Jika ditanya Raksan lebih suka berada di rumah atau diluar rumahnya, seperti berada di tempat-tempat yang jauh dari keramaian. Ataupun tempat di mana ia tidak bertemu manusia, maka Raksan akan bersemangat sekali menjawab tidak suka rumahnya dengan kata lain ia akan memilih berada diluaran rumah. Ya mau bagaimana lagi, satu-satunya cara untuk tenang hanyalah berada di luar rumah saja.
Mau ada siapapun dirumahnya ia pasti akan tiba-tiba merasakan hal-hal yang membuatnya bersedih. Semuanya jelas sekali berbeda, tidak ada ketenangan yang ada di rumahnya. Raksan benar-benar muak atas segala hal yang terjadi di rumahnya itu. Rumah yang dulunya layak sekali untuk di huni, kini menjadi sebuah bangunan yang enggan untuk ditinggali.
Saat ini Raksan sibuk mengerjakan tugas prakarya yang harus dikumpul minggu depan tidak ada banyak waktu lagi, ia sudah melupakannya sampai membuat waktu semakin menipis. Sebenarnya Raksan sudah mempersiapkannya mulai dari jauh-jauh hari. Tapi namanya terlupa, apa boleh buat.
Raksan dengan telaten menyusun setiap inci yang akan ia bentuk menjadi persegi. Ketika sedang asik-asiknya, suara sumriah milik adiknya terdengar. Raksan tak peduli ia masih melanjutkan kegiatannya dan malas untuk merespon hal yang sedang terjadi. Pada dasarnya tidak ada yang Raksan sukai dari sang adik.
Hingga sosok bocah kecil masuk ke dalam kamarnya sambil meneriaki namanya. Sudah Raksan duga, si pengganggu kecil pasti datang.
"Kakak, adek pengin main bareng."
Rakzhan bukan bocah kecil yang baru bisa belajar lari ia sudah bersekolah dan akan menghabiskan masa-masa di sekolah dasar. Tapi, ia masih berusaha manja meskipun tidak dimanjakan oleh kakaknya sendiri. Rakzhan hanyalah bocah polos, yang beranggapan semuanya sedang baik-baik saja. Tanpa memikirkan jika yang sebenarnya terjadi, tak ada yang membuatnya diperlakukan dengan baik pula.
Saat tatapan kakaknya terlihat tajam menatapnya bocah itu terdiam, dan duduk dengan amat rapi di samping Raksan, ia tidak bertanya sepatah katapun mungkin malas jika harus dimarahi tiba-tiba. Lagian, kakaknya itu pemarah sekali. Rakzhan sangat mengenalinya. Meskipun begitu, tetap saja Rakzhan suka sekali berada di dekat kakaknya kapan saja dan dimana saja.
Tapi setelahnya Rakzhan hanya memperhatikan setiap kegiatan yang kakaknya lakukan sampai akhirnya ia sendiri yang mulai penasaran.
"Kak, coba adek lihat apa yang kakak gambar," pinta Rakzhan.
"Gak usah ganggu sana pergi!" Ketusnya merasa kesal akibat perlakuan adiknya tiba-tiba itu.
Sedangkan bocah itu mengatubkan bibirnya lucu, kakaknya pemarah sekali ia meminta dengan baik tapi marahnya seperti melakukan kesalahan terbesar. Padahal Rakzhan tidak melakukan kesalahan apapun.
Karena malas terus-terusan memperhatikan saja Rakzhan pun berdiri, na'asnya ia tidak sengaja menendang secangkir kopi milik kakaknya. Akibat tumpahan air kopi tadi, semua kertas yang ada di atas lantai basah.
Raksan mendorong Rakzhan yang sedang menunduk menatapi apa yang baru saja ia perbuat. Sial, ia tidak berniat untuk membuat onar ia hanya benar-benar tak sengaja.
"Tuhkan aku juga bilang apa tadi? Kau pikir buat beginian mudah?! Pengganggu banget!" Bentak Raksan suaranya yang lantang terdengar sampai diluar kamarnya.
Mama dan papanya yang mendengar suara lantang Raksan segera menghampiri, menyaksikan apa yang sedang terjadi. Rakzhan yang menahan tangis dan Raksan yang berusaha membuat beberapa kertas tidak basah karena air kopinya itu.
"Ada apa sayang?" Tanya mama yang mendekat.
"Gak usah peduliin aku, sana suruh Luka pergi memang pengganggu."
Mendengar kalimat yang tak pernah diubah oleh Raksan selama bertahun-tahun ini, sang papa akhirnya tidak mampu menahan emosinya lagi. Ia menarik Raksan keluar dari kamarnya, membawa anak itu ke ruangan kerjanya untuk dihakimi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetap Anak Tunggal [✓]
Fiksi Penggemar𝙏𝙖𝙝𝙖𝙥 𝙍𝙚𝙫𝙞𝙨𝙞. Ternyata memang benar seorang kakak itu akan diabaikan jika dia sudah punya adik. Terkadang dia dibiarkan menjalani kehidupannya sendirian, akan dimarahi habis-habisan bila seandainya melakukan kesalahan yang membuat adikny...