Bagian satu :: Nyawa Tak Sepanjang Nama

1.1K 107 20
                                    

Aksa Amora, nama yang tersemat selama 17 tahun terakhir ini sungguh naif. Berarti cinta namun nyatanya si pemilik nama tak pernah merasakannya. Bagaimana bisa, sang Nenek yang menyematkan nama itu sudah tiada dan tak pernah memberinya kasih sayang, meninggalkannya tersiksa seorang diri. Membuatnya tinggal bersama orang tua kandung, tapi diperlakukan seperti anak tiri-- tidak, bagaikan anak anjing. Diberi makan saja dengan setengah hati. Hingga tidak pernah anak itu merasakan yang namanya kehangatan keluarga, baginya itu hanya omong kosong belaka.

Tubuh nya itu kecil dan ringkih, seakan daging dan kulit itu hanya perhiasan saja. Bukan tanpa alasan, ia lebih banyak memakan makian dari pada nasi. Lebih sering meminum gunjingan pahit dari pada segelas air putih. Aksa sukses membuat dirinya bagaikan mayat hidup, yang menunggu ditembak seseorang lalu mati. Hanya itu.

Pagi ini, kaki kecil nya terus menapak menuju sekolah. Padahal hatinya sudah cukup tertutup dengan yang namanya sekolah. Tapi, menerima serangkaian perilaku buruk seperti dibully disana oleh anak anak bodoh terdengar lebih baik dari pada dicaci maki dan dipukul habis habisan di rumah. Jika anak bodoh yang membully nya hanya mampu membuat fisik Aksa sakit, ketimbang di rumah... sudah sering dicaci, sudah sering disiksa, tapi tetap saja rasa sakitnya menjalar ke hati.

"Psst... lihat anak miskin datang."

Aksa mendengar bisikan itu saat tiba di kelas. Memang benar, Aksa bukan dari golongan orang berada. Ibu nya hanya seorang jalang di diskotik kota, lalu Ayah nya hanya seorang pemabuk berat yang selalu diam di rumah. Jadi jangan pernah membayangkan jika Aksa adalah anak yang manis atau keren. Karena nyatanya semua yang melekat pada tubuhnya hanyalah kesederhanaan.

Aksa total mengabaikan mereka semua yang mencemooh nya. Ia lebih memilih menatap kearah jendela, dimana ada seekor kupu-kupu yang terbang bebas mengepak sayapnya  setelah menyesap serbuk sari di taman sekolah. Jika bisa, Aksa sangat ingin bertukar hidup dengan kupu-kupu itu, terdengar bodoh memang. Meski jangka hidupnya akan lebih pendek sekali pun, tapi setidaknya ia bisa terbang bebas. Menyesap manis nya madu dari serbuk serbuk sari bunga, lalu mati tanpa meninggalkan apa pun. Bukannya terjebak di genangan pahit seperti hidupnya saat ini.

"Hey, cepat bayar uang kas."

Aksa menoleh saat ada seseorang yang menggebrak meja nya. Aksa ingat siswi itu, namanya Depita. Satu satu nya orang yang sudi menegur Aksa dengan baik. Dia bendahara kelas yang terkenal dingin dan galak, setiap hari senin dan kamis selalu menagih uang kas seperti saat ini. Aksa hanya menurut saja, ia memberikan uang nya pada Depita. Meski imbasnya ia tak akan bisa membeli makanan di kantin untuk istirahat nanti.

Bel pelajaran berbunyi tepat setelah semua murid sudah membayar uang kas. Semua langsung duduk di bangku masing masing dan bersiap mengikuti pelajaran termasuk Aksa. Lalu datang lah seorang guru bersamaan dengan murid asing yang mengikuti dari belakang. Membuat banyak pasang mata yang melihat penasaran kearah siswa tampan dan gagah itu. Terkecuali Aksa yang kini sedang melirik lagi kearah jendela. Merasa tak peduli dan tak tertarik dengan sesi pertanyaan dan berkenalan dengan anak baru itu.

Pelajaran berlanjut ketika sesi berkenalan itu sudah selesai, meski yang mendominasi pertanyaan seputar murid baru itu adalah murid perempuan. Sekali lagi Aksa tak peduli, meski si anak baru itu duduk dibelakangnya sekalipun. Aksa total mengabaikan.

***

Seperti yang sudah dijelaskan tadi, sewaktu istirahat tiba Aksa sama sekali tak makan apapun. Seluruh uangnya sudah diserahkan kepada bendahara kelas. Kini yang ia lakukan hanya mencoret coret kertas dibelakang sekolah, tepatnya dibawah sebuah pohon rindang.

Aksa menyukai tempat ini, walau semua orang cenderung menyebut angker. Tapi Aksa justru menyukai ketenangan disini, pohon yang menjadi sandarannya ini keakan memberinya waktu untuk bernafas. Jangan lupakan juga dengan angin sepoi dan sejuk yang menerpa wajah pucat Aksa. Membuatnya merasa tenang dan damai, hanyut dengan kegiatan menggambarnya.

ALIVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang