"Duh, aku bisa di marahin Rei." Sae menggaruk kepalanya. Surat panggilan itu di masukkan ke dalam tasnya. "Terserah deh. Aku bingung." Ia memasuki rumahnya.
"Rei... Jangan begini. Nanti di lihat Sae."
Sae mendengar suara wanita yang tidak asing lagi baginya. "Sharon sudah pulang." Hatinya gembira lalu dia membuka pintu ruang kerja sang Kakak. "Sha..." Sae terdiam. Dia melihat Sharon yang duduk sedang memeluk Rei.
Sharon hendak melepaskan pelukan Rei tapi Rei memeluk erat tubuh Sharon.
"Rei..."
Sae melihat itu lalu dia pergi meninggalkan mereka. "Bikin moodku tambah jelek aja."
"Biarkan anak itu." Rei mengecup leher Sharon.
Sae adalah seorang remaja sekolah menengah atas, dia terkenal karena kenakalannya. Beberapa kali di panggil kepala sekolah tidak membuatnya jera. Seolah ada kesenangan sendiri saat dia melakukan kejahilannya. Kali ini dia akan benar-benar di skors jika tidak mendatangkan wali nya. Mood nya tanah buruk ketika melihat Rei dan Sharon bermesraan.
Rei, kakak Sae. Satu-satunya wali Sae. Orang tua mereka meninggal, kabarnya karena kecelakaan. Rei dan Sae tidak mengetahui penyebab pastinya. Rei bekerja bersama Sharon. Sae selalu bertanya apa pekerjaan mereka tapi Rei selalu mengalihkan topik pembicaraan. Rei terpaut usia sepuluh tahun di atas Sae.
Sharon, kekasih Rei. Selalu berpergian bersama Rei, terkadang dia pun pergi sendiri. Sharon mengasihi Sae layaknya adiknya sendiri tapi Sae menganggapnya lain. Sharon blasteran, dengan mata berwarna biru dan rambut pirangnya dia nampak mempesona di mata Sae.
Sae tiduran di kamarnya.
"Knok... Knok..." Sharon berdiri di depan pintu kamar Sae.
"Masuk saja." Teriak Sae.
Sharon masuk ke kamar Sae. Dia langsung duduk di samping Sae. "Ada apa Sae?." Tanya Sharon.
"Ada surat panggilan." Sae memberikan sebuah amplop kepada Sharon. "Sepertinya dia akan marah besar."
Sharon melihat wajah Sae, dia mengelus pipi remaja itu. "Kenapa kamu selalu berbuat ulah?." Sharon membacanya.
Sae sangat menikmati waktu berduaan dengan Sharon. Matanya tak henti memandang kekasih kakaknya itu.
Surat itu dimasukkan lagi ke dalam amplop. "Aku akan datang sebagai wali mu."
Sae senang mendengarnya. "Benar?."
Sharon mengangguk. "Tapi rahasiakan ini dari Rei."
Sae memeluk Sharon. "Sharon memang wanita terbaik."
Sharon mengelus punggung Sae.
Esokan harinya.
Sae sedang belajar di ruang kesenian. Mereka di ajarkan untuk melukis.
Shiho teman sekelas Sae melukis dengan serius.
Sae melirik canvas milik Shiho. "Wa... Jelek."
Shiho menatap tajam. "Jangan menyontek."
"Memang ini pelajaran matematika? Lukisan tidak bisa di contek." Sae bicara perlahan.
Sharon tiba di sekolah Sae. Dia langsung di antar masuk ke ruang kepala sekolah.
Kepala sekolah terlihat ramah dan memberikan saran agar Sae lebih di perhatikan. "Ya, mungkin Sae nakal karena kurang perhatian di rumah." Begitu katanya.
Sharon menerima saran itu.
Mereka berbicara cukup lama di kantor kepala sekolah.
Sementara itu.
Sae masih memandangi canvasnya yang masih putih. "Aku tidak ada ide." Pikirnya. Sae menengok keluar jendela. Dia melihat Sharon di antara kepala sekolah keluar gedung. "Dia sudah datang ternyata." Pikirnya. Tangan Sae mulai memegang pensil lalu dia menggambar pola di canvas itu.
Shiho melihat hasil lukisan Sae. Matanya terbelalak, kakinya lemas lalu dia jatuh terduduk di belakang Sae.
Sae menoleh, dan kejadian selanjutnya teman sekelasnya panik karena melihat Shiho seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Rose
RandomKisah rumit sebuah hubungan, seperti benang kusut yang sulit di urai. Menampilkan sosok berwajah dua yang menyeramkan namun tetap di pandang sebagai Mawar Merah padahal dia memiliki warna lain.