Naruto mengistirahatkan kepala di sandaran bangku besar miliknya. Ia membuang nafas panjang setelah mendapat ancaman dari anak sulung kesayangannya itu.
Matanya melirik foto keluarga kecil yang menjadi sumber kekuatan dan kebahagiaannya. Kematian kedua orang tuanya ketika Naruto baru lahir menimbulkan spekulasi bahwa ia merupakan anak pembawa sial. Bukan sekali dua kali Naruto harus menerima tatapan kebencian dari orang-orang disekitarnya.
Ia tidak mengerti apa salahnya, bertahun-tahun ia terus berusaha melakukan hal hebat agar mendapat kebahagiaan, tetapi ternyata keberadaan keluarga kecilnya lah yang mampu membuat Naruto memahami pengertian kebahagiaan sejati.
Hal itu membuatnya tumbuh menjadi orang yang mampu melihat rasa sakit di hati orang lain hanya dengan menatap matanya. Mata sedih itu juga bisa Naruto rasakan di diri Kawaki. Namun, ia kembali teringat perkataan Boruto.
'Akan aku tunjukkan permainan apa yang kumainkan bersama Kawaki, Tou-chan.'
Naruto begitu ingin menolong anak itu, sama seperti ketika ia mampu mengeluarkan sahabatnya—Sasuke dari kegelapan. Kini sahabatnya itu mampu untuk bahagia bersama keluarga kecilnya.
Dipijatnya pelipis pelan sebelum suara Shikamaru—sang asisten menginterupsi. "Naruto, ada bocah bertato yang memaksa untuk menemuimu."
Seketika bayangan Kawaki terlintas di pikiran Naruto. Ia lantas meminta Shikamaru untuk mempersilahkan anak tersebut masuk.
Langkah kaki yang menginjak karpet kantoe terdengar semakin dekat. Dilihatnya Kawaki memasuki ruang kerja Naruto dengan dagu meninggi.
Naruto merasa aura tidak biasa yang Kawaki pancarkan hari ini.
"Ada apa, Kawaki? Apa kau butuh sesuatu?"Kawaki menjatuhkan dirinya di kursi depan Naruto. "Apa yang Boruto lakukan padamu?" Pertanyaan tanpa basa-basi itu menimbulkan kejutan luar biasa untuk Naruto.
Pikirannya yang sedang kacau sangat tidak ingin untuk mendengar apapun tentang Boruto sekarang. Tetapi berkas yang Kawaki lemparkan di atas meja mengurunkan niat Naruto untuk mengusirnya saat ini.
"Aku tahu rahasia perusahaanmu sekarang termasuk seluruh kunci yang menjaga data perusahaan. Aku juga sudah meretas laptop di hadapanmu itu dan mampu membuatmu bangkrut saat ini juga."
Detak jantung Naruto semakin cepat, ia kembali teringat dengan kejadian tadi pagi bersama anaknya. Kenapa peristiwa ini seperti de javu? Rasanya ia seperti menghadapi dua iblis dengan kengerian luar biasa dalam satu waktu.
"Aku tak tahu apa yang dia rencanakan. Tapi kau itu milikku. Ceritakan padaku apa yang Boruto lakukan dan akan aku bantu kau melepaskan diri darinya."
Mulut Naruto mengatup rapat, ia sama sekali tidak bisa mempercayai bocah di hadapannya sekarang. Dia datang memberi ancaman, dan sekarang menawarkan bantuan?
"Ck, sepertinya tidak ada pilihan lain." Kawaki mengambil ponsel Naruto yang tergeletak di atas meja yang berserakan dengan berkas.
Sebelum Naruto bangkit ingin melawan, Kawaki memperingatkan. "Tetap duduk manis disitu jika kau tidak ingin diperkosa lagi."
Kakinya melemas mendengar ancaman itu. Rasa sakit pada tubuhnya masih sangat terasa meninggalkan trauma. Pemaksaan hubungan seksual yang anaknya lakukan kemarin memberikan efek negatif pada isi kepala Naruto. Pikirannya akan kosong seketika ketika mengingat kejadian itu.
Dengan kemampuannya dalam meretas ponsel, Kawaki sudah mengatur ponsel Naruto agar dapat merekam suara yang terjadi di sekitar.
Ditemukannya sebuah rekaman berkualitas buruk antara Boruto dan Naruto. Dari situ dia mengetahui apa yang telah Boruto perbuat. Tangannya menggengam ponsel itu kuat, menimbulkan retakan parah pada layar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game of Obsession [End]
Romans[KawaNaruBoru] "Kenapa kau sangat terobsesi dengan ayahku?" Senyum miring tergores di wajah bertato IX itu, "Kau mengatakannya seperti kau tidak saja." ⚠Warning!⚠ Incest, Gay, toxic, obsession, manipulating, stalker, drug, bdsm, harsh word