Happy reading
SELAMA jam pelajaran berlangsung hingga sekolah selesai ten tak kunjung kembali kekelas. Winwin dan doyoung beberapa kali menanyai taeyong kemana kira-kira ten pergi membolos.
Di saat jam pulang tiba dua temannya tidak bisa berlama-lama di sekolah karena memiliki kepentingan, jadi berakhirlah Taeyong menyusuri gedung sekolah dengan ransel ten yang ia bawa. Hingga tiba di raptop, taeyong mendapati ten tengah duduk santai dengan punggung yang tersandar di tembok.
Taeyong menyusul, mendudukan dirinya di samping ten yang tampak tidak terusik dengan kedatangannya. Pria thailand itu tengah melamun.
"Ten." Ten tidak bergeming, taeyong juga tidak lagi mengeluarkan suara hingga keheningan tercipta cukup lama.
Angin berhembus kecil sore itu. Pria bertubuh sedikit lebih pendek dari taeyong itu kira-kira sudah duduk berjam-jam di sana, namun ia tampak tidak merasa lelah.
Deru nafas dari dua submisif itu saling bersahutan, terdengar jelas karena hanya ada keheningan di antara mereka.
"Dua kali taeyong." Suara ten pelan namun dapat taeyong tangkap dengan jelas. "Dua kali aku melihat kissmark di lehermu." Tangan kecil taeyong secara perlahan meremas celana bahannya menyalurkan kegugupan yang melanda.
"Bukannya aku ingin ikut campur dengan siapapun kau melakukannya. Tapi yongie kita itu sahabat, jika saja yang kau tiduri adalah kekasihmu, jika saja aku tidak melihat sorot takutmu aku tidak mungkin merasa buruk saat ini." Ten menoleh pada taeyong yang tertunduk, matanya memburam dengan perlahan memeluk tubuh taeyong dari samping.
Setidaknya ten ingin sedikit bisa membantu taeyong, jika selama bertahun-tahun mereka berteman ten tidak pernah berguna setidaknya taeyong terbuka padanya. Hanya saja, siapa tahu ia bisa membantu.
"Aku mencintainya ten." Jika sudah cinta begini untuk apa lagi ten meresa khawatir?. Tapi sungguh jika taeyong mencintai sosok itu kenapa mata bulat taeyong memancarkan ketakutan?.
Apa orang itu berlaku seenaknya?
"Siapa?." Pertanyaan ten membuat taeyong semakin mengeratkan cengkramannya pada celana.
"Kita harus pulang, sopirmu pasti juga sudah menunggu." Taeyong mendorong tubuh ten kemudian ia kembali berdiri setelah memberikan ransel milik sahabatnya itu.
Si pemuda thailand juga tidak punya pilihan lain selain mengangguk, matanya tak lepas dari pergerakan taeyong.
Akhirnya mereka memutuskan pergi dari sana untuk pulang, sopir mereka pasti tengah menunggu di depan sekolah.
Sebelum dua remaja itu berpisah untuk menghampiri mobil masing-masing. Ten lebih dulu menahan pergerakan taeyong.
"Taeyong." Tangan taeyong di cekal, membuat langkahnya berhenti tiba-tiba. "Sejauh pikiranku melayang, memikirkan siapa yang memiliki kemungkinan besar melakukan semua itu padamu adalah daddymu sediri."
Tubuh taeyong seketika menegang, dengan gerakan kaku menatap ten yang tengah tersenyum padanya. "Da—"
Ten tertawa kencang, tangan kecilnya menepuk pundak taeyong dengan gemas. "Hanya pikiranku saja, lagipula mana mungkin uncle jaehyun begitu?. Baiklah aku pulang!" Ten berlari menghampiri mobil yang pintunya sudah di bukakan oleh sang sopir.
Taeyong menelan ludahnya, ia tertawa kaku. Tangannya mengusap tengkuknya yang terasa tegang. Ia pikir ten benar-benar mengira jaehyun yang melakukannya, tapi syukurlah jika pria pendek itu tidak benar-benar menuduh jaehyun.
Tapi siapa sangka tawa ten luntur seketika saat masuk kedalam mobil, matanya menatap taeyong dari dalam mobil dengan pandangan datar.
...
"Daddy tidak bekerja hari ini?." Taeyong berujar saat matanya mendapati jaehyun tengah duduk di sofa dengan laptop di depannya. Pria itu melirik taeyong kemudian tersenyum hangat.
"Daddy sedang berkerja sekarang." Katanya, kemudian kembali pokus pada pada laptop. "Kemari." Jaehyun menepuk ruang kosong di samping namun matanya tak lepas pada layar laptop.
Taeyong menurut, benar-benar menghampiri jaehyun, pantatnya bukannya mendarat pada sofa melainkan pada kedua paha jaehyun.
