Sabtu, 22 Januari 2022
Selamat membaca dan semoga menikmati 😊
***
"Om, emang gak kerja?" Taran bertanya sambil menatap Karan yang tengah fokus mengemudikan mobil." Sedang jam istirahat," jawab Karan sambil menoleh singkat.
Taran mengangguk paham, dia kembali menghadap ke depan meski terkadang masih mencuri lirikan kepada Karan.
Taran baru merasakan perasaan aneh ini selama dua puluh satu tahun umurnya. Dan, sosok yang membuatnya seperti remaja yang baru pubertas adalah pria dewasa yang mungkin saja menganggap dirinya masih anak kecil.
"Om, sebenarnya umur berapa, sih?"
Karan menoleh sedikit terkejut, sementara Taran membulatkan mata tak percaya bahwa mulutnya mengeluarkan pertanyaan yang bisa saja membuat Karan tersinggung.
"Gak usah dijawab, Om," imbuh Taran cepat.
Karan terkekeh, merasa gemas pada sosok ceria Taran. "Tiga puluh," jawab Karan santai.
Mulut Taran membentuk huruf O tidak menyangka selisih umur mereka terpaut jauh, namun wajah Karan masih terlihat muda.
"Kenapa, awet muda, ya?" tanya Karan dengan nada menggoda.
Taran menyembunyikan senyumannya, dia menggeleng kuat menyangkal apa yang diucapkan oleh Karan, tetapi hatinya sangat menyetujui ucapan Karan yang terdengar seperti membanggakan wajahnya.
"Kayaknya, ini bukan arah menuju rumah kita," gumam Taran. Dia melihat jalan yang dituju berlawanan arah dengan jalan rumah mereka.
"Makan dulu kita, sambil saya kenalkan kamu pada seseorang," jawab Karan.
Tidak bisa dipungkiri, hati Taran berdesir senang. Makan berdua bersama Karan belum masuk ke dalam impiannya namun sudah akan terwujud duluan. Mungkin dirinya memang sudah terperangkap pada pesona Karan saat pandangan pertama.
"Saya lihat tadi ada teman kamu, sepertinya dia mau mengantarkan pulang."
Taran mengangkat kedua alisnya, tidak mengerti siapa yang dimaksud. Karena, berdiri di depan gerbang hampir sepuluh menit tanpa ada tanda-tanda orang yang akan mengantarkan pulang.
"Gak ada."
"Cowok dia," balas Karan. Karena, dia tidak sengaja melihat ke arah pemuda yang berdiri tak jauh dari Taran dan sedang berjalan menuju ke arah gadis tersebut. Namun, pemuda tersebut kalah langkah, saat Taran dengan cepat berlari ke arahnya.
"Gak tau, Om. Mungkin dia memang mau pulang," balas Taran acuh.
"Kamu emang gak punya pacar?" Taran menggeleng, dia merasa Karan ingin tahu lebih jauh tentang dirinya dan itu mungkin saja bagus untuk perkembangan hubungannya dengan pria dewasa itu.
"Padahal, kamu cantik dan ramah."
Taran terdiam, bukan tersanjung dengan apa yang diungkapkan oleh Karan. Tapi, dia merasa apa yang diungkapkan Karan sangat berbeda dengan karakter aslinya yang dingin dan cuek. Kemudian, dia teringat dengan Fiera yang kepo kepada siapa dirinya tersenyum pagi tadi, dan dia sadar dirinya sekarang tengah mengubah karakter tanpa dia kehendaki.
"Hey, kenapa melamun?"
Taran gelagapan, dia menggeleng. "Lapar aja, Om," alibinya.
"Sebentar lagi, kita sampai."
***
Taran turun dari mobil, melihat restoran besar yang akan menjadi tempat makan siang berdua bersama Karan. Dia menahan kedua sisi bibirnya agar tidak tertarik saat selintas khayalan masuk ke dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Neighbor
RomansaCerita untuk yang kesekian kalinya, semoga bisa konsisten. Kedatangan seorang tetangga baru, membuat Taran terpesona dan tanpa sadar telah meruntuhkan sifat dinginnya. Melupakan usianya yang terpaut jauh, Taran dengan ceroboh memberikan seluruh hati...