"Kakak? Kau disini?"
Pria ituㅡRevian Sanchez lantas meletakkan cangkir tehnya dan beranjak bangkit sebelum kemudian menghampiri adiknya. "Sudah pulang?" Ia bertanya balik kala melihat keberadaan Edlynne di kediaman kecil ini.
Edlynne mengangguk sederhana dengan seutas senyum simpul. "Theon sudah tidur?" Gadis itu lagi-lagi melontarkan pertanyaan.
"Iya. Dia meminum teh chamomile yang ku buat tadi lalu segera tidur setelah ku ceritakan dongeng," paparnya singkat.
"Terima kasih sudah menjaga Theon, Kak. Maaf selalu merepotkanmu," ucap Edlynne merasa tidak enak hati.
"Kenapa kau selalu minta maaf? Sudah menjadi kewajiban bagiku untuk menjaga keponakanku itu tetap aman. Aku ingin melihat Theon tumbuh besar dan menjadi pria yang kuat seperti pamannya ini!" celetuk Revian diselingi sedikit nada jenaka pada kalimatnya.
Sang adik tersenyum lembut. "Terkadang aku suka merasa bersalah pada Theon. Dia bisa memiliki hidup yang layak jika aku tetap bertahan di Elenio dan menjadi budak keluarga itu. Tapi aku terlalu takut dan lemah,"
"Bahkan setelah semua itu, aku tetap tidak bisa membuatnya sebahagia anak-anak yang lahir dari keluarga bangsawan itu meski aku mengerahkan seluruh darah, keringat dan air mata yang ku punya untuknya. Aku sedih karena ia lahir dari perutku," lanjut Edlynne sendu.
Revian seketika mengernyit tak setuju. "Aku tidak suka kau berkata seperti itu. Theon pasti bangga memiliki ibu yang kuat sepertimu. Jangan terlalu merasa bersalah. Jika aku menjadi dirimu aku juga akan melakukan hal yang sama. Bahkan aku tidak yakin bisa sekuat kau, Edlynne."
Edlynne mengendikkan bahunya. "Entahlah. Ada terlalu banyak hal yang ku sesali selama ini. Bahkan perasaan menyesal itu tak kunjung hilang setelah aku mencoba untuk melakukan hal yang aku suka, seperti saran Kakak."
"Ah, jadi selama ini itu tidak membantumu sama sekali?" tanya Revian terkejut.
"Tentu saja itu cukup membantu. Aku mendapat ketenangan yang ku inginkan ketika aku melukis sambil mendengar suara gemericik air sungai. Namun saat aku kembali dan menghadapi kenyataan yang aku jalani, beban itu kembali terasa berat."
Revian menghela napas. "Maaf karena tidak bisa membantu banyak, Edlynne. Maaf karena saat itu aku tidak bisa mencegah Ayah dan Ibu hingga berakhir dengan semua kekacauan ini."
Edlynne menggeleng pelan. "Itu bukan salah Kakak. Kita berdua tahu bagaimana egoisnya Ayah dan Ibㅡ maksudku Tuan dan Nyonya Sanchez."
Mendengar ujaran sang adik barusan, Revian lantas memberi tatapan iba. "Edlynne.."
"Haha, kenapa suasananya jadi begini? Maaf karena tiba-tiba berbicara yang tidak-tidak. Kakak berencana pulang kapan?" Edlynne dengan segera mengalihkan pembicaraan dan tersenyum simpul kendati senyumnya terlihat begitu pahit.
Revian kembali menghela napas. "Jangan memendam semuanya sendirian. Meski Ayah dan Ibu membuangmu, aku masih Kakakmu."
Pemuda itu berjalan kembali menuju meja makan dan membereskan cangkir-cangkir kosong disana. "Aku akan tetap disini sampai pagi. Tidak masalah, kan?"
Edlynne yang semula tercenung kini mengangguk kecil. "Tentu."
꒰ C h a m è n o s ꒱
Evander melangkahkan kaki bersepatu mahalnya ke dalam ruangan Ratu setelah dayang yang menjaga beliau memberi tahu bahwa Ratu memperbolehkannya masuk.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐈𝐁𝐄𝐑𝐈𝐀: Chamènos
Hayran KurguKisah tentang sang putra mahkota─Evander, yang jatuh cinta dengan Edlynne─wanita pelukis dari negeri seberang. Apa yang dapat terjadi ketika Anda meletakkan cinta pada orang yang benar, di tempat yang salah? Saya menyebutnya... Chamènos. "𝘗𝘢𝘥𝘢 �...