11

17 6 0
                                    

Waktu hampir menunjukan pukul delapan pagi ketika Jonathan menunggu teman-teman dan saudaranya bersiap sambil memanaskan mobil. Serta satu perempuan yang sudah sejak tiga puluh menit lalu mengatakan padanya dalam sebuah aplikasi chat jika dia akan segera datang, namun hingga detik ini kemunculannya belum juga terlihat olehnya. Bubble chat terakhir yang di kirimnya pun adalah tiga puluh menit yang lalu.

Keempat lelaki dengan beda umur itu keluar dari rumah sambil menenteng tas masing-masing. Tidak banyak yang mereka bawa, karena mereka hanya menginap semalam. Jadi masing-masing dari mereka hanya membawa ransel kecil. Bahkan Jonathan tidak membawa tas sama sekali. Dia memilih menitipkan barang bawaannya pada tas Haikal.

"Kak Anis belum sampe Bang?" Tanya Haikal saat sampai di hadapan Jonathan.

"Belum.Tadi sih bilangnya udah siap."

"Coba telepon aja Bang." Usul Rendi.

"Nggak usah. Gue susul aja." Putusnya, kemudian berlalu dan berjalan menuju bangunan yang tidak jauh dari rumah yang di tinggalinya.

Tok tok tok

Jonathan mencoba mengetuk pintu putih di depannya hingga tak lama kemudian terdengar sahutan dari dalam.

"Siapa?"

"Gue."

"Buka aja Jo. Nggak di kunci."

Ketika dia membuka pintunya, Jonathan menemukan Anis tengah berkutat dengan luka-lukanya.

"Kok nyusul ke sini? Gue bilang kan bentar lagi turun."

"Itu anak-anak udah pada nungguin. Tadi lo bilang udah siap. Tapi nggak nongol-nongol, di chat juga nggak bales."

"Sorry. Hp udah gue masukin tas, nggak tahu kalau ada notif soalnya masih gue silent." Jelasnya. "Udah nunggu dari tadi? Gue ganti perban doang kok bentar. Lo ke mobil aja duluan nanti gue nyusul."

Jonathan tidak menghiraukan perintah Anis, dia justru berjalan untuk menghampiri gadis itu. Berlutut di depannya dan menyingkirkan tangan Anis untuk menggantikannya membantu gadis itu mengganti perbannya.

Anis tidak mengelak, hampir dua minggu mengenal lelaki itu membuatnya hapal jika Jonathan bukan orang yang bisa di tolak. Jadi dari pada Anis menghabiskan energinya untuk berdebat di saat masih pagi seperti ini, lebih baik dia menurut saja. Membiarkan Jonathan membantunya.

"Semalem bisa tidur nggak?" Tanyanya di sela kesibukannya meneteskan obat merah pada lukanya.

"Lumayan. Walaupun masih berasa perih tapi masih bisa gue handle. Paracetamol yang lo kasih cukup membantu."

"Paracetamolnya jangan lupa dibawa."

"Aman. Udah gue masukin tas." Jonathan mengangguk puas.

Lelaki itu berdiri setelah merekatkan perban pada lutut Anis dan memastikan perban itu sudah terpasang dengan benar. "Masih ada yang mau di siapin nggak?"

"Nggak ada. Udah, yuk!" Kata Anis lalu menyusul berdiri. Dia mengambil totebag miliknya dan mengikuti Jonathan untuk melangkah keluar kamar.

Saat sudah sampai, seperti yang dikatakan Jonathan jika semuanya sudah menunggu hingga membuat Anis dilanda rasa tidak enak hati. "Maaf ya nungguin lama." Ucapnya.

"Santai Kak. Masih pagi kok, jalanan juga masih sepi. Perjalanan kita juga nggak jauh-jauh banget." Haikal menenangkan Anis.

"Yaudah yuk pada masuk mobil." Ajak Tyo.

Jonathan berjalan ke arah kemudi di susul yang lain mulai menempati kursi masing-masing. Anis masuk setelah Haikal dan Rendi duduk dengan nyaman di kursi paling belakang.

Hujan & Kamu | Johnny Suh (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang