Bagian empat :: Sebuah Ketidaknyamanan

392 72 7
                                    

"Hah, Bara... sudah Ayah bilang jangan ikut campur urusan orang lain."

Keputusan guru bk untuk menghukum perbuatan Bara adalah skors selama 5 hari. Hukuman itu biasanya akan masuk ke catatan kedisiplinan siswa, hanya saja untuk Bara diberikan keringanan karena awal pertengkaran ada pada Zelo yang membuat masalah kepada Aksa.

Tapi meski begitu, Bara tetap diberi omelan panjang oleh Ayahnya.

"Ayah, tubuhku bergerak sendiri. Aku tak bisa biarkan ada siswa dirundung begitu. Bahkan... sepertinya anak itu juga korban kekerasan rumah tangga."

Keduanya terdiam karena melihat kondisi anak remaja seperti itu sebenarnya sudah bukan perkara aneh bagi mereka.

"Ayah sudah diberi peringatan, kita benar benar tidak bisa bertindak gegabah lagi Bara."

"Aku tahu, tapi rasanya melihat orang lain dalam kesulitan dan keadaan yang tidak adil... rasanya menyedihkan Ayah. Bukan kah sudah jadi tugas Ayah untuk mengadili orang yang berbuat seenaknya?"

"Hah.. jangan salah paham Bara, Ayah hanya seorang Jaksa Penyidik. Lalu jika ucapan mu itu benar, jika akar masalah nya ada di dalam keluarga... itu sudah menjadi masalah pribadi dan Ayah tidak bisa sembarangan." Ayah Bara menjelaskan dengan perlahan. Bahkan teh yang dia minum pun tiba tiba rasanya menjadi sangat pahit.

"Akan sulit jika bukan anak itu sendiri yang melaporkan secara langsung."

Pembicaraan disudahi sampai situ, keduanya memutuskan untuk fokus kepada pekerjaan masing masing. Karena satu hal yang hinggap pada pikiran kedua nya setelah ini sungguh sangat sangat pahit. Sesak sekali untuk di kenang.

"Tenang Ayah, aku tak akan biarkan Aksa mengalami hal yang sama seperti dia." Bara berucap pelan dan berusaha untuk melewati malam yang panjang dengan merenung.




***

Plak!

"Untuk yang ini aku berusaha untuk menutup mata. Dasar anak bodoh, bisa bisa nya berbuat menjijikan dengan nama mu itu. Sekali lagi ku dengar hal seperti ini, tamat riwayat mu. Paham?"

Seorang pria dewasa berpakaian cukup rapih itu menatap nyalang kearah Zelo. Tangannya nampak mengerikan, kokoh dan kuat. Suara tamparan tadi bahkan terdengar sangat pilu sampai di telapak tangan pria itu membekas sedikit nya darah. Itu, darah Zelo.

"Iya, paham... Ayah."
Zelo menjawab patuh, hanya saja kepatuhan itu bertahan sebentar sekali sampai orang yang ia panggil Ayah itu pergi meninggalkannya. Menciptakan ruang hening mencekam tak enak karena sedari tadi Zelo terus terusan menahan amarah yang membuncah.

Brak! Prang!

"Aaarggh! Sialan. Dasar anak sial, si pengacau segalanya. Awas saja kau."
Tangannya mengepal, bahkan darah yang mengalir akibat terlalu memaksakan memukul cermin sampai pecah pun ia abaikan. Sorot mata tajam itu menukik bagai memperburuk kondisi cermin yang semakin hancur. Dalam kepala Zelo, cermin itu bagai perumpamaan seorang Aksa yang membuatnya kesal sekali. Ia pukul berkali kali hingga remuk dan hampir membuat buku buku jari nya hancur.

"Hah.. hahaha, lihat saja dasar anak jalang!"
Zelo merencanakan sesuatu. Dia menyeringai disepanjang detik detik perencanaan mencelakakan Aksa.





Subuh datang, Zelo yang sudah bangun pun segera merapihkan kamar nya yang sudah seperti kapal pecah itu. Dia pergi membersihkan diri lalu memakai pakaian secara asal asalan. Selama 3 hari di skors sama sekali tak menimbulkan jera pada Zelo, bahkan ketika ia diberi pelajaran tambahan dari Ayahnya pun. Justru dia jadi semakin berdebar untuk pergi ke sekolah dan bertemu mainannya.

ALIVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang