Sae duduk di sofa sementara Shiho sudah masuk ke kamarnya. Dia tidak bisa tidur karena tempat itu asing baginya. Sae membuka ponselnya lalu mulai menyetel aplikasi musik. Sebuah instrumen musik mendayu pun terdengar.
Shiho yang belum tidur mendengar musik itu, dia membuka pintu kamarnya dan melihat Sae yang masih terjaga. "Kenapa? Gak bisa tidur ya?" Tanya Shiho.
"Entahlah, aku merasa sedang di awasi." Jawab Sae.
Perkataan Sae memang ada benarnya, Shiho pun selalu merasa sedang di awasi. Namun tidak ingin membuat Sae merasa takut, dia pun berkata. "Itu mungkin hanya perasaanmu saja."
Sae merasa instingnya selalu tepat pun akhirnya menyetujui pernyataan Shiho. "Ya, mungkin. Tapi tetap saja aku tidak bisa tidur."
"Besok kan kita masih sekolah."
"Bagimana kalau kita besok ijin?" Usul Sae.
Shiho memasang wajah serius. "Kenapa kamu suka sekali bolos?"
Sae tersenyum tipis dan dia pun membalas ucapan Shiho. "Kenapa kamu selalu rajin?"
Shiho menepak kepala Sae. "Memang seharunya kamu di awasi."
Berdiri lalu mereka saling berhadapan. "Aku akan sangat senang di awasi kamu."
Wajah Shiho bersemu merah. Dia pun mendorong Sae. "Cuci otakmu sana!"
"Aaaw..." Sae terjatuh ke samping sofa, punggungnya mengenai sudut sofa. "Sakit." Keluhnya.
Merasa bersalah Shiho pun segera membantu Sae berdiri. "Mana yang sakit? Apa ini sakit?" Tanyanya berulang kali.
Sae tersenyum tipis namun saat Shiho melihatnya dia pura-pura merintih kesakitan. "Ini sakit sekali." Dia mengelus punggungnya.
Shiho memeriksanya lalu mengelus punggung Sae. "Ini?"
Sae mengangguk.
"Aku pijit ya." Kata Shiho yang hendak membuka t-shirt Sae.
Sae merasa kaget karena Shiho hendak melepas bajunya. "A, tidak usah." Katanya lalu dia menekan erat ujung t-shirtnya.
Shiho malu karena perbuatannya, dia sempat terdiam sesaat. "A... Aku ambilkan obat pijit ya."
Sae tidak melarang Shiho. Sae mengelus dada kirinya. Dia hanya tidak ingin Shiho melihat bekas lukanya saja.
Shiho kembali dengan krim pijat di tangannya. "Berbaliklah, aku akan oleskan."
"Tidak usah." Sae menolak.
Shiho kali ini tidak menerima penolakan, dia duduk di samping Sae lalu membuatnya menghadap depan. Tanpa membuka t-shirt Sae, Shiho mengoleskan krim itu di punggung Sae. "Di sini?" Tanya Shiho.
"Ya." Jawab Sae.
Shiho dengan lembut mengoleskan krim lalu memijatnya perlahan. Sae bingung dengan sensasi yang dia rasakan. Bulu kuduknya berdiri lalu di mengepalkan tangannya, dia berusaha menekan paha nya dengan kuat. Setiap kali Shiho memijatnya Sae merasakan hal yang sama. "Ada apa denganku?" Tanyanya.
Shiho tidak merasa ada yang salah, dia pun kembali memasukkan tangannya ke dalam t-shirt Sae dan mulai memijit kembali. "Apa sudah baikan?" Tanyanya.
Sae mengangguk. "I... ini sudah malam, pergilah tidur."
Shiho pun menjawab. "Baiklah, aku akan tidur. Selamat malam."
Tanpa menoleh Sae menjawab. "Ya, selamat malam."
Setelah yakin Shiho sudah masuk ke dalam kamarnya, Sae pun segera masuk ke dalam toilet. Dia tidak mengerti kenapa reaksi tubuhnya seperti itu pun terkejut saat membuka celananya. "Kenapa dia mengeras?" Pikir Sae. Sae berusaha membuat kemaluannya kembali normal pun di buat bingung. "Bagaimana pun kamu harus tidur lagi." Sae memaksakan agar alat kelaminnya menunduk pun akhirnya menyerah. Dia merasa aneh dengan dirinya namun saat dia kembali mengingat perasaan dia saat di pijat Shiho membuat cairan dalam dirinya keluar dengan hebatnya.
Sementara itu di kamar Shiho. Shiho terduduk di lantai, dia melihat telapak tangannya. "Kenapa seluruh tubuhku hangat?" Pikirnya. "Apa yang salah denganku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Rose
RandomKisah rumit sebuah hubungan, seperti benang kusut yang sulit di urai. Menampilkan sosok berwajah dua yang menyeramkan namun tetap di pandang sebagai Mawar Merah padahal dia memiliki warna lain.