[00/10]

2.5K 223 18
                                    

Sunday

.

.

.

.

.

Hari libur adalah hari yang paling dinantikan oleh semua orang. Namun kamu justru sangat membencinya. Karena di hari itu akan diadakan kumpul keluarga yang sudah pasti membosankan. Kamu menatap pantulan dirimu di cermin.

Wajahmu sudah selesai dirias. Sekarang kamu sedang menunggu rambutmu ditata. Tepat saat itu, seorang gadis mendobrak masuk ke dalam kamarmu. Kamu dan para pelayanmu tersentak karenanya.

"Kakak!"

Suara gadis itu nyaring terdengar. Membuat kupingmu sedikit sakit mendengarnya. Padahal gadis itu selalu bersikap anggun dan dewasa. Tetapi ketika dihadapkan padamu, dia akan menjadi gadis manja yang ceria.

"Sudah kubilang jangan membanting pintu seperti itu, Medeia." Bukannya meminta maaf, gadis bersurai ungu itu malah terkekeh geli. Ia mendekatimu lalu mengambil alih pekerjaan pelayan yang sedang menyisir rambutmu.

"Kau terlihat senang, apa Helio akan datang juga?" Kamu bisa melihat rona tipis di wajah gadis itu setelah mendengarnya. Sudah dipastikan bahwa ucapanmu benar. Kamu tersenyum geli melihat adikmu yang selalu memasang raut dingin itu ternyata bisa merona hanya karena mendengar nama kekasihnya. Namun, senyummu langsung luntur begitu mendengar ucapan Medeia selanjutnya.

"Keluarga Kaisar juga akan datang."

Celaka. Mengapa tidak seorangpun memberitahumu tentang hal itu? Padahal kamu sengaja berpakaian sederhana karena mengira hanya akan ada keluargamu saja. Kamu meraih ponsel di atas meja rias dan langsung menghubungi satu kontak yang terlintas di pikiranmu.

"Noo-"

"Kenapa tidak bilang kalau kau akan datang?"

Suara kekehan terdengar jelas setelah kamu melontarkan pertanyaan itu. Kamu merengut karenanya. Bukannya memberi penjelasan, orang di seberang itu malah menertawakanmu. Membuatmu sedikit merasa kesal padanya.

"Noona kan tidak bertanya." Jawaban yang ia berikan makin menambah produksi hormon kortisolmu. Kamu pun memutuskan untuk mengakhiri telpon tanpa berkata apapun.

Kamu melirik pantulan dirimu di cermin. Semuanya telah selesai. Tapi kamu tidak merasa puas. Kamu menoleh menatap Medeia yang juga menatap heran padamu.

"Turunlah Meddie, katakan pada ayah dan ibu kalau aku tidak enak badan." Medeia yang mendengar hal itu menjadi semakin bingung. Ia bertanya alasannya padamu, tetapi kamu tidak menjawab dan segera menyuruhnya pergi.

Kamu menutup pintu kamarmu dan menguncinya. Tidak membiarkan siapapun masuk. Setelah itu kamu naik ke atas ranjang dan membungkus dirimu dalam selimut. Tak lupa kamu memakai sepasang earphone bluetooth di telinga untuk mengantisipasi adanya suara-suara yang akan mengganggu. Kamu lalu tertidur dengan cepat.

Ketika membuka mata, ternyata hari mulai memasuki petang. Kamu merubah posisi dari baring menjadi duduk. Untuk beberapa saat kamu hanya terdiam memandangi interior kamarmu yang di-cat berwarna merah muda. Kamu berulang kali mengedarkan pandangan untuk memastikan kondisi kamarmu.

Kamu menghela napas lega setelah melihat semuanya baik-baik saja. Sepertinya hari ini kamu berhasil menghindarinya. Kamu berniat turun dari ranjang, namun terhenti lantaran merasakan sesuatu menahan pinggangmu. Dengan perasaan tidak enak, kamu menoleh ke belakang. Matamu membelalak kala menyadari ada seonggok manusia sedang berbaring di kasurmu sembari memelukmu.

"Kau, apa yang kau lakukan?" Orang itu menempelkan telapak tangannya pada mulutmu dan menarikmu untuk kembali berbaring. Kini tangannya berpindah menjadi memeluk bahumu.

Perempatan urat tercetak di dahimu. Kamu berusaha melepaskan diri, namun tenaga orang itu terlalu kuat. "Lepaskan aku! Apa yang kau lakukan di sini?"

"Noona, kalau kau terus berisik, maka aku akan menciummu." Kamu sedikit merinding mendengar ucapan itu. Pada akhirnya kamu berhenti memberontak dan membiarkan saja dirimu dipeluk oleh orang itu.

"Gadis pintar." Kamu rasanya ingin mengumpat mendengar pujian itu. Beberapa menit berlalu dengan keheningan. Kamu pun mulai merasa jenuh dan kembali memberontak agar orang itu berhenti memelukmu.

"Baiklah-baiklah, coba berhitung sampai sepuluh. Aku tidak akan melepasnya sampai Noona melakukannya." Kamu mendengus malas. Anak ini benar-benar merepotkan, pikirmu. Dengan pasrah kamu pun mulai berhitung. Tepat pada hitungan ke-sepuluh, ia benar-benar melepaskanmu. Namun, sedetik setelahnya satu kecupan mendarat di bibirmu.

Kamu begitu terkejut sehingga tak menyadari orang itu yang sudah melesat pergi melalui jendela kamarmu. Kamu mematung selama beberapa saat. Rasa panas menjalar memenuhi wajahmu yang sudah seperti kepiting rebus. Detik berikutnya kamu malah menendang selimut sendiri.

"Iaros sialan! Awas saja kau nanti," pekikmu sembari menyembunyikan wajah dibalik bantal. Hari ini, Iaros lagi-lagi berhasil menjahilimu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Selamat sore para pembacaku :)

Kalian ada yang husbuin Iaros gak?

Wkwk soalnya aku iya :(

Karena gabut, akhirnya aku menciptakan cerita aneh ini untuk menemaniku ngabuburit

Siapa tau kalian ada yang pengen ngerasain jadi tunangan Iaros kan ya :')

Ok sekian,

Terima kasih telah membaca ><

Fiancè || Iaros Orona EperantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang