Sebuah kekecewaan yang berakhir pada kehilangan. Waktu itu ia berpikir semua tidak akan jadi sefatal ini. Sekarang ia justru menaburkan bunga-bunga berwarna merah pada gundukan tanah tersebut. Sebenarnya bukan ini yang di inginkan, Rakzhan tidak punya kesempatan untuk membahagiakan. Bahkan perkataannya hanyalah sebuah mimpi belaka.
Tangisan terdengar begitu pilu dari seseorang yang menyesal. Telah kehilangan dan tak ada lagi kesempatan yang nyata. Bukan hanya Rakzhan saja, semuanya yang kehilangannya merasakan kesempatan tidak berpihak.
Walaupun hanya sekali tak akan ada yang bisa diperbaiki. Dia berharap ini mimpi buruk, akan tetapi semua telah terjadi sebab ini merupakan kenyataannya. Apakah esok akan segera membaik mesti sosoknya telah tiada. Barangkali itulah yang masih bisa diharapkan.
Tapikan, sudah semestinya tidak akan! Bahkan untuk diperbaiki cukup sulit dibenahi. Yang terjadi maka akan tetap terjadi.
"Kenapa Raksan pergi ninggalin mama secepat ini? Raksan marah sama mama? Maaf kak," ucap mama yang tak henti-hentinya menangis. Dia benar-benar merasakan kehilangan. Kehancurannya juga semakin menjadi-jadi saja.
Sedangkan Rakzhan ia memang tidak menitihkan air mata tetapi tatapannya selalu kosong. Barangkali ia tak mampu mengekspresikan kesedihannya karena ini sulit sekali untuknya, dia saja masih berharap ini hanyalah sebuah mimpi.
Kehilangan merupakan perihal yang amat menakutkan. Apalagi Rakzhan mendengar sendiri akibat kakaknya meninggal, semua terjadi secara tiba-tiba. Tapi efeknya sampai merenggut nyawanya.
Selain memiliki penyakit paru-parunya Raksan juga memiliki kelamahan pada jantungnya. Penyebab utama kenapa ia berakhir semenyedihkan ini. Siapa yang berhak disalahkan? Tentu saja papanya. Pria baya yang kekeuh untuk mengakui kesalahannya saat itu. Rakzhan tidak lagi menegur papanya, dia sengaja melakukannya. Karena semua terjadi karena keegoisan pria baya itu.
Setelah mengetahui jika si sulung telah memilih menyudahi ia sendiri yang merasa amat bersalah. Tapi, tak berguna sama sekali. Semuanya berakhir dengan penyesalan masing-masing. Tidak ada yang bisa perbaikan kan? Maka dari itu. Jadikan sebuah kesedihan adalah penyiksaan.
"Kak, aku bukan anak kesayangan mama papa dan aku bukan juga anak tunggal. Kakak masih disini kan? Jangan pergi gitu aja berbahagialah lebih dulu," lirih Rakzhan yang mestinya tidak didengar oleh siapapun bahkan Daril yang berada tepat disamping kanannya.
Rakzhan sangatlah terpukul, dia kehilangan seseorang yang diam-diam dia jadikan sumber kekuatannya. Rakzhan menyukai banyak hal dari kakaknya. Tapi tidak diberikan kesempatan untuk tetap bersamanya, hingga di akhir hayatnya nanti.
"Secepat ini kak? Apa kakak bahagia? Maaf aku merasakan kesalahan terbesar. Karena aku terlambat kak, aku gak pernah sekalipun ngebuat kakak dibela justru Luka yang membuat semua jadi berantakan."
Dalam kegelapan malam ketika ia ditinggalkan diselimuti oleh hawa dingin yang terus menusuk sampai ke tulang. Menangis tanpa suara, dan kosongnya hati menambah penderitaan tersendiri. Semesta tidak memperhatikan justru semesta bisa saja mentertawakannya. Barangkali semesta telah berbisik pada Tuhan, bahwasanya itu pantas untuk diterimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetap Anak Tunggal [✓]
Fiksi Penggemar𝙏𝙖𝙝𝙖𝙥 𝙍𝙚𝙫𝙞𝙨𝙞. Ternyata memang benar seorang kakak itu akan diabaikan jika dia sudah punya adik. Terkadang dia dibiarkan menjalani kehidupannya sendirian, akan dimarahi habis-habisan bila seandainya melakukan kesalahan yang membuat adikny...