Prolog

62 7 8
                                    

Teh--

adalah sesuatu yang tidak bisa lepas dari diri saya, barang sekejap. Halnya sesuatu di kedua matamu, yang terus-menerus memanggil saya: untuk tinggal di sana, untuk menginap di dalamnya, untuk menetap di baliknya--selamanya.

Jangan salahkan jika menjadikanmu candu ke-dua dalam hidup saya, setelah teh tentunya. Andai ulasan senyum, yang bahkan lebih manis dari gula di gelasku, itu hanya sesekali kamu tampakkan, maka saya yakin, saya tak mungkin segila ini.

Namun, tak semua tangan mampu membuat saya ketagihan dengan rasa manisnya. Begitu pula wanita yang selama ini kamu ragukan, bahwa salah satu dari mereka ada yang saya suka.

Bagian terperih dari mencintai sesuatu, yang bagi saya sampai kapanpun menyakitkan, adalah mengetahui bahwa akan ada satu waktu di mana kita tak lagi mencintai itu. Percayalah, saya tak pernah dan tak bersedia mau menghadapi bagian tersebut.

Saya, Ghibran Chairil Kahvee, yang berusaha menjadi kopi di suasana tersulit dalam harimu.

--dan kopi--
adalah perasaan yang bisa membuatku mabuk tiap kali mencium aromanya; membuatku ingin menyeduhmu lagi dan lagi, selain di hadapan rintik dan keadaan tertatih.

Tak pernah ada sedikitpun ingin untuk menjadi seperti kopi--meski pahit, banyak orang menyukainya. Aku hanya ingin menjadi satu-satunya. The one and only.

Akan tetapi, hati manusia tak berada di genggamanku. Jadi, aku sadar diri untuk tidak menghalangi mereka untuk menyukaiku. Sebagaimana aku yang begitu tergila-gila pada secangkir kopi, dan orang yang memesankannya.

Kenyataan menyakitkan yang tak bisa aku lupakan adalah bahwa tiap kali aku merasa memiliki sesuatu, ia akan pergi; mengingatkanku jika semua hal di dunia ini bukan milikku, termasuk diriku sendiri.

Aku, Camellia Paradista, yang gagal melupakan segelas teh manis beserta pemiliknya.

𝙽𝚊𝚋𝚒𝚒𝚕𝚊𝚉🖤

Tehku dan KopimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang