♡HAPPY SANTAP♡
"Bahaya juga kalau ni cewek deket-deket sama Arches. Bisa-bisa Arches nyatain perasaannya sebelum masanya atau bahkan ni cewek yang nyatain duluan. Runyam deh, runyam," batin Meteor tersiksa. Ia mencoba memutar otak selagi Aurora masih berdiri mematung menatap kearahnya.
Meteor menghela nafas panjang, hanya satu cara yang terlintas di benaknya saat ini. Dan cara itu lagi-lagi harus mengorbankan harga dirinya.
"Apa maksud semua ini? Katanya kamu nggak suka lagi sama Meteor, tapi fotonya kamu pajang dimana-mana, kamu nggak percaya sama omongan aku waktu itu?" tanya Meteor dengan mimik wajah mendramatisirnya. Jika Magma dan Samudra ada disini, sudah pasti ia akan menjadi sasaran bulan-bulanan duo kembar tersebut.
"Nggak, enggak kok. Kamu kan tahu belakangan ini aku jarang banget tinggal di apartemen, ini aku minta kamu kesini juga buat bantu-bantu ngebersihin apart aku."
Meteor menaikkan sebelah alisnya, mana ia tahu jika Aurora sudah jarang tinggal di apart.
"Kamu nggak percaya sama aku?" Sekarang gantian Aurora yang menatap Meteor dengan mimik mendramatisirnya.
Melihat gestur wajah yang diciptakan Aurora, Meteor hanya bisa menghela nafas tak berdaya.
"Iya iya, aku percaya," ujar Meteor dengan nada tak ikhlasnya. Ia belum bisa sepenuhnya memberi kepercayaan kepada omongan Aurora, bagaimanapun juga ia harus tetap waspada.
"Hah, makin sayang deh. Langsung tidur aja yok, besok kita jogging ya," ajak Aurora seraya bergelayut di tangan Meteor.
Meteor hanya mengiyakan dengan senyuman kikuk. Risih? Tentu saja. Mungkin jika yang berada di posisinya sekarang adalah Meteor 'jadul si Budak cinta', sudah pasti ia akan bersorak kegirangan seolah mendapat jackpot. Namun sayangnya yang berada di posisinya sekarang adalah dirinya, si Meteor yang sudah tak lagi membuka hati untuk perempuan manapun.
••••••
Meteor menatap langit-langit kamar apartemen Aurora, di sebelahnya, Aurora tampak sudah bergelung nyaman dengan selimutnya, dengkuran kecil yang terdengar menandakan jika ia sudah tertidur pulas.
Lama bermenung, Meteor akhirnya memutuskan untuk keluar dari apartemen Aurora, ia merasa tak nyaman jika harus tidur seranjang dengan Aurora.
Meteor berjalan pelan di sepanjang trotoar, mencoba meresapi rasa dingin dini hari yang menusuk pori-pori. Suasana sekarang membuatnya merasa dejà vu, suasana di hari terakhir saat ia berada di tubuhnya sama persis dengan saat ini, mengingatnya membuat Meteor terkekeh sendiri, apa yang ia lakukan waktu itu? Berjalan sambil menutup mata? Tentu saja ia tertabrak.
Meteor menghentikan langkahnya, menatap lama ke arah jalanan yang lengang. Tiba-tiba saja ide gila terlintas di benaknya. Jika jiwanya berpindah tempat karena kecelakaan waktu itu, bagaimana jika ia menabrakkan diri sekali lagi? Apa ia akan berpindah tempat lagi?
Meteor mengedikkan bahunya, tanpa pikir panjang lagi, ia pun langsung berdiri di tengah jalan seraya merentangkan kedua tangannya dengan kedua mata yang memejam erat.
Sepuluh menit dalam posisi demikian, ia tak juga merasakan hantaman keras yang dinanti-nantinya. Meteor akhirnya mengintip melihat jalanan, perlahan matanya terbuka dengan lesu saat mendapati jalanan yang kosong melompong. Tentu saja, jalanan ini bukanlah jalan raya, setahunya ini hanyalah jalan tikus nan jauh dari jalan raya.
KAMU SEDANG MEMBACA
METEROVIO [TAMAT]✓
Fantasy[FANTASY STORY] 15+ Meteor Arcches, pria 25 tahun yang berprofesi sebagai bartender di salah satu club malam ternama. Pengalaman masa kuliahnya yang pernah ditolak mentah-mentah oleh perempuan yang ia sukai membuat Meteor menutup hati untuk semua pe...