2 | gara-gara Luka

1.7K 222 24
                                    

Sudah hampir dua jam lebih Rakzhan bermain air di sebuah bak kecil depan rumahnya. Pagi hari sudah hujan sangat lebat sekali, bocah kecil itu asik memainkan air yang mengasikan menurutnya. Menghabiskan banyak waktunya hanya untuk bersenang-senang sendirian.

Aida sudah memintanya agar cepat menyelesaikan waktu bermainnya. Di luar sudah sangat dingin, tapi anaknya justru belum menuruti. Rakzhan sangat gembira dengan permainan sederhananya lewat sebuah air hujan yang terus membasahi tubuhnya itu. Bocah kecil yang sangat menikmati hujan dini hari, tidak memikirkan apa yang akan terjadi nantinya.

Papanya sudah dari tadi subuh pergi jadi tidak tahu apa yang sedang terjadi. Sementara Raksan anak sulungnya itu masih berada di dalam kamar, ia berniat untuk pergi ke sekolah tapi hujan semakin lebat saja. Dan memutuskan untuk tetap melanjutkan tidurnya lagi. Tapi, dia justru tidak bisa kembali tertidur seperti tadi.

Raksan menatap mama dan juga adiknya dari jendela, mereka masih saja di sana padahal hujan dengan hawa dingin membuat orang-orang memilih tetap berada di dalam rumah. Hal yang paling tidak di sukai oleh Raksan adalah air hujan, gemercik dingin itu sangatlah menyebalkan untuknya.

Ujian akhir sekolah akan segera dilaksanakan, itu juga menjadikan alasan kenapa Raksan menghabiskan waktunya di dalam kamar. Ia hanya keluar saat ingin makan ataupun melakukan hal-hal lain. Tidak ada yang menyenangkan dalam kehidupannya itu, Raksan hampir lupa bagaimana rasanya berbahagia.

"Belum lho Ma, Rakjan belum puas," kata anak itu sambil membiarkan tubuhnya terus di guyur oleh air hujan.

Namanya juga anak-anak, mereka pasti akan lebih suka bermain di luar. Apalagi saat hujan seperti ini. Sudah menjadi hal yang paling menyenangkan bagi anak-anak seperti Rakzhan.

Aida tersenyum ia segera membiarkan tubuhnya ikut basah, pakaian yang ia kenakan juga langsung terkena guyuran hujan. Rakzhan tertawa girang sampai akhirnya seseorang membuat lariannya terhenti.

"Masuklah ini hujan entah kapan mau berhenti," ucap Raksan meminum coklat hangat ia buat sendiri. Tadi saat dia memutuskan untuk keluar dari kamar, Raksan sengaja membuat minuman hangat itu untuk di nikmatinya.

"Kakak sini main bareng."

"Main sama kau? Maaf enggak dulu," sahut Raksan mengalihkan tatapannya ke arah lain, malas sekali jika harus bermain bersama seseorang yang sangat di benci olehnya.

Sementara sang mama merasakan kehangatan karena putranya memperhatikan adiknya saat ini. Padahal kan Raksan tidak beranggapan sedemikian. Dia hanya mengatakan sesuatu yang seperlunya dikatakan saja, bukan benar-benar mempedulikannya.

"Masuklah nanti kalo adek sakit mama juga yang repot."

"Mama nanti kalo adek udah mandi buatin coklat hangat kayak kakak ya, adek pengin banget," ujar Rakzhan sambil meloncat-loncat karena penasaran dengan coklat hangat yang kakaknya minum.

"Ikut-ikutan terus!"

Bocah umur 5 tahun itu tidak peduli ia bergegas menuju ke dalam dan menjulurkan lidahnya untuk mengejek sang kakak. Selayaknya bocah tengik yang suka membuat seorang kakak naik pitam, dan itulah Rakzhan. Ya apa boleh buat, Raksan tidak bisa melakukan apapun.

Tapi mau bagaimana pun, Raksan tidak tahu apakah ia menyukai kehadiran Rakzhan sebagai adiknya atau tidak sama sekali. Sejauh ini ia justru semakin membencinya. Mungkin masih banyak yang tidak di harapkannya atas kehadirannya sang adik, dan itu penyebab kenapa Raksan tidak merasakan kebahagiaan atas kehadirannya pula.

Tetap Anak Tunggal [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang