⚠ BDSM stuff ⚠
.
Amado melonggarkan ikatan dasinya perlahan. Kegiatan di rumah sakit hari ini sangat membuatnya lelah. Terlalu banyak hal yang harus diurusi. Belum lagi ia beberapa kali gagal melakukan eksperimen dengan organ manusia yang tak murah harganya.
"Sayang, aku pulang." Knop pintu dibuka perlahan. Tak terdengar sahutan balik dari istrinya.
Amado memicingkan mataya heran. Meskipun mungkin saja sang istri sedang keluar bersama temannya, akan tetapi atmosfer rumah ini terasa mencekam sekali.
Kakinya melangkah pelan sembari menekan tombol lampu. Entah hal apa yang ia takutkan, tetapi ia merasa tak ingin mengeluarkan sedikit pun suara langkah kaki dari sepatu pantofelnya.
"Yo, Dokter Amado."
Suara remaja lelaki yang sedang duduk santai di sofa depan televisi mengejutkan Amado. Boruto--orang yang selalu Kawaki bicarakan sebagai musuh terberatnya, tersenyum manis padanya.
"Kenapa wajahmu terkejut seperti itu? Tenanglah, aku hanya tamu yang ingin bertanya beberapa hal padamu."
Boruto menepuk bagian sofa di sebelahnya yang kosong, menyuruh Amado untuk duduk disana. Dengan kaki gemetar, Amado melangkah pelan. Aura yang Boruto keluarkan mengingatkannya dengan pertama kali ia bertemu dengan Kawaki.
Setelah Amado duduk perlahan, Boruto langsung mengeluarkan percakapan. "Kau benar-benar dokter yang hebat." Boruto menepuk tangannya keras. "Bayangkan, bisa menghidupkan orang mati. Wow, can't relate."
Amado meneguk ludahnya kasar. Tak mampu untuk sekedar berterimakasih atas pujian yang Boruto ucapkan.
"Tapi bukan itu saja yang kukagumi darimu." Tubuhnya ia condongkan menghadap Amado. "Kau juga mampu memalsukan kematian ayahku."
Perkataan Boruto membuat bulu kuduk Amado menaik. Suaranya terdengar begitu mengancam. "Sayang sekali kau justru bekerja sama dengan si bangsat itu."
Dengan mengumpulkan keberanian, Amado mencoba menggerakkan lidahnya. "Apa maumu?"
Boruto tertawa keras. "Mauku? Memang kau pikir kau dapat mengabulkannya? Setelah semua kekacauan yang kau dan Kawaki lakukan?"
Manik biru laut Boruto menatap Amado tajam. Bibirnya sudah tak lagi menyunggingkan senyum. "Baiklah, mari kita pikir hal apa yang membuatmu dapat berguna untukku. Hmm, bagaimana jika dimulai dari memberitahu bagaimana keadaan ayahku?"
Perjanjiannya dengan Kawaki bukan hanya sebatas mengurus Naruto. Akan tetapi juga menjaga rahasianya rapat-rapat. Amado tak bisa begitu saja memberitahukan hal krusial pada Boruto.
Boruto menunggu Amado untuk berbicara yang mana nihil. Amado tak memiliki minat menceritakannya sedikitpun. Boruto tersenyum. "Ah, aku mengerti. Kau pasti lelah setelah seharian bekerja. Bagaimana jika kita menonton televisi bersama? Aku mempunyai tontonan yang mungkin akan menarik untukmu."
Diambilnya remote televisi, lalu menekan tombol berwarna merah. Mata Amado membulat sempurna, menyaksikan sang istri tengah ditahan dan diikat dengan tali tambang di atas kursi. Di samping istrinya terdapat tiga orang lelaki memakai topeng dengan tubuh besar tanpa busana.
"Wah, kita lihat ada apa disini. Hm, wanita itu cantik juga." Boruto tersenyum remeh.
Dengan emosi, Amado menarik kerah jaket Boruto. "Jangan sentuh istriku."
Boruto tersenyum semakin lebar, menikmati ekspresi panik yang lawannya buat. "Bagaimana jika aku bilang untuk jangan sentuh ayahku?"
Amado tak bisa mengelak. Selama ini dengan mudah ia melakukan tindakaj kriminal. Tak peduli para korban yang mungkin juga memiliki keluarga berharga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game of Obsession [End]
Romans[KawaNaruBoru] "Kenapa kau sangat terobsesi dengan ayahku?" Senyum miring tergores di wajah bertato IX itu, "Kau mengatakannya seperti kau tidak saja." ⚠Warning!⚠ Incest, Gay, toxic, obsession, manipulating, stalker, drug, bdsm, harsh word