[05/10]

884 133 1
                                    

Picnic
.

.

.

.

.

.

Kamu memandangi gundukan selimut di sampingmu. Perlahan tanganmu terangkat dan mengelus benda itu. Suaramu yang serak khas bangun tidur sedikit mengusik makhluk hidup yang ada di dalam gundukan itu.

"Iaros, ayo cepat bangun. Kita sudah terlambat."

Iaros melenguh pelan. Matanya mengerjap kemudian membola saat menatapmu. Seingatnya dia sedang berada di istana. Lalu apa yang kamu lakukan di kamarnya?

Memori tentang kejadian di pesta prom semalam langsung memenuhi kepalanya. Sekarang ia sudah mengingatnya. Ia tinggal mengingat lagi alasan dibalik ucapanmu yang mengatakan bahwa kalian sudah terlambat.

"Terlambat untuk apa?"

Kamu mendengus pelan. Bisa-bisanya pemuda itu lupa padahal baru semalam ia mengatakannya. Kamu mendecak pelan kemudian menyentil dahi Iaros.

"Bukankah kau mengajakku piknik di danau hari ini?"

Mata Iaros kembali melebar. Jujur saja, pemuda itu nampak sangat menggemaskan. Raut wajahnya terlihat panik dan merasa bersalah. Ia buru-buru bangkit dan langsung memanggil para pelayan.

Kamu terkekeh pelan. Sisi Iaros yang seperti ini hanya ditunjukan kepadamu saja. Hal itu membuatmu merasa dispesialkan. Pasalnya Iaros pun tak manja dan ekspresif seperti ini pada ayah dan ibunya.

Singkatnya, setelah kehebohan di pagi hari itu, kalian akhirnya piknik di tepi danau istana. Karena cuaca yang lumayan terik, kamu menolak ajakan Iaros untuk naik perahu. Sebaliknya kamu meminta pada pemuda itu untuk menjadi kursi pribadimu. Iaros tentu tidak menolak. Sekarang kamu duduk di pangkuannya sembari menyuapi buah-buahan pada tunanganmu itu.

"Hey," panggilmu pelan.

"Noona, aku punya nama."

"Iaros..."

Pemuda itu menggeleng pelan. "Bukan itu, tapi panggil aku 'sayangku', seperti itu." Kamu terdiam setelah mendengar nada manja pada panggilan itu. Rasanya itu terlalu lebay untuk dilakukan. Tetapi kamu merasa penasaran dengan reaksi Iaros jika kamu memanggilnya seperti itu.

Kamu berdeham pelan dan berkata, "Iaros sayangku."

Iaros terkejut bukan main. Ia sampai tersedak oleh jus jeruk yang ia teguk. Pemuda itu tak menyangka kamu akan benar-benar melakukannya. Padahal ia hanya berniat menggodamu saja.

Jujur saja, suara manjamu itu terdengar cukup seksi di telinga Iaros. Membuatnya nyaris membayangkan hal-hal yang vulgar. Untungnya ia dapat mengendalikan hasratnya dengan baik.

"Setelah kupikirkan, sebaiknya Noona memanggilku seperti biasa saja."

Dahimu mengkerut. Sedikit kecewa karena kamu berharap Iaros akan menyukainya.

Aku menyukainya, tapi sebaiknya panggilan itu harus ditunda dulu demi kewarasanku, batin Iaros.

Suasana lalu hening selama beberapa saat. Kalian berdua hanya memandangi danau yang berisi angsa-angsa putih itu sembari tanganmu menyuapi apel pada Iaros. Jenuh dengan hal itu, kamu akhirnya memanggil nama Iaros lagi.

"Ada apa, Noona?"

"Ayo ceritakan padaku."

Dahi Iaros mengkerut. "Ceritakan apa?"

Tubuhmu berbalik sedikit, menatap Iaros yang tersenyum manis padamu.

"Ceritakan bagaimana kau bisa suka padaku."

"Ah..." Iaros terkekeh pelan. Tak ia sangka kamu akan meminta seperti itu. Ia pikir kamu tak akan penasaran dengan awal mula dirinya yang jatuh cinta padamu.

"Bagaimana menceritakannya ya? Itu sudah sangat lama."

"Ceritakan saja!!" Iaros kembali terkekeh mendengar nada suaramu yang menuntut. Ia pun akhirnya mengiyakan saja keinginanmu itu.

Iaros pun mulai bercerita. Ia menceritakan semuanya tanpa terlewat satu pun detail. Dan selama mendengarkannya, kamu pun beberapa kali tersipu malu. Akhirnya kamu mengetahui alasan mengapa pemuda itu begitu menyukaimu.
.
.
.
.
.
.

Kira-kira apa yaaa?

Lanjut di chapter depan ya

Terima kasih telah membaca ><

Fiancè || Iaros Orona EperantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang