campur aduk
•
•
•𝙲𝚊𝚖𝚎𝚕𝚕𝚒𝚊 𝙿𝚊𝚛𝚊𝚍𝚒𝚜𝚝𝚊
1 Agustus 2019.
Apakah aku harus senang karena Agustus di tahun ke-empat ini dapat bertemu lagi dengannya? Atau aku harus bersedih karena Agustus kali ini tak lagi sama?
Setelah pertemuan di kafe satu minggu yang lalu, Kahvee kembali mengajakku ke suatu tempat, tapi aku tak mau. Ada ajakan lain yang telah aku iyakan sebelumnya.
@gbrn.c
kalau ada waktu senggang, kasih tahu ya, ta?@distea
nggak janji@gbrn.c
iya, gapapaDari dulu, jawaban tenangnya inilah yang justru membuatku merasa bersalah. Seolah aku yang menyakitinya. Seolah aku yang menyuruhnya pergi.
Folder berjudul 'Kita dan Semesta' di laptopku masih setia di tempatnya. Meski berulang kali aku menggeser kursor di tombol delete, tulisan itu tak pernah bisa ter-klik.
Pada akhirnya ... aku kalah. Jemariku malah gencar membuka setiap foto dan video sejak empat tahun lalu. Kedua mataku tak kalah gencar menatap setiap hasil jepretan. Apalagi otakku, ia hebat sekali masih mampu mengingat setiap momen kenapa foto-foto dan video itu bisa diabadikan.
"Seneng kan, lo, Kaf, gue kalah gini?"
I look over your photograph and I think how much I miss you, I miss you ... I wish--
"Iya, Genta?"
"Lagi ngapain, Neng?"
"Basi. Kenapa, deh?"
"Galak amat. Coba liat jendela,"
Aku menuruti perkataannya. Terlihat Genta melambaikan tangan sembari tersenyum setelah aku membuka jendela kamar.
"Siap-siap. Aku tunggu."
"Eh, mau kemana du--"
Panggilan berakhir.
Melihat layar laptopku masih menyala menampilkan foto selfie di taman dengan Kahvee, aku mengembuskan napas panjang. Kapan aku bisa berhenti terus seperti ini?
Setelah mematikan laptop dan merapikan meja belajar, aku segera bersiap-siap diri. Sepertinya Genta hendak mengajakku jalan-jalan lagi. Ya, lagi. Karena ia tahu hampir seluruh jadwal kuliahku. Dan sekarang, ia juga tahu kalau kelas hari ini libur.
Ah, bicara Genta ...
dia lelaki yang humoris dibanding romantis. Jika bertemu dengannya, hampir tak pernah luput dari yang namanya tertawa. Aku akui, soal menghibur, dia juaranya, dan dia memenangkanku.Genta tersenyum ketika aku sudah berpakaian rapi. Namun, tiba-tiba ia menghampiri Bunda dan membisikkan sesuatu. Aku bertanya 'apa, sih?' tanpa suara melihat Bunda tertawa.
"Kamu tadi bisik-bisik apa ke Bunda?"
"Wani piro?"
"Ish!"
"Tadi aku tanya, beliau ngidam apa pas waktu hamil kamu,"
"Ngapain tanya gitu?"
"Cantik banget soalnya,"
"Nggak mempan."
"Nggak mempan tapi merah mukanya."
Dia juga senang memberiku gombalan receh ala-ala. Anehnya, aku tetap tersipu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tehku dan Kopimu
RomanceDi ujung waktu yang tak (pernah) kita tunggu Sebuah realita selalu berhasil menampar asaku Bahwa ... Teh manis yang kuseduh, dan kopi susu yang kauminum ... tak bisa bersatu. °°° Mari ikut tenggelam dalam kisah Kahvee dan Dista yang terus mencoba me...