Οκτώ | Mawar-Mawar

64 20 20
                                    

https://open.spotify.com/playlist/6rRyY4KIDtA3ZYr9769hGz?si=LvN9ntchQQmQKuBR2MekKg&utm_source=copy-link

Highly recommended buat dengerin playlist itu sambil baca Chamènos





Evander melempar bebatuan kecil yang ada di sekitarnya ke sungai hingga menimbulkan suara gemercik disana. Pemuda itu sedang galau. Ketika tahu bahwa ia akan ke Elisium, ia sangat bersemangat karena pikirnya dapat menjumpai Edlynne di kediaman gadis itu. Pikirannya memang menjadi kenyataan, tapi bukan situasi seperti itu yang ia harapkan.

"Evan?"

Suara yang memanggil namanya itu menggetarkan hati Evander untuk sesaat. Lelaki itu dengan cepat beranjak berdiri dan menoleh ke arah si pemilik suara. Seperti dugaannya, itu adalah Edlynne. Panjang umur.

"... Lynn?" sahut Evander, terdengar agak kaku.

Gadis itu tersenyum. Hati Evander semakin tak tenang rasanya. Edlynne cantik sekali. Tapi ia tidak boleh mengharapkannya, sebab perempuan itu sudah ada yang punya.

Edlynne mendudukkan dirinya di sebelah Evander. Evander akhirnya duduk lagi dengan canggung sementara Edlynne mengeluarkan sebuah cupcake dari keranjangnya. Ia lalu memberikannya pada Evander.

"Makanlah ini," ujar Edlynne hangat.

"Ah ... Terima kasih," ucap Evander. Lagi-lagi kaku.

"Maaf, kemarin aku tidak datang karena sangat sibuk. Apa kau menunggu disini sendirian?" tanya Edlynne tak enak bersamaan dengan menaruh keranjangnya disamping pohon.

"Tidak, kok. Aku juga tidak kesini kemarin. Ada hal penting yang harus dilakukan," sahut Evander tanpa menatap perempuan di sebelahnya sedikit pun.

"Aku tidak mengira akan bertemu denganmu sekarang. Ini masih pagi, jadi aku tidak membawa alat lukis," papar Edlynne dengan sebuah kekehan lembut di akhir kalimatnya. Evander tidak membalas melainkan hanya menarik senyum tipis sebagai respon.

"Kau tidak membawa Chryses kali ini, Evan?" Lagi-lagi Edlynne bertanya. Dan hanya dibalas anggukan sederhana oleh Evan.

"Evan, apa kau marah padaku?" Perempuan bersurai pirang kecoklatan itu tiba-tiba mengudarakan pertanyaan tersebut. Evander yang mendengarnya lantas menoleh dengan raut terkejut.

"Eh? T-tidak sama sekali! Kenapa kau berpikir begitu, Lynn?" balas yang laki-laki.

"Kau seperti menghindariku. Tapi syukurlah jika kau tidak marah," tutur Edlynne dengan sebuah senyum sederhana di rupa ayunya.

Evander senyap dengan raut berat. Rasanya ada yang menjanggal di hati. Ia ingin menanyakan soal apa yang dilihatnya kemarin, namun ia tidak mau Edlynne mengetahui identitas aslinya yang merupakan seorang Putra Mahkota Elenio.

"Lynn, ingat tidak saat aku berkata akan membawamu ke ladang mawar?" Evander mendadak menyuarakan pertanyaan itu tanpa menatap ke arah Edlynne.

Edlynne lalu berlagak mengingat. "Oh, iya. Tentu saja aku mengingatnya."

Maka seketika itu juga Evander bangkit dari duduknya. Ia berdiri dan mengulurkan tangannya, mengajak Edlynne untuk ikut beranjak dari posisinya. "Mari. Kita kesana."








꒰  C h a m è n o s  ꒱








Angin berembus lembut ketika Edlynne menapakkan kakinya di puncak bukit bersama Evander. Sebuah senyum terlampau manis terukir di wajahnya yang cerah, secerah cuaca siang itu.

"Cuacanya cerah sekali," ucap Evander seraya memandang ke arah langit biru.

Edlynne mengangguk setuju. "Terima kasih sudah membawaku kesini, Evan. Senang sekali rasanya."

𝐈𝐁𝐄𝐑𝐈𝐀: ChamènosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang