Bagian dua :: Tetap Melangkah Meski Hampir Patah

482 82 5
                                    

Telinganya berdengung. Aksa terbatuk lalu bangun membuka mata. Yang pertama kali manik hitam legam nya lihat adalah lampu ruang UKS yang redup tapi juga tak cukup untuk disebut gelap. Ia menoleh kearah jendela, langit sudah mulai menampakkan warna jingga, membuat Aksa tersadar jika ia sudah cukup lama tak sadarkan diri.

"Lo udah bangun?"

Suara dalam itu menyahut mengalihkan pandangan Aksa. Disana, dari balik tirai muncul lah Bara yang sedang menatap khawatir. Membuat Aksa diam dan sedikit terganggu, lagi lagi dengan tatapan itu. Sedikit banyak nya membuat Aksa tak nyaman.

"Lo harus ke rumah sakit, penjaga UKS bilang ada yang salah dengan tubuh lo--"

"Gak usah."

Dia bangun dan meringis sakit saat bekas pukulan Zelo mulai terasa berdenyut. Ditambah lagi pusing yang teramat sangat sampai rasanya kepala Aksa mau pecah.

Ia bangun memaksakan diri, mengambil tas miliknya yang sudah berada dibawah dekat dengan ranjang UKS. Aksa tak memperdulikan Bara, ia masih ingat bahwa sepulang sekolah masih memiliki tujuan. Aksa perlu mencari pekerjaan, setidaknya ia harus punya uang untuk ikut ke karya wisata menyebalkan itu.

"Jangan maksain diri, mau gue anter pulang?"

Aksa menggeleng lalu tersenyum paksa. Ia tepuk bahu Bara dan mengucapkan terima kasih seadanya. Ia ingin segera pergi dari area sekolah. Ia sudah muak sebenarnya.

Kaki itu melangkah pelan semakin jauh dari sekolah. Ia telusuri jalanan yang pagi hari ia lewati, masih ada browser itu. Tertempel bersama beberapa kertas lain dan timbul menghalangi coretan vandalisme di tembok itu. Aksa sobek browser nya dan ia lihat dengan seksama alamat yang tertera disana.

Ia sama sekali tak menghiraukan beberapa pikiran yang pastinya hinggap ketika dalam keadaan seperti ini. Alamat itu memutar dan melewati gang kecil dan berliku. Orang kebanyakan pasti akan berpikir bahwa bisa saja browser itu hanya tipuan. Tapi Aksa tak punya waktu untuk berfikir begitu karena ia benar benar butuh uang. Ia harus memastikannya sendiri.

Aksa tiba, ternyata benar jika alamat dari browser itu menuju ke sebuah restoran kecil yang sangat berkilau di mata Aksa. Ia jadi ragu untuk masuk, pasalnya keadaan Aksa terlampau kotor. Baju yang lusuh ditambah noda darah pada bagian dada seragamnya sungguh mengerikan sekali, Aksa tak punya waktu membersihkan itu.

"Loh, kenapa cuma diam saja disana? Ayo masuk dan coba menu baru di restoran kami."

Hingga seseorang menepuk kedua bahu Aksa dan menggiring nya masuk ke restoran itu. Aksa berhenti dan mengejutkan orang yang tadi mendorongnya.

"Kamu pemilik restoran ini?" Ia bertanya langsung dan membuat orang itu tertawa seketika.

"Hahaha berani sekali kamu. Yah, bisa dibilang begitu."

Aksa segera menyodorkan browser itu ke hadapan pria jangkung tersebut. Lalu mulai berbicara.

"Aku butuh pekerjaan, apa lowongan nya masih berlaku?"

"Hm..." Pria itu berucap dan memperhatikan Aksa dari atas sampai bawah sambil menopang dagu. Kemudian ia melirik sekeliling dimana restoran sudah mulai berdatangan pelanggan.

"Tak enak bicara disini, ikut aku."
Aksa kembali ditarik, kini keduanya menuju sebuah ruangan dibelakang area restoran. Aksa hanya bisa diam dan memperhatikan sekitar, karena jujur saja penampilan restoran ini sungguh unik dan juga rapih. Mampu menarik perhatian Aksa sampai segitunya.

"Kak! Aku bawa orang unik nih."

"Haish astaga Michael! Bisa tidak sebelum masuk ruangan orang itu mengetuk pintu dulu! Dasar anak tak tahu sopan santun--eh?"

ALIVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang