Pemakaman diadakan dengan tenang pagi itu. Semua orang berduka atas kepergian pria yang dikenal dengan kebaikan hatinya.
Para sahabat Naruto mendatangi pemakaman dengan tangisan. Mereka tidak menyangka dengan cobaan bertubi-tubi yang harus Naruto hadapi.
Mendapat penolakan sedari lahir, kehilangan banyak orang yang dia sayangi, dan kini setelah Naruto merasa memiliki harta berharga, ia pun mati untuk melindungi harga berharganya itu.
Hinata begitu terkejut ketika mendapat panggilan dari anaknya dengan suara terbata-bata akibat shock dan menangis keras.
Dokter Amado menjelaskan bahwa nyawa Naruto sudah tidak dapat tertolong lagi. Peluru yang mengenai tepat di jantungnya, juga kecelakaan yang Naruto alami sebelumnya menimbulkan kerusakan pada otaknya. Hal itu membuat Naruto tidak mampu terselamatkan.
Sampai kini, Hinata masih belum mendapatkan penjelasan apapun dari mulut anak laki-lakinya. Boruto hanya menangis dan menatap makam Naruto dengan mata kosong, terlihat begitu hancur atas kematian Naruto.
Hinata juga tidak mampu untuk melihat jasad suaminya. Ia menangis keras, menyesali apa yang terjadi. Sehingga kegiatan ritual seperti memandikan dan merias jenazah pun Hinata serahkan sepenuhnya pada orang terpercaya.
Bahkan Hinata tidak mengijinkan siapapun untuk melihat wajah Naruto yang terakhir kalinya.
Beberapa pasang kaki mulai meninggalkan pemakaman dengan perasaan sedih. Menyisakan Uzumaki Boruto yang memandang kuburan ayahnya dengan tatapan sendu.
Ia juga tidak mampu melihat jasad ayahnya yang terakhir kali. Seandainya ia tidak bodoh mengikuti permainan yang Kawaki mulai, mungkin saat ini ia masih dapat melihat senyum lebar ayahnya itu.
Namun, ia juga tidak mampu melawan rasa takut dan khawatir atas fakta bahwa Kawaki akan merebut Naruto. Ia merasa tidak memiliki pilahan lain selain ikut menarik tali tambang yang Kawaki tarik di satu sisinya.
Do or die.
Jika Boruto tidak melakukannya, maka ia akan kehilangan Naruto. Dan kehilangan Naruto merupakan pengertian kiamat bagi Boruto sendiri.
Kematian Naruto tidak pernah ada dalam hipotesisnya. Kawaki benar-benar lawan terburuk yang pernah ia hadapi. Baru kali ini ia merasakan kekalahan yang membuatnya begitu tersiksa.
Ia merasa sudah tidak memiliki alasan hidup lagi. Jika ia harus mati saat ini juga ia akan mati. Tetapi mengingat pesan Naruto bahwa ia harus menjaga ibu dan adiknya membuatnya bertahan.
Setidaknya, mereka satu-satunya yang mampu mengingatkannya atas kehadiran Naruto. Untuk itulah dia harus tetap hidup. Karena Boruto yakin, Naruto tetap akan mampu menjaganya dari atas sana.
.
.
.Boruto memaksakan diri untuk tetap menghadiri sekolah. Ia sudah berjanji di hadapan makan ayahnya, bahwa ia akan lulus menjadi siswa terbaik kemudian mewujudkan mimpi ayahnya yang belum tercapai, termasuk mewujudkan mimpi anggota keluarganya.
"Aku turut berduka atas kepergian ayahmu, Boruto." Sarada mengusap pelan bahu kanan Boruto, mengirimkan energi kekuatan disana.
Boruto hanya tersenyum tipis sebagai jawaban.Shino-sensei memasuki kelas dan mengabsen murid-muridnya. Namun ia melewati nama Kawaki dalam sesi pengabsenan.
Sumire—sang ketua kelas mengangkat tangannya. "Sensei, Kau belum mengabsen Kawaki."
"Kawaki memutuskan untuk berhenti sekolah mulai hari ini." Pernyataan tersebut sontak menimbulkan rasa kejut dan penasaran dari murid-murid di kelas. Pasalnya sebelum kejadian duka yang menimpa Boruto, kedua anak itu terlihat sedang berselisih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Game of Obsession [End]
Romance[KawaNaruBoru] "Kenapa kau sangat terobsesi dengan ayahku?" Senyum miring tergores di wajah bertato IX itu, "Kau mengatakannya seperti kau tidak saja." ⚠Warning!⚠ Incest, Gay, toxic, obsession, manipulating, stalker, drug, bdsm, harsh word