Sae dan Shiho lari dari rumah Sae.
"Sudah cukup jauh. Ayo berhenti dulu." Pinta Shiho.
Sae yang masih menggenggam tangan Shiho pun berhenti lalu melepaskan genggamannya. "Nih minum." Sae memberi sebotol air mineral kepadanya.
Shiho mengambilnya lalu meminum seteguk. "Huft ... Haaaah... Aku capek."
"Itu karena kamu di rumah terus. Cobalah keluar untuk jalan." Kata Sae. "Olahraga itu bagus." Sae merenggut botol mineral itu lalu menenggak airnya.
Shiho melihat itu. "Sae itu kan sudah..."
"Aku cuma bawa satu. Haus banget nih." Ujar Sae.
Shiho tidak tahu harus berekspresi seperti apa.
"Ayo kita ke zona main." Ajak Sae.
"Apa tempatnya ramai?" Tanya Shiho.
"Kalau mau sepi ya ke perpustakaan." Jawab Sae.
"..."
Sae menarik tangan Shiho. "Kamu yang ajak aku bolos. Ya, kamu harus menikmati hari ini dong." Sae membawa Shiho masuk ke salah satu mall di kota itu. Mereka pun memasuki wahana permainan di sana.
Banyak mesin game di dalam tempat itu. Shiho nampak asing berada di sana. Tempat yang ramai membuatnya takut. Shiho mendekap erat tasnya.
"Hei..." Sae merangkul bahu Shiho.
Namun karena terkejut Shiho berteriak. "Aaaaaaa..." Lalu Shiho menutup wajahnya dengan tas.
Suara Shiho tidak begitu terdengar karena suara mesin game yang dimainkan terlalu bising. Hanya orang yang di dekat Shiho melirik ke arahnya.
Sae melihat sekitarnya. "Hei, ini aku. Kamu kenapa Shiho?" Tanyanya sambil membungkuk tubuhnya agar dia bisa menatap wajah Shiho.
"A... Aku kira kamu orang asing." Jawab Shiho masih ketakutan.
Sae melihat tubuh Shiho gemetar. "Hm... Yaudah deh, kita keluar saja." Ajaknya.
"Tapi ..."
"Kita main nya lain kali aja." Kata Sae.
Shiho mengangguk setuju.
Mereka pun keluar dari arena itu.
"Apa di sini ada toko buku?" Tanya Shiho.
Suara Shiho terlalu kecil sampai Sae tidak mendengarnya.
Shiho menarik lengan baju Sae. "Sae..."
Sae menyadari bajunya di tarik, dia pun menoleh. "Ada apa?" Tanyanya.
"Di sini ada toko buku?"
Sae mendekatkan wajahnya. "Suaramu terlalu kecil. Kenapa?" Tanyanya lagi.
Terkejut karena wajah Sae terlalu dekat dengannya. Shiho pun mundur selangkah. "Aku tanya apa ada toko buku di sini?" Katanya untuk ke sekian kali.
"Oo..." Sae berdiri tegak. "Ada di lantai 7." Jawabnya. "Mau kesana?"
Shiho mengangguk.
"Ayo." Dengan ringannya Sae merangkul bahu Shiho. "Kita naik lift aja ya."
Shiho tidak menolak.
Di dalam lift. Hanya ada mereka saat naik lift itu.
"Sini dekat aku. Nanti kalau hilang susah di cari." Kata Sae.
Shiho menatap sinis Sae. "Emang aku anak kecil."
"Badanmu, suaramu ya kaya anak kecil." Kata Sae lalu dia tertawa.
Shiho melirik tajam ke arahnya.
"Ops,... Maaf." Sae mengangkat tangannya.
Lift berhenti di lantai 3. Pintu terbuka lalu segerombol orang masuk ke dalam lift.
Sae menarik tangan Shiho lalu mendekatkan tubuh Shiho di dinding lift.
Shiho melihat wajah Sae.
Orang-orang mulai masuk lalu berdesakan di dalam. Sae dengan tangannya menahan dorongan dari orang-orang, agar memberikan ruang kepada Shiho. Namun karena masih ada yang masuk, Sae pun tidak tahan dan akhirnya berdesakan dengan Shiho yang ada di dekapannya.
"Astaga..." Sae masih bisa menahan tubuhnya agar tidak mendesak Shiho.
Shiho bisa merasakan nafas Sae. Wajahnya begitu dekat dengan tubuh Sae. Dia terdiam memperhatikan wajah Sae.
Sae menaikkan alis. "Apa?" Bisiknya.
Shiho menggelengkan kepalanya. "Tidak apa."
Sae tersenyum. "Sebentar lagi kita sampai.
Cukup lama merek berdesakkan dan akhirnya terasa lega setelah beberapa orang turun dari lift.
Sae menghela nafasnya saat mereka keluar dari lift.
"Gile, panas banget." Sae membuka jaketnya. "Padahal cuma naik ke lantai 7 doang."
Shiho hanya memperhatikan Sae bicara.
"Kenapa?" Tanya Sae.
Shiho tersenyum lalu dia jalan mendahului Sae.
"Huft... Dia itu lebih suka buku, wajahnya kenapa sumringah saat lihat toko buku."
Mereka pun masuk ke dalam toko buku. Karena Sae memang tidak menyukai buku, dia hanya jalan di belakang Shiho sambil memperhatikannya. Sae mengelus bahu kanannya. Dia mengingat saat di dalam lift, karena dorongan dari orang lain yang menaiki lift itu beberapa kali Shiho tak sengaja mencium bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Rose
RandomKisah rumit sebuah hubungan, seperti benang kusut yang sulit di urai. Menampilkan sosok berwajah dua yang menyeramkan namun tetap di pandang sebagai Mawar Merah padahal dia memiliki warna lain.