2 I An Instruction

16.5K 440 18
                                    

Terima kasih, atas segala antusiasmenya. 

Baik, mari melangkah ke bab selanjutnya. Selamat membaca :)

***

Mereka tiba di rumah pukul 18:24. Sekali lagi Adam memijat pelipisnya, merasa pening sekali dengan situasi yang terjadi hari ini. Semuanya benar benar kacau. Keinginannya untuk beristirahat dengan santai sepulang kerja, hancur sudah karena harus mengurus seorang anak dari antah berantah. (Bagi Adam, pemuda yang dibawanya tetaplah terlihat seperti anak anak yang tak tentu dan tahu arah).

"Ayo, masuk ke rumah saya!"

Suara Adam tetap mengintimidasi. Pengalamannya telah membentuk Adam menjadi seperti yang sekarang. Tangguh, tak terbantahkan.

Adam lalu berjalan menuju pintu rumah dinasnya dan beberapa saat setelah dia masuk, dia bingung, kenapa pemuda itu tak mengikuti langkahnya. Jangan jangan anak itu kabur! Begitu pikir Adam. Ini gak bisa dibiarkan. Langkah kaki Adam memelesat balik lagi ke mobil lalu mengecek pintu belakang tempat pemuda itu seharusnya berada. Kalau tidak ada di dalam, Adam pikir belum terlambat untuk menyusul dan menemukan pemuda itu. Dia sudah berjanji akan menghukum pemuda ini lebih keras, kalau ketahuan dia melarikan diri.

Napas Adam memburu sesaat setelah membuka pintu mobil. Di sana, ternyata pemuda itu masih duduk di tempatnya. Melihat wajah Adam yang terlihat sangat emosi, membuat wajah pemuda itu semakin merengut.

"KAMU ITU KENAPA? BUDEG, HAH?! SAYA SUDAH BILANG IKUTI SAYA MASUK KE RUMAH. KENAPA MALAH DIAM DI SINI?!"

Suara Adam gak bisa ditahan lagi. Kalau sedari tadi selama di jalan dia menahan diri mati matian demi menjaga image-nya di depan umum, tapi kali ini ... saat dia berada di tempat yang dia sangat berkuasa atas banyak hal tanpa perlu merisaukan pendapat orang lain –mengingat rumah tetangga juga berjarak agak jauh dari rumahnya--, membuat Adam merasa bebas melakukan apapun yang dia inginkan. Termasuk memarahi anak di depannya yang tidak nurut atas perintahnya.

Bawahannya di kantor saja sudah pasti lintang pukang kalau Adam sudah memanggil, tapi kok bisa bisanya anak ini malah duduk santai setelah dia dengan sangat jelas mendeklarasikan perintahnya? Ini gak bisa dibiarkan!

"Ng ... a-anu Pak, ng ..."

Ragu ragu pemuda itu ingin menjawab pertanyaan Adam, meski dipenuhi ketakutan di seluruh dirinya.

"KENAPA, HAH?! Mau ngomong apa kamu?"

"Sa-saya gak tahu cara buka pintunya, Pak!"

Ck! Adam melupakan skenario kalau pemuda di depannya adalah seorang pengemis, yang kemungkinan besar tidak pernah sama sekali naik mobil. Sebetulnya kalau di kondisi normal, Adam pasti akan maklum dengan alasan masuk akal yang diberikan pemuda di depannya itu. Namun karena Adam gak mau menurunkan harga dirinya, dia menjawabnya kembali dengan emosi.

"Seharusnya kamu bilang sebelum saya tinggalkan! Salah kamu!"

Tuh kan ... Adam sebenarnya mengatakan sesuatu yang tak seharusnya. Tapi sekali lagi, demi menjaga harga dirinya, dia tetap melimpahkan titik kesalahan pada pemuda di hadapannya itu.

"Ya sudah, turun kamu! Ikuti saya ke rumah!"

Pemuda itu langsung turun takut takut, dan berdiri mengikuti Adam setelah Adam menutup pintu mobil cukup keras. Pemuda itu berjalan agak tertatih mengikuti langkah Adam yang terasa cepat. Bagian kaki kirinya terkena hantaman, entah oleh kaki entah oleh tangan, sehingga dia merasa kesakitan untuk berjalan saat ini. Pengeroyokan tadi hampir membuat seluruh tubuhnya remuk redam.

Pria BeristriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang