".... Pulang juga kau."
Suara itu dingin sekali menyambut Aksa pulang. Tatapannya juga tak pernah teduh dan lembut, justru tajam dan marah sampai Aksa bisa merasakan perasaan paling tidak nyaman dalam dirinya."Dipikir pikir kau suka sekali pulang larut, habis apa kau hah?!"
Teriakan itu bukanlah sebuah kekhawatiran, Aksa sungguh tahu jika lontaran berikutnya pasti sebuah kalimat sarkas yang menusuk melukainya.
"Oh ya, pasti habis mengikuti jejak Ibu sialan mu itu kan?"
Prang!
Sebuah gelas melayang hampir saja mengenai wajah Aksa jika saja anak itu tidak menunduk. Aksa tidak langsung berlari menuju kamarnya, justru ia duduk termenung seraya memperhatikan langkah kaki Ayahnya yang semakin mendekat.
"Coba lihat bagaimana pelacur kecil sepertimu berulah."
"T-tidak! Aku bukan pelacur! Aku tidak seperti Ibu!"
Mati matian Aksa berteriak, menyanggah segala macam ucapan hina yang dilontarkan Ayahnya sendiri. Aksa sungguh muak dan juga benci sekali dengan keadaan seperti saat ini.
"Hahahah justru semakin hari kau semakin mirip dengannya tahu. Sekarang bahkan berani ya kau menggonggong seperti itu, benar benar perlu ku beri pelajaran."
Kepalanya sakit saat merasakan tamparan keras berkali kali. Lalu tak cukup sampai disitu, rahangnya dicengkeram kasar dan sudut bibirnya ditekan sampai dibuat menyeringai secara paksa.
"Ayo cobalah tersenyum dan goda aku seperti yang kau lakukan dulu, hahahah."
Aksa menepis tangan Ayah nya dengan kencang dan terbatuk saat tiba tiba dadanya terasa sangat sesak, air mata nya juga luruh tanpa perintah dengan tubuh yang tak bisa berhenti bergetar.
Mengenang kejadian pahit lagi yang mampu membuat kepalanya sangat sakit, Aksa menggeleng berusaha menepis segala macam pikiran dan trauma itu. Mengabaikan Ayahnya yang semakin mendekat mengikis jarak dan semakin lancang membuka kancing seragamnya.
"... ayah tidak pernah menyesal kan? Mengotori anak sendiri dan membuat Ibu benci padaku. Ayah tidak pernah merasakan itu kan? Ayah... aku sangat benci padamu." Setelah mengucapkan itu, Aksa mendorong tubuh Ayahnya lalu berlari menuju kamar. Buru buru tangan yang masih bergetar itu menutup pintu dan menguncinya dari dalam.
Aksa terdiam lalu ambruk dan meronta ronta. Sakit! Sakit sekali saat rentetan kenangan itu menusuk nusuk isi kepalanya. Dia yang waktu itu tak mengerti apa apa hanya diam dan mengikuti segala macam perintah pria busuk itu, masuk kedalam jeratannya dan menjadi kambing hitam hingga Ibunya sendiri membencinya.
"Aku tak salah! Aku tak pernah bersalah!" Begitulah rintihan Aksa yang memenuhi ruang kamarnya. Ia menangis lagi dan lagi sampai larut malam, kemudian bangkit kearah tembok dan membenturkan kepalanya sendiri saking kesalnya.
"Kenapa muncul! Kenapa muncul lagi!" Sungguh semua ingatan itu yang berusaha ia kubur selalu saja mendobrak naik dan teringat jelas seperti sebuah film saja.
8 tahun yang lalu, awal dari semuanya. Ketika Aksa hanyalah anak kecil yang suka sekali bermain mobil mainan sambil memakan permen dan makanan manis. Saat neneknya masih hidup memberinya segala kehangatan, saat udara masih terasa menyegarkan... Aksa hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa apa.
"Kemarilah, Ayah punya sesuatu yang bagus."
Aksa dengan patuhnya berlari kearah Ayahnya waktu itu, menurut dipakaikan gaun murahan yang biasanya dipakai anak anak perempuan, diam saja dan malah terkikik geli saat Ayahnya memoleskan lipstik pada bibir mungilnya, dan tersenyum manis saat Ayahnya menyuruh Aksa duduk diatas pangkuan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALIVE
Teen Fiction[TAMAT] Sudah pernah dihancurkan, lalu dibanting oleh rasa kepercayaan yang terkhianati. Aksa sukses tidak lagi percaya dengan bualan manis dan akal bulus semua orang. Masa lalu yang kelam dengan sang Ibu, lalu hubungan racun bersama sang Ayah mampu...