Dua orang yang sedang berdebat mau telur ceplok apa dadar benar benar ribut dan Matt mulai geram ia menjitak keduanya karena kehadirannya sampai tidak disadari oleh mereka.
"Keluar kalian dari apartemenku"
"Eh Matt kau kenapa, apa yang terjadi Wade tidak cerita ia hanya bilang kau sakit, ya tuhan"
"Resiko pekerjaan, minggir"
Matt menuang air kerongkongannya kering ia tidak menanggapi Wade bahkan menghindari percakapan dengannya.
"Memangnya ada penjahat ya yang nyerang Matt wah aku juga mau menemani dan tidur disini buat merawat Matt"
"Pergi, aku bisa mengurus diriku sendiri, kalian berdua hanya memperburuk keadaanku"
Eh nongol tukang taksi dengan sekotak pizza batal urusan telur namun Matt bodo amat apartemennya mendadadk rame runyam urusannya mereka bakal bikin ribut, benar baru saja masuk kamar suara mereka heboh membuat Matt tidak bisa tidur lain lagi rasa sakit membuatnya mendengus.
■■■■■■
Matt membanting pintu dan berjalan pergi ia merasa lapar dan enggan bergabung dengan mereka dan memasang hoodie ia tidak suka dipandangi ia yakin wajahnya tampak buruk setelah kejadian semalam, suara tongkat yang diketuk mengiringi langkahnya.
Di kafe hari ini ramai dan seorang wanita menyapanya dan menanyai pesanannya.
"Kamu Matt ya?"
Matt mengernyit perasaan ia tidak mengenal siapapun yang mengurus kafe ini dan ini pertama kalinya kemari ini karena agak jauh dari tempat tinggalnya.
"Bagaimana nyonya mengenal saya?"
"Wah benar lebih tampan aslinya dari tv, kamu teman Peter keponakan saya ia cerita banyak tentang kamu"
Oh iya ia lupa ia beberapa kali diwawancara mengenai beberapa kasus dan mulut besar bocah tengik itu pasti sudah cerita kemana mana"
"Maaf nyonya, saya kemari untuk makan sesuatu"
Wanita itu tertawa pelan
"Maaf, makanannya segera siap"
Matt sedang malas berbincang sekarang ia memilih duduk diam ia ingat sesuatu mengenai dimana ia sendiri membunuh wanitanya dan Wade mengangkatnya dari keerpurukannya, kekonyolan Wade lah membuatnya disini sampai sekarang.
Suara piring dan gelas diletakkan serta aroma makanan juga kopi memenuhi hidungnya ia suka aroma itu.
"Selamat menikmati"
"Terima kasih"
May berjalan ia dicolek temannya.
"Apa kau mengenal pemuda itu?"
"Ya ia teman keponakanku Peter, Peter sangat mengaguminya ia pengacar itu lho"
Pergosipan paa pelayan dimulai bahkan setelah Matt perhi mereka masih bergunjing tentangnya dasar emak emak.
■■■■■■
Ia merasa damai tidak ada yang mengganggunya ia memegang lipatan tongkatnya duduk diam suara kebisingan ini membantu banyak ia menikmati sekitar, tangannya mengusap perutnya.
"Maaf, aku hampir mencelakai mu semalam nak"
Seseorang duduk tidak lama setelah ia bicara dengan seorang gadis anak laki laki berlari lergi bermain.
"Kau menemani anakmu juga?"
"Tidak"
Tamat sudah kedamaian Matt orang itu terus mengajaknya ngobrol Matt hingga Matt bangkit dan meluruskan tongkatnya baru orang itu sadar kalau ia buta dan Matt pergi memutuskan pulang sambil tertatih, diapartemen suara cukup sunyi bertepatan Matt sampi hujan turun lebat Peter tertidur disofa dan Wade dan temannya menikmati minuman Wade memangku Peter hati Matt sakit.
"Kau darimana, kau pergi begitu saja"
"Aku bukan urusanmu, urus saja bicar tengik dan kalian bertiga tinggalkan aku sendiri"
Matt mengambil kotak first aid untuk memgganti perban namun ia letakkan lagi ia tidak bisa melakukannya tapi Wade tiba tiba muncul.
"Biar aku bantu"
"Tidak usah, aku tidak butuh bantuanmu"
"Jangan keras kepala"
Matt mendengus ia pergi kekamarnya diikuti Wade, Matt membuka pakaiannya ia meringis saat Wade melepas perbannya.
"Seharusnya kau dirawat dirumah sakit Matt untuk memastikan tidak ada infeksi"
Ia diam tidak menanggapi ucapan Wade hingga saat Wade menyentuh perutnya ia menepis tangan Wade.
"Jangan lagi kau pikir aku akan memberimu kesempatan"
"Aku tahu, aku sudah kehilangan itu sejak kau mengusirku hari itu"
"Sebaiknya kau diam, bocah tengik itu disini"
"Kau menyukainya kan kau selalu mengkhawatirkannya dan bicara dengannya"
"Aku terpaksa, aku sudah tidak tertarik berteman dengan aiapapun"
Wade tersenyum
"Kau selalu mengatakan hal sebaliknya Matt dan terus keras kepala, Peter sangat mengagumimu"
"Bibiknya juga mengatakan hal yang sama"
"Eh kau sudah bertemu May"
"Ya tadi dikafe, anak itu banyak mulut aku rasa ia cocok sekali jadi wartawan karena mulutnya"
Wade terkekeh ia selesai mengganti perban dan bangkit hendak mencium Matt namun Matt memendangnya pas ditempatnya membuat Wade meringis menutup miliknya yang sakit.
"Maaf reflek"
"Ini aset berhargaku, Matt"
Matt bodo amat ia berbaring membelakangi Wade yang masih meringis.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Triangle Love (End)
Randomsaat wade bingung siapa yang harus ia pilih. Note: novel