Part 2 - When I See Your Face

8.1K 127 3
                                    

7 hari sejak ‘hari itu’ adalah hari pertama di tahun ajaran baru yang membuatku senang karena sudah tidak sabar untuk bertemu dengan teman-temanku.  Aku datang lebih awal dari biasanya dan kudapati teman baikku yang sudah berada di dalam kelas. Rupanya dia lebih bersemangat daripada aku. Amelie adalah teman baikku sejak kelas SMP 1. Amelie mempunyai rambut panjang yang berombak, mata belo dengan badan yang mungil. Aku sangat menyukainya karena kami sangat cocok dan tidak pernah bertengkar.

Aku menghampirinya yang sedang bermain Handphone, “Heyy! Amelie..! tumben kamu datang pagi sekali,” kusapa dia dengan memberikan pelukan.

“Hello, ceria sekali kamu hari ini,” katanya tersenyum.

“Haha... Aku sengaja datang pagi karena bisa memilih bangku yang kita mau dengan bebas.” 

Ku ambil posisi tempat duduk yang menurutku paling oke. Tidak terlalu depan juga tidak terlalu belakang.  Aku sangat senang karena kelas baruku ini tidak mempunyai meja kayu seperti biasanya yang harus ditempati dua orang. Kami mempunyai meja bangku mahasiswa yang duduk sendiri-sendiri. Merasa puas dengan tempat dudukku, kutaruh tas dan barang-barangku di kursi-ku itu untuk menandakan bahwa aku sudah mengambilnya.

Karena masih ada sedikit waktu sebelum bel sekolah berbunyi, kuputuskan untuk pergi ke toilet dengan Amelie.

“Bagaimana liburan musim panas kamu, Mel?” Kutanya dia saat kami sedang mencuci tangan kami.

“Hmm, yah, begitulah. Kuhabiskan bersama Carter,” Kata Amelie dengan nada datar. Carter adalah pacar Amelie sejak dua tahun yang lalu. Aku melihat wajah Amelie yang tidak ada ekspresi melalui pantulan kaca toilet.

“Kamu baik-baik saja dengan Carter?” Tanyaku.

“Aku tidak tahu, akhir-akhir ini dia menyebalkan.” Sekarang ekspresi Amelie terlihat sedih sekaligus kesal.

“Ada apa dengan Carter?” Tanyaku sedikit penasaran.

Kriiiiiiiiingg….

Amelie belum saja menjawab pertanyaanku tetapi bel sudah berbunyi. Aduh, bel pelajaran berbunyi di saat yang kurang tepat.

“Hmm, sepertinya kita harus bergegas kembali ke kelas,” kata Amelie yang langsung tersenyum dan berusaha menutupi hati sedihnya. “Aku tidak apa-apa kok. Kamu tidak usah khawatir. Kita harus cerita-cerita kalau kita ada waktu minggu ini. Sekarang, ayo, kita harus ke kelas,” tambahnya. Aku memang cukup khawatir tetapi aku mengikuti perintahnya untuk tidak khawatir. Mungkin mereka baru saja bertengkar. Lalu aku mengikuti Amelie kembali ke kelas.

Kelas kami sekarang tidak terlalu besar karena hanya ada 22 murid yang masih bertahan di sekolah ini. Dengan jumlah bangku yang sekitar 30 bangku, kelas kami jadi terlihat kosong. Walaupun begitu, kami cukup senang ternyata kelas kami yang sekarang terdapat loker-loker di bagian belakang kelas untuk menyimpan buku-buku kami yang seberat batu. Begitu aku dan Amelie sampai di kelas, teman-temanku yang lain sudah duduk di tempat mereka masing-masing sambil mengobrol dengan yang lain. Untungnya, guru pelajaran kami belum sampai di kelas. Aku berjalan ke tempat dudukku, dan kulihat kursi kosong di sebelah kananku yang berjarak sangat dekat. Memang banyak kursi lain yang kosong karena berkurangnya teman-temanku yang pindah sekolah ke luar negeri. 

Namun, tiba-tiba jantungku berdetak dua kali lebih cepat selama sedetik ketika kulihat seorang anak laki-laki dengan wajah tampan, badan bidang, rambut cepak rapih dan mata bulat coklat. Dia adalah Jeremy yang sedang duduk di samping kursi kosong di sebelah kananku itu! Entah kenapa aku jadi kepikiran tentang pembicaraanku dengan Jane pada saat liburan musim panas itu. Dan apa yang pernah kumimpikan tentang Jeremy. Walaupun ada kursi kosong di antara kami tetapi tak kusangka kami bisa duduk sedekat ini. Kuamati dia ketika sedang berbicara dengan temannya yang lain dan kupikir, Ternyata ada ya lelaki setampan ini di kelasku.

Forever and Always (Michelle's POV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang