[04/10]

864 134 0
                                    

Claiming My Fiance
.

.

.

.

.

.

Sudah dua minggu berlalu sejak dirimu sakit. Sekarang kamu sudah sembuh dan kembali menjalankan aktivitas seperti biasa.

Malam ini adalah pesta prom di sekolah Iaros. Pemuda itu mengajakmu datang sebagai pasangan dansanya. Kamu mengiyakan saja.

Sekarang kamu berdiri di aula pesta sembari menikmati tequilla. Menunggu Iaros yang tengah berbincang dengan teman-temannya. Tiba-tiba saja terdengar suara gelas yang pecah. Kamu menoleh ke asal suara itu. Terlihat seorang gadis berambut pirang tengah memeluk tunanganmu.

"Ah..." gumammu pelan. Gadis itu adalah mantan pacar Iaros--Psyche Poli. Gadis itu nampak sedang mabuk dan terus berusaha menggoda Iaros. Raut wajah pemuda itu jelas terlihat tidak nyaman. Ia melirik ke arahmu dengan ekspresi memelasnya.

Kamu tersenyum lebar. Berusaha mengabaikannya dan fokus kembali pada minumanmu sementara orang-orang mulai mengelilingi Iaros dan Psyche.  Salah satunya adalah adik kesayanganmu, Medeia Beliard.

Gadis itu nampak tak suka dengan tingkah Psyche yang terus menempel dengan tunanganmu. Ia berusaha memisahkan keduanya dan berujung dengan perdebatannya dan Psyche.

"Nona Medeia pasti merasakan hal itu juga, 'kan? Kalau orangnya Anda, maka saya tidak masalah. Tetapi dia..."

"Jaga bicaramu, Psyche. Kakakku bukan hanya sekedar 'dia', tapi kakakku adalah Putri Mahkota."

Psyche lalu mulai menangis sembari menggelengkan kepalanya. "Tidak! Posisi itu harusnya untukku. Dia merebut putra mahkota dariku."

Dahimu mengkerut mendengar hal itu. Memang benar Iaros pernah menjalin hubungan kekasih dengan Psyche. Tapi kamu tak pernah merebut pemuda itu darinya. Iaros sendiri yang memutuskan hubungan lantaran gadis itu menduakannya dengan sahabatmu. Setelahnya ia langsung melamarmu. Toh Iaros sebenarnya tidak sesuka itu pada Psyche dan memacarinya karena merasa kasihan dengan gadis itu yang menyatakan perasaannya di depan umum.

Perdebatan antara Medeia dan Psyche semakin panas hingga kamu tak sanggup lagi mendengarnya. Kamu pun menyimpan gelasmu dan mendekat pada kerumunan. Orang-orang langsung membukakan jalan untukmu.

Begitu berhadapan denganmu, Psyche langsung memasang tampang kesal. "Wah dia akhirnya datang, dasar penggoda."

Dipanggil seperti itu, tentu menyulut amarahmu. Namun, kamu berusaha untuk tetap tenang. Ikut marah pada orang yang sedang mabuk adalah hal bodoh.

"Yang kau panggil seperti itu adalah aku, putri mahkota."

Psyche memutar mata. Jenuh mendengar panggilan yang disandingkan denganmu itu.

"Aku tidak peduli. Kau pasti menggodanya agar mendapatkan posisi itu, 'kan? Kau tidak benar-benar mencintai Yang Mulia Putra Mahkota."

Oh, itu jelas salah besar. Walau terkadang malas meladeni Iaros, bukan berarti kamu tak menaruh rasa pada pemuda itu. Awalnya memang terasa mengganggu, namun makin lama kamu pun luluh dengan usaha pemuda itu dan kamu akan mempertahankannya jika itu adalah hakmu.

"Apa mempermainkan dua pria belum cukup bagimu?" Kamu bertanya dengan nada sarkas.

"Kau yang mempermainkan mereka! Kau merebut mereka dariku. Pertama tuan Pheron, lalu Yang Mulia Putra mahkota"

Kamu mendengus pelan. Ayolah, apa hanya itu yang dapat dia katakan? Sudah jelas kamu lebih dulu dekat dengan Pheron, bahkan sejak kalian masih kecil. Dan untuk Iaros, kamu tidak perlu menjelaskan untuk yang kedua kalinya. Terkadang kamu bingung, apa sebenarnya yang membuat sahabatmu itu begitu menyukai gadis ini.

"Merebut? Sejak awal dia itu.. " Tanganmu menunjuk Iaros dengan terang-terangan. ".. milikku." Kamu menekankan kata terakhir itu. Wajah Psyche semakin merah mendengarnya. Berbanding terbalik dengan Iaros yang malah tersenyum seolah menikmati semua drama ini.

"Tidak! Yang Mulia tolong jelaskan padanya." Psyche berusaha untuk memeluk Iaros lagi, tetapi kamu langsung menghadangnya. Tanganmu mendorong pelan bahu Psyche.

"Menjauhlah dari milikku," ucapmu. Psyche lantas menatap tajam.

"Sudah kubilang tidak! Yang Mulia, katakan pada gadis ini kalau itu tidak benar."

Iaros memiringkan kepalanya sedikit. "Itu benar," ucapnya singkat. Mata Psyche membulat saat mendengarnya.

"Dia pasti telah menggoda Anda. Yang Mulia harus segera sadar." Kamu terkekeh pelan. Lucu sekali mendengar ucapan itu dari seseorang yang sedang mabuk berat.

"Dulu aku sudah memberimu kesempatan untuk menjadi pengganti Medeia, aku bahkan hampir jatuh dengan keluguanmu yang mana ternyata kau juga mempermainkan Pheron." Ada nada tak suka saat Iaros mengatakan nama itu.

"Aku tidak akan mengulanginya lagi, Yang Mulia. Tolong berikan kesempatan sekali lagi."

Kamu memutar bola mata. Benar-benar gadis yang bebal. Kamu sedang berpikir bagaimana cara membuat gadis itu terdiam dan pergi. Kamu melirik wajah Iaros yang nampak risih. Saat itulah sebuah ide terlintas di kepalamu.

Kamu mendekat pada Iaros, berjinjit, kemudian menangkup pipinya untuk memberikan satu french kiss yang sudah tentu akan sangat disukai oleh pemuda itu.

Mata Psyche makin membulat saat melihatnya. "Berani-beraninya ... kau." Kamu mengakhiri ciuman dan menoleh padanya. Saat itulah Iaros tiba-tiba menarikmu dan melakukan hal yang sama padamu. Namun lebih dari yang tadi. Lipstik yang kamu gunakan menempel dan membekas di sudut bibir Iaros. Orang-orang nampak makin heboh. Dan Psyche semakin terlihat marah.

Iaros melepas tautannya kemudian tersenyum pada gadis itu. "Apa ini masih belum jelas? Atau aku harus menunjukkannya lagi? Yah aku tidak keberatan dengan hal itu jika kau memang masih mau melihatnya." Psyche tersentak dengan hal itu. Ia memandangi kerumunan dengan wajah panik. Sepertinya gadis itu sudah mulai sadar.

Gadis itu lantas segera pergi dari sana lantaran merasa malu. Iaros memandanginya sembari menyeringai. "Hati-hati di jalan."
.
.
.
.
.
.

Agak brutal juga ya Iaros ini

Tapi gapapa, aku suka yang brutal👀

Gimana menurut kalian?

Terima kasih telah membaca ><

Fiancè || Iaros Orona EperantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang