RENGGANA DANUAR SAMANTYA.
Perjalanan berliku, menelusuri garis takdir yang sudah semestinya. Jatuh, bangkit walau terseok. Terseret-seret kenyataan pahit membuat dirinya tak berdaya.
Namun pada akhirnya, sang pengembara takdir akan menemukan tujuan...
Aku menoleh ke arah kakak ku yang tengah mengoleskan selai coklat pada rotinya, langkahku terhenti.
Aku mengangguk pelan mencoba untuk menutupi. "Iya, lagian Aku gak papa kak," kataku kemudian aku duduk di kursi sebelahnya. Melakukan hal yang sama, mengoleskan roti dengan selai coklat dan memakannya. Walaupun aku tidak cukup memiliki niat.
Entahlah. Wajahku mungkin terlihat pucat, dan perutku memang terasa sedikit sakit mengingat aku masih Menstruasi. Mungkin itulah sebabnya aku agak sedikit lemas hari ini.
Pagi ini tak se-semangat biasanya.
Sejak kemarin pikiranku sangat ribut. Aku bahkan tidak bisa tidur, mataku juga masih terlihat merah dan sembab karena menangis. Semuanya membuat kepalaku pecah. Pikiran pikiran sampah yang sama sekali tidak ku inginkan terus menghantam otak bagai batu yang memecahkan kaca. Sejak kemarin malam, WhatsApp ku kini juga masih terus saja berbunyi. Tetapi aku tidak mood untuk membalas pesan siapapun.
"Sayang, itu awas jatuh ke bawah!"
Ah, untung saja. Aku segera kembali menahan selai yang hampir jatuh ke atas rok ku dengan roti. Sementara di sebrang sana, Mamaku dan kakakku sempat terkejut tadi.
"Ah! maaf ma, aku gak liat."
Bereaksi atas kecerobohan ku, Kepala ibuku terlihat menggeleng dengan tangan di pinggang percis seperti emak-emak. "Ya ampun Aruna, kamu tuh ngelamunin apa si dari kemaren? Galauin cowok? Mukamu itu tuh udah kaya benang kusut lho, manyun terus.. "
Aku hanya mendelik mendengar omelan Mama ku, serta tawa yang terdengar dari mulut kakakku.
"Gak tau ni ma, Aruna punya cowok gak bilang bilang, eh pas aku tau dia malah lagi galau, hahaha."
"Ck! Apasih kak!"
"Emang kamu punya pacar Run?"
Ugh, Apa apaan pertanyaan Ayah itu?
"NGGAK YA! Mahen bukan cowok aku!" Aku semakin kesal, sengaja makan roti ditangan dengan tergesa kedalam mulutku. Namun karena terlalu penuh, aku malah tersedak dan tawa mereka semua terdengar semakin kencang.
Sangat menyebalkan.
"Udah, ngapain manyun-manyun gitu! Sana sekolah, nanti kesiangan." Kata mamaku seraya tangannya yang memegang bekal, dimasukkan ke dalam tasku kemudian ia kembali ke tempatnya semula. Aku hanya diam menurut.
"Kakak nganterin aku kan?" Aku menolehkan kepala, bertanya pada kakakku yang tengah memoleskan pewarna di bibir tipisnya itu. Tapi saat mendengar pertanyaan ku, tatapannya malah menyipit dan melihatku sinis. "Dih kata siapa? Kakak ada job! Naek angkot sana!"
"APAAN KAKAK IH!" Aku melotot. Sementara semuanya tertawa lagi.
"Udah Din anterin sana, jangan ngegoda dia terus. Nanti mukanya berubah jadi macan," kekeh pria paruh baya yang berstatus sebagai Ayahku itu.
Aku sedang malas berdebat, jadi aku hanya diam dan menghela nafas berat.
Sementara ibu dan ayahku masih sibuk dengan sarapannya sesekali mengobrol dan saling mengecup satu sama lain, kakakku berdiri setelah ia menyelesaikan urusannya dengan make up. Dan kemudian ia merapikan setelan yang kala itu terlihat sedikit terbuka. Mini dress ketat berundai berwarna hitam yang saat itu terlihat sangat kontras dengan kulit putih kakakku.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.