Misteri Akun Yang Hilang

74 9 9
                                    

Update ulang untuk mahdung

Menjadi setenar ini sama sekali bukanlah mauku, sejak awal yang aku mau hanyalah menjadi penari yang manggung di festival-festival kecil. Kemudian ditonton oleh anak-anak manis bergaun pink yang anggun dan cantik.

Sama persis seperti dulu, ketika aku selalu diajak Mama untuk menonton pertunjukan tari Bude Anggraini di sanggar Lovely. Sampai pada akhirnya ditakdirkan untuk menjadi salah satu penari paling diandalkan oleh sanggar itu.

Popularitas bukanlah tujuan utama, bisa bergerak mengikuti irama saja sudah menjadi hadiah paling menakjubkan dalam hidup. Sayangnya takdir kadang bertingkah lucu, menyeret siapa saja di dalamnya untuk terlibat dengan permainan yang menyenangkan.

Seperti aku contohnya, lulus dari sekolah menengah pertama tiba-tiba dinyatakan lolos masuk ke salah satu sekolah terfavorit, hanya orang-orang tertentu yang bisa masuk dan belajar di sana.

Lagi-lagi takdir terus membawaku hingga terbang jauh ke Spanyol, dan menjadi salah satu penari kebanggaan Indonesia yang setiap malam harus dibalur dengan menggunakan pereda nyeri otot dan nyeri sendi.

Aku tak ubahnya seorang yang jompo, sering sakit pinggang dan betis karena kebanyakan bergerak. Biasanya kalau sudah begini, aku pilih untuk mengistirahatkan seluruh tubuh dengan berbaring. Rebahan seharian, sambil ngebucin pacar sendiri yang wara wiri nampang di berbagai stasiun televisi nasional.

Sayangnya, pagi ini kesenangan menikmati empuknya tempat tidur serta hangatnya selimut harus terusik karena ketukan di pintu kamarku. Diiringi teriakan cempreng khas Christina yang tidak sabaran karena aku masih tak kunjung bangkit dari tempat tidur.

"Untungnya itu, Lo. Kalau orang lain udah gue siram pake saus cabe." Bukannya mengancam, tapi sekali-kali Christina memang harus diberi pelajaran. Dia tahu sendiri kalau aku paling tidak suka ada orang lain mengganggu tidur di akhir pekan.

"Da, Lo lihat dong, buka jendela sekarang udah seterik apa? Masa anak perawan bangunnya siang," omel Christina. Aku kadang-kadang curiga kalau dia itu adalah robot, kemarin habis nari di beberapa lokasi dia masih segar bugar gak kayak aku yang renta ini.

Aku mengernyitkan kening kala Christina membuka gorden, serta merta cahaya langsung menerangi kamar tidur. Memang benar, ini sudah hampir jam makan siang, matahari sudah tinggi dan di luar sangat terik.

Dengan leluasa Christina membuka jendela, kemudian membantu merapikan selimut yang teronggok di lantai. Aku curiga sebenarnya dia bukan penari, tapi ibu rumah tangga. Mama aja kayaknya kalah cerewet sama dia.

"Da, Lo sadar gak, akun Ig Andreas ilang?" tanya Christina.

"Ih gue loh tadi pagi baru aja ngelike postingan dia, masa iya ilang."

Tempat tidur sudah rapi, lalu Christina duduk di sana sementara aku bersiap untuk gosok gigi sebelum lanjut ngobrol.

"Bukan yang centang biru," ungkap Christina, seketika aku panas dingin jangan bilang yang hilang adalah akun dia yang lain, akun dengan followers puluhan dan di privat. Isinya adalah kehidupan normal Andreas bersamaku, hanya di akun itu Andreas leluasa merangkulku saat berswafoto.

Ingin membuktikan ucapan Christina, buru-buru kuambil ponsel, ah, sialan! Ponselnya mati, padahal tadi aku masih bales-balesin chat.

"Na, tolong ambilkan charger," perintahku. Sebelum mengambil benda putih itu Christina sempat memutar bola matanya.

"Hih mager amat, nih! Gue curiga, akunnya ilang karena sengaja dihapus sama Andreas. Gak mungkin ilang begitu aja atau di hack, akun kecil. Kalau yang centang biru ilang, baru tuh karena hacker sedang beraksi." Aku mengambil charger dari tangan Christina sambil berpikir keras.

The Last SongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang