pertemuan waktu
•
•
•𝙲𝙰𝙼𝙴𝙻𝙻𝙸𝙰 𝙿𝙰𝚁𝙰𝙳𝙸𝚂𝚃𝙰
Atmosfer ini tidak begitu baik; aku yang awalnya biasa saja jadi canggung luar biasa karena sikap dia yang--di mataku, he's so fucking cute!
Dengan gaya mencolok yang setiap hari aku suka, apapun warnanya, i know well kalau sekarang dia lagi gelisah. Bisa kutangkap dari jari-jari tangan yang mengetuk meja berkali-kali, tatapan matanya bergerak tak tentu arah, dan of course, peluh di dahi kecil dia.
Oh God, how adorable he is!
"Jadi?"
"A-apanya?"
Aku terkekeh mendengar suara beratnya yang gugup.
"Dari sekian banyak pertemuan, kali ini ada yang--"
"Permisi, mau pesan apa, Kak?"
Shit.
"Mochachino satu sama es teh satu. Oh ya, es tehnya yang manis, tapi jangan kemanisan."
"Itu saja, Kak?"
Dia mengangguk yakin dengan pesanannya. Entah kenapa, tiap kali mendengar dia menyebutkan pesanan, yang sudah hafal luar kepala, senyumku tertarik begitu saja.
Kedua alis tebal dan panjangnya terangkat, "Ehm ... masih mochachino, kan?"
"Sebenernya sih udah enggak. Cuma yah ... no problem,"
"Seriously?! Saya ubah aja pesenannya, ya?" Dia bersiap berdiri sambil menunjuk tempat di mana barista membuat minumannya.
"Eh, nggak usah. Beneran nggak apa-apa, kok,"
"Nggak-Nggak. Saya ke--"
"Kak, ini pesanannya. Silakan."
Ucapannya berhenti tepat ketika seorang barista meletakkan pesanan kita--sorry, pesananku dan Kahvee (baca: Kafi). Setelah berterima kasih, aku menempatkan es teh manis di hadapannya.
Dia mengeluarkan napas kasar, "Maaf, harusnya saya tanya dulu tadi,"
"Becanda, Kaf. Serius banget,"
Sungguh, aku tidak bisa menahan untuk tidak tertawa melihat wajah kesalnya. Dia terlihat menggemaskan saat menghembuskan napasnya dan mengusap dada berkali-kali. Seolah menunjukkan bahwa ia harus sabar dengan sikap jahilku barusan.
"Huh, saya kira beneran ganti selera. Jahil banget, sih,"
"Abis dari tadi wajahnya tegang begitu, yaudah."
Kembali hening.
Sembari sesekali meminum tehnya dengan sedotan, retina coklatnya juga melirik ke arahku. Dehaman ke sekian, barulah dia bergumam.
"Lo baik-baik aja, kan, Kaf?"
"A-ya-ya emangnya saya kenapa?"
"Yah, nggak apa-apa, sih. Lo kayak mau ngomong sesuatu gitu," Aku menopang dagu, "Ngomong aja."
Dia melipat kedua tangannya di atas meja, menegakkan punggungnya yang semula bersandar di kursi. Refleks, aku yang tidak tahu kenapa, tiba-tiba menyandarkan tubuhku lagi setelah menyadari sedekat apa posisi aku dan Kahvee tadi.
"Setelah dua tahun terakhir ... kamu gimana?"
Aku tahu ke mana arah pembicaraan ini. Aku tahu persis apa yang dia maksud 'gimana'. Aku tahu apa yang benar-benar ingin dia tanyakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tehku dan Kopimu
RomansaDi ujung waktu yang tak (pernah) kita tunggu Sebuah realita selalu berhasil menampar asaku Bahwa ... Teh manis yang kuseduh, dan kopi susu yang kauminum ... tak bisa bersatu. °°° Mari ikut tenggelam dalam kisah Kahvee dan Dista yang terus mencoba me...