Menari adalah salah satu healing terbaik untuk saat ini. Dengan lembut, aku menggerakkan tubuh dengan penuh perasaan dan penjiwaan yang mendalam. Aku ingin memejamkan mata dan bergerak bebas mengikuti insting dan naluriku, tetapi mata harus selalu mengawasi keadaan sekitar. Ketika menari panca indera kita saling bekerja sama untuk merasakan bahasa tubuh sendiri.
Kurasakan semua gerakan tubuh, mulai dari leher, kepala, kaki hingga mata. Menari itu tentang rasa, ketika sedih maka semua yang sedang menyaksikan gerakan tarianku ikut merasakan kesedihan itu. Pun ketika bahagia, tidak sedikit dari mereka yang ikut menggerakkan kepala dan kaki mengikuti irama dan gerak tubuhku.
Aku mengakhiri gerakan tarianku sebelum musik benar-benar berhenti. Tepuk tangan terdengar bergema dan meriah di aula ini. Senyum puas dan ekspresi kekaguman terlihat dari wajah penonton. Kubalas dengan senyum sangat lebar, dengan anggukkan terima kasih dengan lambaian tangan. Namun mereka tidak tahu, hatiku sedang sedih, aku tidak pernah menyangka kalau ada fase seperti ini dalam proses mencintai. Kekecewaan.
Di belakang panggung, Zhie menyambutku dengan buket bunga tulip putih. Ada sekitar sepuluh tangkai bunga dihias dengan indah, ukurannya sangat pas dalam genggaman tanganku.
“Suka?” tanya Zhie.
“Suka,” jawabku, ya, memang benar suka. Di luar kebiasaan, Zhie memberiku buket bunga.
“Lo makin keren, Da. Gue tadi sampe bertanya-tanya apakah itu lo atau bukan.”
“Yee, emang siapa?”
Zhie tersenyum, kami berjalan menuju ruang ganti. Setelah ini aku, Zhie dan juga Christina akan ngumpul di salah satu cafe dekat gedung pertemuan ini.
“Ini pasti mahal banget, Zhie, tapi indah,” pujiku pada buket dalam genggaman.
“Gak tau berapa harganya,” jawab Zhie.
“Kebiasaan, beli apa-apa tuh gak tanya harga. Sultan, mah, beda!”
“Emang bukan gue yang beli,” tutur Zhie.
Zhie memasuki ruang ganti duluan, aku mengekor di belakang. Di dalam aku tidak membuang-buang waktu untuk berlama-lama. Segera kuganti pakaian setelah terlebih dahulu membersihkan diri tanpa mandi. Orang tua bilang gak baik mandi saat tubuh berkeringat.
“Emang siapa yang beli?” tanyaku, masih penasaran.
“Andreas!”
Hampir saja aku menjatuhkan buket bunga dalam genggaman. Bunga tulip putih melambangkan sebuah kesucian, kepolosan, dan kerendahan hati. Bunga tulip putih ini juga sering dijadikan sebagai simbol permintaan maaf dari seseorang. Andreas meminta maaf, tetapi tanpa pesan tersurat baik dalam pesan WA atau selembar kartu di dalam buket.
“Really?” tanyaku, dengan tampang pura-pura tidak terkejut dan biasa aja.
“Sebenernya yang beli Christina, pake uang Andreas. Dia bener-bener minta maaf buat segalanya, terutama karena gak bisa dateng lihat pertunjukan lo. Andreas ada makan malam sama orang-orang agensi.”
Melihat kesungguhan Andreas untuk meminta maaf meskipun melalui tangan orang lain membuatku merasa bersalah. Tidak seharusnya aku berlarut-larut dan memelihara rasa marah. Benar kata Zhie, semua akan berlalu dengan sendirinya.
“Udah selesai, kan? Hayuk berangkat?” ajak Zhie berdiri mengulurkan tangan. Aku memberikan salah satu tas kepadanya. Perempuan ini tidak keberatan membantu membawa barang bawaanku.
Christina sudah menunggu di cafe, ketika melihat kedatangan kami, perempuan itu berdiri dan melambaikan tangan sebagai petunjuk keberadaanya.
“Ngomong-ngomong, kapan Andreas hubungin lo?” tanyaku. Christina tersedak mendengar pertanyaan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Song
RomanceAndreas lupa, ada hati yang harus selalu dia jaga. Andreas lupa, bahwa hatinya sudah ada yang genggam. Andreas lupa sampai akhirnya genggaman itu hampir terlepas. Di tengah popularitasnya, dia rindu jalan pulang, Andreas memutuskan untuk menyusuri j...