Waktu masih menunjukan pukul enam pagi kala tidur Yuda terpaksa terganggu karena suara dering dari ponselnya. Berniat ingin mengabaikannya tapi dering itu tak kunjung usai. Lelaki itu mengerang kesal. Dengan mata masih terpejam dia meraih ponsel yang berada tak jauh dari posisi tidurnya dan mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Yud, Anis belum ada kabarin gue."
Yuda menjauhkan ponselnya dari telinga untuk melihat siapa yang meneleponnya. Setelahnya lelaki itu mengerang kesal. "Lo pagi buta nelpon gue cuma buat ngasih tahu gitu doang? Ya mana gue tahu. Gue bukan emaknya."
"Coba tolong di cek, Yud."
Yuda mengacak rambutnya frustasi. "Lo berdua yang pacaran kenapa jadi gue yang ribet sih? Recokin si Tyo coba sekali-sekali."
"Gue minta tolong, Yud. Lo perhitungan amat sama temen sendiri. Yaudah kalau lo keberatan gue minta tolong Tyo aja."
"Iya-iya gue tolongin. Nggak usah kayak cewek, baperan." Sungutnya. Di seberang sana diam-diam Jonathan tertawa puas.
"Sekalian beliin cewek gue sarapan. Udah gue transfer duitnya."
"Cewek gue-cewek gue. Nggak usah ngaku-ngaku kalau ditembak aja belom."
"Berisik. Gue tunggu laporannya." Kemudian Jonathan mematikan sambungannya begitu saja.
"Kalau nggak inget temen udah gue tebas kepala lo." Sungut Yuda sambil menatap layar ponselnya yang sudah mati.
Lelaki itu mencari kontak Anis di ponselnya, mencoba untuk menghubunginya namun panggilannya masuk ke pesan suara. "Nih anak dari kemaren kenapa sih? susah amat dihubungin." Gumamnya.
***
Weekend selalu menjadi kegiatan rutin Rena untuk lari pagi. Anis masih tidur ketika dia pergi tadi. Dirinya memutuskan untuk tidak mengajak sahabatnya itu, dia ingin membiarkan gadis itu istirahat lebih lama.
Rena menyelesaikan olahraga paginya setelah hampir dua jam dia berlari mengelilingi taman apartemennya. Gadis itu menemukan punggung seseorang yang di kenalnya tengah berdiri di meja resepsionis kala dirinya berjalan memasuki lobby. Tadinya dia ingin melewatinya saja, tapi entah apa yang menggerakan kakinya untuk menghampiri pemuda itu dan menepuk pundaknya hingga menemukan wajah terkejut Yuda saat melihat dirinya.
"Ngapain?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Kebetulan banget ketemu lo di sini. Anis masih di apartemen lo?" Rena mengangguk. "Hp-nya nggak bisa di hubungin lagi. Cowoknya khawatir, nanyain ke gue mulu." Yuda mendapati wajah gadis di depannya seolah tak suka dengan kalimatnya.
"Seinget gue Anis belum punya cowok tuh." Rena berujar dingin.
Yuda menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. "Calon deh calon. Atau apalah namanya."
"Temen lo sekhawatir itu?" Rena ingin memastikan. Tatapannya benar-benar tajam membuat Yuda sedikit ciut di buatnya.
"Y-ya... iya?"
Anis menghela napasnya. Setelah berpikir beberapa saat dia mengajak Yuda menuju sofa yang ada di lobby, tempat biasanya tamu penghuni apartemen menunggu.
"Sini! gue mau ngomong."
Yuda pun mengikuti gadis itu hingga keduanya duduk berhadapan.
"Tolong bilangin ke Jonathan, untuk sekarang sampai mungkin beberapa hari ke depan dia bakal susah buat hubungin Anis."
Kedua alis Yuda bertaut, dia kebingungan. "Kenapa?" tanyanya tak mengerti.
Rena menggeleng. "Gue nggak bisa cerita detailnya karena bukan kapasitas gue. Intinya Anis lagi nggak baik-baik aja. Gue minta temen lo buat ngertiin. Anis lagi nggak bisa diganggu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan & Kamu | Johnny Suh (On Going)
Romance"Eh, Ren. Menurut lo bang Jo tuh mestinya cari pacar lagi nggak sih? Biar nggak galau terus." "Ya menurut lo aja. Masih belum move on gitu gimana dia bisa nerima orang baru?" "Iya sih."