Πέντε | Berhenti

61 21 21
                                    

Edlynne menghentikan aktivitasnya ketika ia melihat kehadiran Delilah disana. Ia buru-buru meletakkan kotak berisi peralatan bersih-bersih yang ia gunakan tadi untuk merapikan toko roti ini dan menghampiri wanita tua berusia 60 tahun tersebut.

"Nyonya Delilah!" panggil Edlynne.

Wanita itu lantas berhenti melanjutkan langkahnya dan berbalik agar dapat melihat wajah karyawan tokonya yang sudah membantu pekerjaannya selama 4 tahun belakangan ini. "Ada apa, nak?" sahutnya lembut.

"Ah, itu ... ada hal serius yang perlu saya katakan," ujar Edlynne yang tak ayal membuat Delilah memasang raut penasaran pada wajahnya yang kini sudah berkeriput.

"Tentu, katakan saja," kata Delilah.

"Sebenarnya saya bertemu dengan ayah Theon beberapa hari lalu, entah bagaimana ia menemukan saya," ungkap gadis dengan manik berwarna hijau tersebut.

Delilah tersentak pelan. "Ya Tuhan, benarkah itu? Apa kau baik-baik saja?"

Edlynne mengulas senyum tipis. "Awalnya memang cukup berat, saya juga sangat terkejut melihatnya. Tapi sekarang sepertinya saya sudah baik-baik saja."

Wanita tua itu lantas menghela napas kasar. "Bagaimana ia bisa begitu tak tahu malu menampakkan dirinya kembali setelah apa yang ia perbuat bertahun-tahun lalu??" dengus Delilah tak habis pikir.

"Saya juga sebenarnya berpikir begitu. Tapi Theon terlihat sangat senang dengan ayahnya. Theon juga bisa mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini karena Tuan Darien. Jadi saya tidak bisa memisahkan mereka," papar Edlynne bernada pasrah.

"Astaga, pasti sangat berat bagimu, nak."

Edlynne menghela napas pelan dan diam sejenak sebelum mengatakan poin pembicaraannya. "Kemarin Tuan Darien berbicara pada saya, beliau ingin saya berhenti bekerja dan fokus menjaga Theon,"

"Sejujurnya saya ragu. Selama ini Anda memperlakukan saya dengan sangat baik sehingga saya merasa seolah mendapatkan ibu saya kembali. Saya senang bekerja untuk Anda, namun perkataan Tuan Darien juga tidak salah,"

"Waktu yang saya curahkan untuk Theon selama ini sangat sedikit. Meski Theon tidak pernah mengeluh soal itu, namun rasanya tetap salah untuk meninggalkannya begitu lama setiap hari."

Delilah yang sedari tadi menyimak ujaran gadis muda di hadapannya itu kemudian mengangguk paham. "Jadi, kau akan berhenti bekerja?"

Edlynne mengangguk perlahan. "Saya tidak tahu kapan tepatnya. Bisa juga saya hanya berhenti sementara. Mungkin selama itu saya bisa mencari seseorang yang ingin menggantikan saya."

"Baiklah kalau begitu, lakukan apa yang ingin kau lakukan. Aku hanya berharap kau bisa hidup dengan bahagia."

Gadis bersurai pirang itu lantas mengukir senyum hangat. "Terima kasih banyak, Nyonya."

Delilah menggeleng dengan senyum keibuan. "Aku yang seharusnya berterima kasih, selama ini kau sudah membantuku mengelola toko roti sederhana ini. Ini, bawa ini. Hanya roti bawang seperti biasa, tapi aku harap kau dan Theon menikmatinya."

"Kalau begitu, selamat malam, Nyonya. Saya akan pergi sekarang."





꒰  C h a m è n o s  ꒱





"Apa yang Anda lakukan disini, Yang Mulia?"

"Apalagi? Tentu saja membaca buku."

Damian senyap setelah Evander menyahut pertanyaannya tanpa mengalihkan pandangan sedikit pun dari buku di tangan pemuda itu. Tentu saja ia bisa melihat sang Pangeran kini tengah fokus membaca buku. Namun rasanya aneh sekali. Tidak biasanya Evander membaca. Ia kenal betul bagaimana Pangeran itu.

𝐈𝐁𝐄𝐑𝐈𝐀: ChamènosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang