4

29 4 0
                                    

Awan gelap menggantung di langit sore itu. Mendung merayap menghantarkan hawa dingin di sekitarnya. Desau angin terdengar lembut di telinga, menerbangkan beberapa helai rambut Jonathan kala pria itu turun dari mobilnya. Desah napas berat keluar dari bibirnya saat kakinya sudah menjejak tanah.

"Lo nggak harus ngelakuin ini kalau lo belum siap, Bang."

Tidak menjawab ucapan Haikal, Jonathan hanya menepuk pundak sepupunya itu sambil tersenyum kecil. Sorot matanya seolah mengatakan jika dirinya baik-baik saja. "Tunggu sini aja. Gue nggak lama kok." Usai mengatakan itu Jonatahan berlalu dari hadapannya. Melangkah ke depan dengan bahu tegap yang Haikal yakini tak sekokoh kelihatannya. Haikal tahu Abangnya itu sedang berusaha kuat dihadapannya.

Dari tempatnya berdiri Haikal memperhatikan Jonathan yang menghampiri salah satu makam di sana. Meletakan buket bunga yang sudah laki-laki itu siapkan dari rumah di depan batu nisan yang terukir nama seseorang di atasnya.

Haikal tidak tahu apa yang dikatakan Jonathan di depan makam itu. Tapi Haikal yakin jika Abangnya itu menangis, karena dia bisa melihat saat Jonathan menyeka matanya tadi. Haikal menghela napasnya melihat kondisi Jonathan yang ternyata sampai saat ini belum sepenuhnya baik-baik saja. Pada akhirnya Haikal sadar, Jonathan mungkin memang tidak akan kembali menjadi Jonathan yang sebelumnya. Sebagian diri Jonathan yang hancur akan tetap ada disana.

Jonathan menepati janjinya, tidak membutuhkan waktu lama dia sudah berjalan kembali menuju Haikal. "Yuk, pulang. Udah mau ujan."

"Gua aja yang bawa mobil ya, Bang."

"Lo udah ada SIM emang?"

"Baru jadi seminggu yang lalu. Abis dapet KTP langsung bikin SIM bareng sama Rendi."

"Yaudah, nih!" Jonathan melempar kunci mobilnya pada Haikal yang langsung ditangkap dengan sempurna.

Sepanjang perjalanan Haikal membiarkan Jonathan larut dalam pikirannya. Haikal paham, Jonathan pasti membutuhkan ruang dan Haikal memberikannya dengan tidak mengganggunya. Sesekali Haikal melirik ke samping, mencuri pandang untuk mengetahui apa yang tengah laki-laki itu lakukan. Jonathan hanya menyandarkan kepalanya pada jok mobil sambil memejamkan mata. Kira-kira apa yang lagi Bang Jo pikirin? Tanya Haikal dalam hati.

"Bang, mampir beli gelato dulu ya. Ada kedai gelato baru buka, gue pengen nyobain." Haikal berujar hati-hati.

"Heem." Jonathan hanya bergumam tanpa membuka matanya sama sekali.

Usai mendapatkan persetujuan dari Jonathan, Haikal pun melajukan mobil mereka ke arah yang ingin ditujunya.

Menempuh perjalanan hampir tiga puluh menit lamanya, akhirnya mobil mereka sampai disalah satu kedai gelato di daerah Mataram. Haikal memakirkan mobilnya tidak jauh dari pintu masuk.

"Lo mau nggak, Bang?" Tanya Haikal sebelum keluar dari mobil.

"Beliin buat Rendi sama temen-temen gue aja." Ucap Jonathan sambil mengulurkan beberapa lembar uang pada Haikal.

Setelah menerima uang dari Jonathan, Haikal langsung ngacir keluar. Tidak sabar untuk membeli gelato yang diidam-idamkan sejak beberapa hari lalu. Kedai gelato ini sedang happening dikalangan anak muda. Karena baru buka kedai itu masih ramai dikunjungi, Haikal bahkan tidak melihat adanya bangku kosong di sana. Untungnya saat itu antrian tidak terlalu panjang. Hanya ada empat orang yang sedang menunggu giliran dan Haikal menjadi orang terakhir dalam antrian tersebut.

Langit semakin gelap diluar sana, sepertinya hujan akan turun tidak lama lagi. Tapi cuaca itu tidak membuat para pengunjung kedai beranjak dari tempat mereka. Mereka tetap santai dengan aktivitas masing-masing. Pada kenyataannya hujan hanyalah hujan, bagi sebagian orang cuaca buruk tidak membuat hari mereka juga ikut buruk. Meski bagi sebagian lagi hujan bisa menjadi kehancuran untuk yang lain. Haikal menoleh ke belakang, melihat ke arah mobilnya terpakir sebelum akhirnya dikejutkan oleh panggilan pelayan di depannya.

Hujan & Kamu | Johnny Suh (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang