2

42 6 1
                                    

Januari' 22

-


Lombok Praya International Airport

Tepat pukul sebelas lewat tiga puluh menit Anis mendarat di Lombok. Kedatangannya disambut dengan langit mendung serta gerimis yang mulai turun. Tidak lama kemudian rintik kecil itu berubah menjadi hujang yang kian deras.

Sedikit meleset dari rencana. Harusnya jam sembilan tadi dia sudah sampai jika saja pesawatnya tidak delay. Kini dia tepekur di depan bandara sambil memikirkan rencana selanjutnya. Pasalnya Anis belum memesan penginapan. Niatnya sih dia ingin langsung ke Senggigi sambil mencari hotel di sekitar sana, tapi cuaca berkata lain.

Anis tengah mencari penginapan diponselnya lewat salah satu aplikasi travel ketika seseorang mendatanginya. "Taksi, Mbak?"

Gadis itu mendongak lalu langsung mengangguk tanpa berpikir dua kali. "Boleh, Pak."

"Mau di antar kemana, Mbak?"

"Hmm..." Anis tampak berpikir sebentar. "Cari restoran terdekat aja Pak." Putusnya.

Supir Taksi itu berjalan di depannya sambil mendorong koper milik Anis. "Dari Jakarta ya, Mbak?" Tanyanya ketika mereka sudah duduk di dalam mobil.

"Iya, Pak."

"Saya juga asli Jakarta, Mbak. Tapi merantau kesini eh dapet istri orang sini. Jadi deh menetap di sini." Ceritanya kemudian.

Anis sebenernya sedang tidak ingin mengobrol, tapi dia mencoba menghargai sang Supir yang sudah berusaha bersikap ramah padanya.

"Istri Bapak pasti cantik banget ya sampe rela ninggalin Jakarta." Candanya yang dibalas tawa kecil sang Supir taksi

"Cantik mah relatif, Mbak. Tergantung siapa yang melihat." Jawaban bijak itu langsung mendapat anggukan setuju dari Anis. "Istri saya cuma punya Ibu yang udah sakit-sakitan dan nggak bisa ditinggal. Dia anak satu-satunya jadi cuma dia yang bisa merawat Ibunya. Saya nggak mungkin minta dia untuk pindah ke Jakarta dan ninggalin Ibunya. Jadi pilihan satu-satunya, saya yang pindah kesini. Dua tahun setelah menikah mertua kemudian di panggil Tuhan."

"Turut berduka, Pak." Ucap Anis.

"Kejadiannya udah lama, Mbak. Tapi makasih." Jawabnya dengan sopan. "Tapi saya udah terlanjur jatuh cinta sama Lombok jadi akhirnya kami memutuskan menetap di sini."

Bunyi telpon masuk menghentikan obrolan mereka. Istri yang baru saja dibicarakan oleh bapak supir tadi menelepon. Mau tidak mau Anis mendengarkan percakapan suami istri tersebut karena supir taksi itu memilih menggunakan loudspaker. Dari percakapan tersebut Anis bisa menyimpulkan jika keduanya memiliki hubungan rumah tangga yang harmonis. Tanpa sadar Anis tersenyum kecil, hingga membuatnya tanpa sengaja mengingat Ayahnya di Jakarta. Hanya sebentar, setelahnya Anis segera menggelengkan kepalanya untuk segera mengusir bayangan itu. Jauh sekali, pikirnya.

"Di depan, nggak jauh dari pantai ada restoran enak. Mau ke situ aja, Mbak?" Anis tersentak dari lamunannya. Ternyata telpon mereka sudah berakhir.

"Boleh, Pak." Katanya. "Kira-kira deket sini ada penginapan nggak ya, Pak?"

"Banyak, Mbak. Nanti di depan juga ada hotel." Supir itu berpikir sebentar. "Kalau nggak salah di restoran nanti ada homestaynya juga. Coba nanti Mbak tanya-tanya lagi di sana. Atau mau saya anterin sampai dapat penginapan?"

"Nggak usah pak. Kalau nggak ada nanti saya cari lewat aplikasi aja." Karena diajak ngobrol tadi Anis jadi lupa pada pencariannya.

"Kenapa nggak nyari dari pas masih di Jakarta, Mbak?"

Hujan & Kamu | Johnny Suh (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang