapi kali ini lebih kaget lagi karena bertemu kembali dengan pria tidak sengaja dilemparnya menggunakan tas.
"Kau?!" Teriak pria itu menatapnya semakin kesal.
Tidak lagi dapat mengendalikan diri Rean berlari meninggalkan area taman. Dia perlu menuju kamarnya dan bersembunyi sampai pria itu tidak dapat menemukannya.
Beberapa kali Rean terjatuh meringis kesakitan ketika menaiki tangga. Sesekali menoleh ke belakang takut pria itu berlari untuk mengejar dirinya Rean semakin mempercepat laju larinya. Tidak memedulikan rasa sakit juga dia beberapa kali menabrak tubuh penyewa kamar dan berteriak meminta maaf. Menaiki tangga menuju lantai dua dan tangga menuju atap kamar dan tiba di sana wanita itu menutup pintunya cepat.
Tapi menyadari dia tidak memegang kunci atau mungkin Lano sengaja tidak memberikannya Rean berteriak ketakutan. Dengan panik melihat sekitar menyeret meja serta kursi mendekat, menahan pintu agar tidak dapat dibuka lalu berjalan mundur hingga punggungnya menabrak dinding.
"Ba, bagaimana bisa pria itu ada di sini? Ti, tidak! Ini tidak mungkin atau aku hanya salah melihat saja tadi?! Ya! Pasti hanya salah melihat!"
Berlari mendekati jendela dia membukanya dengan takut, kepalanya keluar untuk mengintip namun tidak terlihat karena posisi kamarnya saat ini berada di belakang. Itu artinya dia hanya bisa melihat suasana Adaire Niels dari halaman belakang saja. Sampai di mana sebuah pemikiran tiba-tiba saja muncul begitu saja Rean melotot kaget sebelum berteriak.
"Aku mohon katakan tidak?! Jangan bilang pria itu juga menyewa salah satu kamar di sini?!"
♡♡♡♡
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.