Tangan kecil itu melingkar di leher jaehyun dengan wajah menggemaskan yang terkubur di dada bidang si pria jung. "Yongie lelah." Alih alih marah karena pekerjaanya terganggu, jaehyun malah mendekap tubuh dalam pangkuannya itu dengan gemas.
"Istirahat."
Taeyong mendongak, menatap wajah jaehyun dari bawah. "Di sini tidak apakan?." Tangan kecil itu beralih memeluk pinggang jaehyun agar ia lebih mudah mengubur wajah pada dada bidang sang daddy.
Jaehyun tentu tidak keberatan, maka dengan senang hati membiarkan taeyong tidur dalam pangkuannya, dan dirinya yang kembali pokus pada layar laptop. Tidak ada pembicaraan lagi di antara mereka karena si ceria jung taeyong sudah terlelap dengan damai.
Jaehyun menutup laptopnya saat pekerjaanya sudah selesai. Ia beralih memperhatikan wajah damai taeyong yang tengah tertidur. Secara perlahan membenarkan posisi taeyong dalam pangkuannya membuat si manis menggelit karena merasa terganggu.
Tangan besar jaehyun menepuk punggung taeyong dengan lembut, kembali membuat pria cantik dalam pelukannya terlelap dengan nyenyak. Oh melihat taeyong begini saja detak jantungnya bertalu talu hebat.
Bagaimana jika mata bulat itu terbuka dan menatapnya penuh binar, rasanya jaehyun kehabisan nafas di setiap saat. Jatuh berkali kali dalam tatapan polos anak tirinya sendiri, seolah olah tidak pernah bosan jatuh pada orang yang sama.
Apa jaehyun bahagia sekarang?. Tentu jawabannya 'sangat' siapa yang tidak bahagia ketika pujaan hati yang ia damba dambakan selama bertahun tahun kini sudah membalas perasaanya. Meski jaehyun menggunakan cara kotor.
Sekarang yang harus ia lakukan adalah membuat taeyong selalu berada di sampingnya apapun yang terjadi, membuat taeyong percaya padanya dan mengakhiri pernikahannya bersama yoona secepat mungkin.
...
"Daddy!." Taeyong memekik nyaring, berlari kecil mamasuki rumah. Tubuhnya menubruk tubuh besar jaehyun yang berjalan kearahnya.
"Kenapa berteriak hm?." Tangan besar jaehyun menangkup kedua pipi gembil taeyong. "apa yang membuatmu tersenyum begitu lebar?." Jaehyun bertanya, pasalnya wajah anak tirinya itu terlihat sangat bahagia setelah dari halaman belakang rumah.
Taeyong semakin menarik bibirnya keatas. "Apa daddy yang menanam bunga wamar merah di belakang?!." Selama taeyong hidup, setiap hari ia memijak halaman belakang dan tidak pernah menemukan bunga kesukaannya itu berada di sana selain beby rose putih milik eommanya.
"Daddy tidak menanamnya, tapi membeli." Ah seharusnya sudah taeyong duga jika bunga mawar segar itu jaehyun membelinya untuk di tanam di halaman belakang. Lagipula mana mungkin mawar sesubur itu tumbuh besar kurun waktu satu hari. Jaehyun juga tidak mungkin serajin itu bergulat dengan tanaman hias.
Melihat wajah cemberut taeyong, jaehyun tertawa di buatnya. "Apa yongie tidak senang dengan bunga yang daddy beli?." Tubuh kecil itu jaehyun raih dalam gendongan ala koala. Membawa taeyong kembali kehalaman belakang yang di terangi lampu dan berhiaskan taburan bitang di langit.
Si kecil sontak memeluk leher jaehyun dan melingkarkan kaki jenjangnya "Yongie sangat suka, tapi eomma tidak suka bunga merah." Tubuh kecil itu jaehyun bawa menghampiri bunga yang tadi siang ia beli, yang kini sudah di tanam di tengah-tengah halaman.
"Jika kau menyukainya, sukai saja jangan memikirkan orang lain." Jaehyun menatap wajah taeyong yang masih dalam gendongannya, mata bulat itu menatap mawar merah di samping mereka.
Salah satu alasan mengapa taman kecil itu tidak di tumbuhi mawar merah karena yoona tidak menyukainya, alasan mengapa taeyong mengubur keinginannya. Tapi terkadang manusia harus egois untuk dirinya sendiri.
Kali ini jaehyun ingin taeyong egois untuk kebahagian dirinya sendiri. "Terkadang orang baikpun harus egois untuk dirinya sandiri."
Entah taeyong yang tidak peka dengan maksut jaehyun, atau memang taeyong yang kelewat polos.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
my father《jaeyong》
Romancemy father taeyong "perasaan itu datang tanpa bisa di cegah, aku ingin berhenti agar tidak menyakiti siapapun" jaehyun bukan sosok daddy yang sempurna, tidak seperti yang orang lain lihat. seiring waktu berjalan taeyong jadi tahu sedikit demi sedikit...