1. Lupa Bahasa

252 110 162
                                    

Ada yang tersimpan rapi pada diri bernama emosi. Katanya sudah muak menyimpan sesak tanpa boleh terisak. Ia diam, bukan berarti tak geram.

🦋🥀

Kita belajar tentang segala hal yang tidak bisa tersampaikan.
Mengenai manusia yang diam-diam mencaci. Menebak siapa-siapa yang membenci?

Kita hanya lupa bahasa.
Menjawab perihal "Kenapa?" Selalu dengan "Gapapa."

Yang pahit ditelan, yang luka ia perban. Kalimatnya selalu berupa candaan, siapa yang bisa menebak kalau ia sedang berantakan.

Kita hanya lupa bahasa.
Ketika bercerita hanya dijadikan ajang siapa yang paling menderita.

Kepada jagat raya suaranya mengadu. Merintih pilu bersyair nan merdu.
Lirihnya berpadu sendu, menikmati perih bak tertusuk peluru.

Kita hanya lupa bahasa.
Kau lihat? Ia begitu terbahak, mengelak jika sedang sesak.

Jiwanya kini tengah berkutat, pada luka yang semakin mencuat. Diam-diam ia mengumpat, mengutuk lara yang merasuk.

Kepada yang masih lupa bahasa.
Mari melukis perih dengan tinta, jangan sampai dibaca manusia.

Kita tau hari ini mungkin adalah penggalan luka kemarin. Percayalah masih ada sisa tawa lalu yang bisa disematkan.

Tak perlu susah payah menyusun kalimat. Coba jadi gila lalu tertawa, maka semua akan percaya.

'Tak ada luka, ia sedang bahagia."

Jangan menangis walau begitu teriris. Iya, kita tau semakin ditahan semakin berantakan. Tapi ini bukan permulaan kan? Masih harus bertahan dengan segala bualan.

Bagaimana? Sudah pandai bermain peran?

Bukannya setiap kita adalah pemeran hebat? Melakoni cerita penuh sandiwara.

Sudah berapa kali juara?
Sudah berapa penghargaan?
Setelahnya kita bisa tertawa sembari bertepuk tangan.

"Aku juara 1 menipu diri."

~
Jangan JIPLAK kalau nggak mau di KEPLAK.😚

Jenguk yang Terpuruk Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang