Six : Hal yang baru

62 9 6
                                        

Karena aku baik, dan merasa chapter kemaren" bawang banget.

Jadi kalian bisa bernafas lega dulu, kemudian bisa mempersiapkan untuk chapter chapter berikutnya yang mungkin saja..

WKWK

Happy Reading!

_________________

" Seseorang mudah berubah atau lambat berubah, karena Tuhanlah yang maha membolak balikkan hati seseorang."-

Siapa sangka.. semenjak perkataan Renggana waktu itu...

Keadaan mulai sedikit berubah.

Sudah 3 hari semenjak kejadian waktu itu, aku sekarang sedikit lebih tenang. Eric dan komplotannya telah di D.O dari sekolah, dan mereka bertiga bahkan dilarang untuk masuk ke sekolah lagi. Lelaki itu sempat ditahan oleh kepolisian setempat. Namun ya bisa kalian tebak, Eric tidak dipenjara. Entah kenapa, tapi manusia bajingan itu tidak dibalas hukuman yang setimpal dengan alasan "dia masih remaja."

Dan sekolah pun enggan untuk ikut campur terlalu banyak tentang masalah itu dengan alasan itu bukan urusannya (katanya).

Gila.

Meski begitu, Ketakutanku bisa sedikit menghilang walaupun aku tidak sepenuhnya bisa menghilangkan kejadian itu dalam ingatan. Namun setidaknya, dari kejadian itu, rumor yang sempat hinggap padaku dan Renggana waktu itu kini perlahan lenyap. Mulai hari ini, aku berharap jika suatu saat kehidupan lelaki itu bisa sedikit lebih baik.

Aku memang sedikit tidak percaya dengan apa yang telah terjadi. Ini terlalu cepat. Kebahagiaan ini seolah olah terlalu cepat, seolah olah ada sesuatu yang janggal. Aku tahu, aku mengharapkan jika Ren akan selalu bahagia sekarang dan seterusnya. Namun aku juga sempat berfikir, apa ada yang salah disini?

Namun sekali lagi. Takdir tidak ada yang tahu.

Memang, itu semua terjadi setelah pembicaraan serius diantara aku dan Renggana waktu itu. Saat Mahendra yang datang ke ruangan UKS, kemudian ia tersenyum dan memelukku. Senyum yang sama seperti dulu, yang beberapa hari ini sempat lenyap dari wajah tegas Mahen.

Kami tak luput dari perhatian Renggana kala itu. Tersenyum lembut, menatap pelukan kami yang berada tepat di samping bangsalnya. Dengan lemah, Ia kemudian bersuara. "Akhirnya, kalian kembali juga. Aku senang melihatnya," ucapnya. Lembut seperti biasa.

Alunan suara merdu Renggana, entah kenapa membuat pelukan kami terlepas. Aku masih tetap menangis, mencoba untuk menguatkan perasaanku yang terasa terombang-ambing. Hingga kemudian, tanpa aku duga, Mahendra mengelus pipiku yang berair.

"Jangan menangis. Benar perkataan Renggana. Kamu tidak boleh menangis Aruna," ucapnya, menenangkanku.

Aku sedikit terkejut kali ini, karena nada lembut itu kembali. Senyum yang kini mengembang juga terasa sama. Manis dan menghanyutkan, tanpa ada sebuah amarah yang tersirat. Seolah-olah mengajak kita merasakan bagaimana manisnya seulas senyuman.

Dan sayangnya, satu sisi aku masih tidak mengerti dengan semua yang terjadi kali ini.

Hingga aku yang tengah Sibuk dengan pikiranku sendiri, Mahen kemudian menyadarkan lamunanku dengan mengelus pipiku lembut. "Maafkan aku, aku seharusnya tidak egois."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RENGGANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang