Bagian 6

13.1K 231 6
                                    

DESAH MERESAHKAN DI BILIK SEBELAH

Jangan lupa vote dan komen yaaa


Aku beranjak dari kasur, menjauh dari suamiku, rautnya terlihat kecewa. Tapi aku sama sekali belum bisa bila harus menyempurnakan pernikahan ini sekarang, apalagi setelah tahu tentang sosok demit berwajah teduh itu. Kami berada dalam hening, kemudian tak lama setelahnya Rasya keluar dari kamar ini dan aku segera beranjak untuk tidur, berharap malam ini cepat berlalu meski ritual di bilik sebelah sepertinya masih berlangsung, lama sekali seperti durasi sinetron.

Aku terbangun ketika mendengar suara alarm berbunyi, rasa matanya berat sekali dan ingin kembali menarik selimut karena tak kuat dingin. Dengan malas aku beranjak dan menyeret langkah menuju dapur, ku dapati Rasya sedang terlelap di sofa, ia berkeriut kedinginan, selimutnya jatuh di lantai, aku mendekat dan mengangsurkannya dan kembali ke dapur.


Ruangan ini nampak bersih, perasaan semalam masih ada piring kotor, di kamar mandi pun tak ada lagi cucian kotor semua sudah bersih di dalam ember, aku tinggal menjemurnya saja. Rasya pasti mengerjakan semuanya, aku pun menyalakan kompor untuk membuat air panas dan sarapan, kemudian keluar membawa seember cucian untuk dijemur. Ternyata di luar sana sudah ramai dengan tetangga lain, ada Nina, Sri dan Yuni.


"Bu Bos baru keluar nih!" ucap Sri. Lagi ... pagi ini rambutnya nampak basah.


"Iya! Semalam gak bisa tidur!"


"Kenapa Bu Bos?" tanya Yuni.


"Biasalah! Mendengar suara aneh-aneh lagi. Aku sampai merinding."


"Harus terbiasa Bu Bos, biasalah kalau rumah sempet-dempetan gini, kita geser meja dikit aja kedengeran seantero jagad raya!" lanjut Nina.


"Apalagi kalau ada yang dinas malam!" Yuni terkekeh.


"Tuh si Sri yang sering!" tunjuk Nina.


"Habis di sini dingin, sih!" jawabnya sambil mengibas rambut yang basah.


Aku tak melanjutkan obrolan dan sibuk menjemur pakaian, setelah berada di tempat ini kehidupan memang berubah sangat berbeda, biasa dimanjakan oleh pintarnya teknologi, sekarang serba manual dan terlatih mandiri.


Tak berapa lama sebuah sepeda motor lewat dan disapa oleh ibu-ibu yang ada di sini, ku pandangi siapa dia dan semakin terlihat bila dia si demit penunggu gedung.


"Mau kemana Teh Tari?" sapa si Nina. Motor itu pun terhenti.


"Mau ke pasar Teh Nina!" jawabnya. Aku langsung membuang muka dan hendak masuk ke dalam rumah tapi Rasya sudah ada di teras rumah.


"Kamu siap-siap ya!" 


"Mau kemana gitu? Kamu kan mau kerja!"


"Kita ke undangan dulu!"


Aku mengangguk dan masuk ke dalam, satu persatu ku pilih pakaian dan merasa tidak ada yang cocok, baju-baju yang dibawa memang sangat sedikit.


"Gak ada bajunya!" gumamku.


"Itu baju banyak!" 


"Gak ada yang cocok!" Aku mengerucutkan bibir.


"Pakai yang cokelat saja!"


"Ah gak mau! Kaya ibu-ibu."


"Kan memang ibu-ibu ...." jawabnya polos.


Aku mendelik tajam. "Mentang-mentang usiaku di atas kamu! Kamu bilang aku ibu-ibu?" Tega banget sih!"


"Aku belum selesai ngomong, maksudnya ibu untuk anak-anakku gitu!"


Hoek!


Seketika aku enek mendengar gombalan dari berondong yang kalau bercanda kaya bapak-bapak tahun tujuh puluhan ini.


Aku pun berlalu sambil membawa satu pakaian.


"Mau kemana?"


"Ganti baju! Di kamar mandi!"


"Di sini saja, lumayan pagi-pagi dapat pemandangan!" Rasya tersenyum menyebalkan.


Aku melotot dan menimpuknya dengan bantal kecil, dia sudah berani. 

DESAH DARI BILIK SEBELAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang