Kisah rumit sebuah hubungan, seperti benang kusut yang sulit di urai. Menampilkan sosok berwajah dua yang menyeramkan namun tetap di pandang sebagai Mawar Merah padahal dia memiliki warna lain.
"Apa yang terjadi?." Sae mendekati Shiho lalu membantunya berdiri. "Kenapa jatuh seperti itu? Kamu tersandung?."
Teman-teman melihat kejadian itu lalu mendekati Shiho.
"Waaaa... Lukisan Sae terlihat persis seperti asli." Salah satu teman berteriak kagum melihat lukisan Sae.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(Nyomot Gambar by LucaHennig - deviantart)
"Shiho kamu baik-baik saja?." Tanya Sae.
"Aku mau ke UKS." Jawab Shiho.
"Pak, saya antar Shiho ke UKS ya." Sae meminta ijin Pak Guru.
"Ya." Jawab Pak guru.
"Wa... Modus tuh modus." Teriak salah satu teman Sae.
"Hei kamu, kerjakan lukisannya." Pak guru menegur.
"Ya. Pak."
Sae mengantar Shiho.
"Aku sudah bilang kamu pergi saja. Aku bisa sendiri." Kata Shiho sambil jalan memegangi tembok.
"Cih..." Sae memegang lengan Shiho lalu memapahnya. "Jika aku dalam dongeng mungkin aku akan menggendong mu sampai UKS." Katanya.
Shiho tersenyum mendengar perkataan Sae.
Di UKS.
"Jawab dengan jujur. Apa yang terjadi padamu? Bagaimana kamu terjatuh." Sae bertanya karena dia tidak melihat wajah Shiho yang terkejut melihat lukisannya. "Apa lukisan ku terlalu bagus?."
Shiho berpikir. "Aku tidak bisa mengatakan kalau dia melukis seseorang yang telah membunuh kakakku." Dia melihat Sae. "Ya. Aku tidak menyangka lukisanmu bagus."
"Setidaknya ada satu hal yang bisa ku lakukan." Sae bangga pada dirinya sendiri. "Tapi Shiho, apa kamu pikir aku bisa mempercayai itu?." Sae duduk di hadapan Shiho lalu dia menatap wajahnya. "Kita berteman sudah lama, apa kamu bisa membohongiku seperti itu?."
Shiho menunduk. Dia berusaha mengalihkan matanya namun Sae dengan kedua telapak tangannya dia menahan wajah Shiho.
"Shiho?."
Shiho tidak mau melibatkan Sae dalam masalahnya. "Aku jujur." Jawabnya dengan tegas.
Sae tidak mau memaksa lagi. "Jika sudah baikan beritahu ya. Aku akan antar kamu pulang." Katanya. Lalu Sae kembali ke kelas.
Shiho melihat kepergian Sae.
Hubungan mereka tidak begitu dekat tapi tidak begitu jauh. Awalnya hanya sebatas tetangga saat mereka kecil. Sampai suatu saat Shiho pindah rumah dan hilang kontak dengannya. Tapi saat SMA mereka kembali bertemu. Shiho menanggapi pertemuan itu biasa saja tapi Sae begitu senang bisa melihat Shiho lagi.
Sae yang nakal bisa jadi penurut ketika Shiho yang menyuruh nya diam. Oleh karena itu para guru sepakat untuk selalu memberikan Sae dan Shiho kelas yang sama.
Sae tahu alasan itu tapi dia tidak mempedulikan nya.
Sore itu.
Sae pulang bersama Shiho.
"Aku tidak minta di antar." Shiho berkata ketus.
Sae melihat jam tangan nya. "Aku sedang ada urusan kebetulan itu di dekat rumahmu."
"Alasan." Shiho menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sae jalan di samping Shiho.
"Kamu ada acara hari Minggu ini?." Tanya Shiho.
"Tidak." Jawab Sae. "Aku akan mengantarmu. Ke pemakaman kakakmu kan?."
"Kamu masih ingat?." Shiho berhenti melangkah.
"Ya. Tahun lalu kan aku yang antar. Kamu menangis saat tidak di beri ijin untuk berziarah ke pemakaman. Waktu itu tepat di hari sekolah. Aku kan yang membawa mu keluar dari sekolah."
"Dia ingat itu." Shiho sesaat terpesona pada Sae.
"Jadi aku bisa bolos sekolah." Sae meneruskan bicara.
"Seandainya ingatanmu di gunakan untuk pelajaran sekolah." Shiho membentak Sae. "Astaga, kenapa tadi aku bisa mengaguminya." Pikirnya.
"Hei, kenapa kamu marah. Apa aku mengatakan hal yang salah?." Tanya Sae.
Shiho jalan dengan cepat. "Jangan ikuti aku !."
Sae tertawa sambil berlari mengejarnya. "Ayolah jangan seperti itu."