Δεκατρείς | Akhirnya Pergi

47 13 17
                                    

"Jadi, sebenarnya mengapa Kakak datang kemari tiba-tiba? Biasanya Kakak akan memberi kabar sebelum berkunjung, tapi Kakak bahkan tak mengirim surat apapun padaku."

Darien yang tadinya tengah berfokus pada pena dan selembar kertas di tangannya lantas sedikit menoleh ketika Edlynne bersuara disana. Merasa sedikit tertarik dengan pembicaraan kakak adik tersebut.

Revian menutup bukunya dan melepaskan kacamata yang membingkai maniknya tadi. "Aku ingin menyampaikan sesuatu."

Edlynne memiringkan kepalanya. "Apa itu?"

"Tuan Darien, kemarilah dan ikut dengarkan. Saya juga ingin membicarakan sesuatu dengan Anda," panggil Revian yang seketika membuat Darien terkesiap sejenak. Setelahnya, pemuda itu lalu bangkit dan duduk di samping Edlynne.

Kali ini Revian menatap mata adiknya lurus. Lalu tersenyum. "Aku sudah mendapat pekerjaan secara resmi."

Edlynne seketika nampak berbinar. "Benarkah? Itu sangat melegakan! Pekerjaan apa?"

"Aku sudah menjadi tabib baru istana," jawab Revian masih dengan senyum dan lesung pipi menghiasi wajahnya. Sang adik pun kini tersenyum cerah.

Berbeda dengan Darien yang nampak tak menyangka. Lelaki itu menatap Revian, meminta penjelasan lebih lanjut.

Revian menarik sudut bibirnya tenang. "Hari itu saya tidak bisa mengatakan apapun tentang gagasan bahwa Anda harus tetap disini agar Edlynne dapat hidup sejahtera. Sebab saat itu saya belum dikabari secara resmi oleh Yang Mulia Raja. Namun berhubung kini saya sudah mendapat pekerjaan yang bagus secara resmi, saya pikir tak ada alasan bagi Anda untuk tetap disini lagi."

"Apakah maksudnya Anda mengusir saya?" tanya Darien memastikan meski sudah menyadari kenyataan.

"Apakah saya perlu mengatakannya? Tidak ada yang mengharapkan kehadiran Anda disini, Tuan," perjelas Revian menusuk dengan raut tenang.

Darien diam. Wajahnya menampakkan raut tak terima. "Meski Anda memiliki pekerjaan yang bagus, bukankah Anda tetap tidak bisa menjaga Edlynne dari dekat? Anda pasti akan lebih sering di istana." Ia mencoba beralibi.

Namun Revian malah menyuarakan tawa kecil. "Saya percaya Edlynne bukan anak kecil lagi. Dia adalah perempuan hebat yang bisa menjaga diri sendiri. Lagipula, memang bahaya macam apa yang bisa menghampiri adikku? Dia hidup dengan tenang dan tak membuat masalah selama ini."

"Siapa yang tahu mengenai hal yang akan terjadi ke depannya? Edlynne bahkan sudah menunjukkan rupanya di pesta kerajaan dimana nyaris seluruh orang dapat melihatnya."

Revian senyap sejenak dan menatap adiknya tanpa arti. Lalu melanjutkan konversasi mereka. "Menurut Anda seberapa menonjol keberadaan Edlynne di pesta tempat bangsawan berkumpul?"

"Nyaris 100%. Kenapa tidak? Edlynne hanya gadis biasa. Saya yakin tak ada satu pun bangsawan yang mengenalinya. Lalu jika ia muncul tiba-tiba seperti itu, apakah mereka tidak akan bertanya-tanya mengenai siapa gadis itu dan mengapa mereka baru melihatnya sekarang?"

"Tuan, Anda pasti paham karena Anda adalah putra Count. Siapa yang akan memedulikan orang lain di pesta? Semuanya pasti hanya akan fokus menonjolkan diri sendiri alih-alih mempertanyakan kehadiran gadis lain."

Darien terbungkam. "Tapi ... tetap saja. Coba pikirkan perasaan Theon juga. Bagaimana jika─"

Tok tok tok.

Atensi ketiganya lantas teralih ke arah pintu yang baru saja diketuk dari luar. Edlynne baru saja hendak berdiri, namun Revian mencegahnya dengan isyarat tangan. Pemuda itu beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah pintu dengan cepat.

𝐈𝐁𝐄𝐑𝐈𝐀: ChamènosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang