DESAH MERESAHKAN DI BILIK SEBELAH
POV RASYA
Aku memilih untuk keluar kamar setelah penolakan itu, entah kenapa malam ini rasanya panas, setelah meminum jamu dari ibu mertuaku ada gejolak yang tidak bisa ditahan. Sayang tak bisa disampaikan, sehingga aku harus menyibukkan diri agar gejolak ini tidak semakin menyiksa.
Memilih menikah dengan Sisy adalah sebuah keputusan atas pemikiran yang cukup melelahkan. Bila bukan karena balas Budi, tentu tidak akan semuanya terjadi, tiga tahun bersama Tari adalah proses yang tidak mudah, terlalu banyak kenangan manis yang sudah dilewati. Lalu, saat ikrar janji suci diucapkan, maka dengan terpaksa seluruhnya dihapus dan Sisy adalah prioritas.
Selesai mengerjakan pekerjaan rumah, aku kembali ke kamar, mengecup kening Sisy yang sudah terlelap dan memilih tidur di luar karena takut tak bisa menahan diri bila berdekatan dengannya.
Besok ada undangan salah satu anak buah di pabrik, kebetulan juga hari libur, tak mungkin bila tidak datang.
*****
.
.
"Di sini saja, lumayan pagi-pagi dapat pemandangan!" Aku menggodanya. Meski usianya di atasku, wajahnya nampak imut, kami terlihat seumuran.
Dia mendelik dan melayangkan bantal kecil, kemudian pergi meninggalkan kamar. Aku hanya tertawa dan kembali memilih pakaian. Tak berapa lama, terdengar pintu kembali dibuka, Sisy sudah berada di sini.
"Sepertinya aku ganti baju di sini saja!"
Seketika aku menjadi panik sendiri, apa wanita ini sedang mengerjaiku sekarang. "Sudah di kamar mandi saja!"
"Kenapa? Ini juga kamarku!"
Wajahnya terlihat menyebalkan, ada misi terpendam di sana.
Aku menghela napas panjang, bagaimanapun aku ini masih laki-laki normal, bagaimana bisa disuguhkan dengan pemandangan indah di hadapan mata dan masih bisa baik-baik saja, sementara setelah itu dicampakkan.
Ku lihat Sisy membuka satu kancing bajunya, aku semakin panik dan akhirnya memilih mendekat. "Kalau aku memaksa jangan harap kamu bisa nolak!"
Dalam sedetik wanita blak-blakkan itu berlari keluar dari kamar, sampai di ujung pintu, ia meledek dan menjulurkan lidahnya.
Lalu kemudian kami pun pergi dengan mobil kantor, jalanan yang dilalui cukup sulit, beberapa kondisi jalan bahkan hanya tanah liat dan sulit diakses bila tidak berpengalaman.
"Untung aku gak pakai baju heboh!" ucap Sisy.
"Iya, kondangan di sini ya begini, gak bisa mewah-mewah!"
Dia mengangguk sambil memperhatikan jalanan.
"Kamu betah di sini?"
"Tentu tidak! Tapi kalau pulang sekarang habislah aku oleh Papa!"
Aku tertawa. "Papa baik, gak mungkin ngabisin anaknya!"
"Baiknya sama kamu doang, ke aku enggak!"
"Sama Papa sendiri gak boleh gitu!"
"Aku bicara kenyataan!"
Waktu menunjukkan pukul sebelas siang, Akhirnya tiba di tempat resepsi. Sudah ramai di sana, ada Tari juga bersama karyawan lain. Dia memberikan senyum dan kami tidak saling menyapa.
"Makan dulu lapar!" bisik Sisy.
"Tadi kan udah sarapan," jawabku.
"Laper lagi," jawabnya manja.
"Ya sudah ayo!"
Kami mendekat pada meja prasmanan, yang ternyata sudah ada Tari tepat mengantri di hadapanku.
"Wah ... kalian datang berdua. Awet banget! Kapan menyusul!"
Aku langsung berbalik arah, ternyata dia si Arman, rekan kerja yang sekarang sudah resign, sudah lama kami tidak bertemu dan berkomunikasi.
"Hey Arman! Apa kabar?" sapaku. Tari juga mendekat turut menyapa, kami pun berbincang bersama, aku melihat ke arah Sisy, dia terlihat sibuk menyinduk makanan, belum sempat aku memanggilnya untuk dikenalkan, Sisy sudah duduk di sebuah kursi.
Aku hendak mengakhiri obrolan ini dan mendekat pada istriku, tapi tangan ini kembali ditarik untuk melakukan sesi foto dengan rekan yang lain.
"Deketan sama Tari dong, kalian kan pasangan paling cocok sedunia!" ucap Arman menarik tangan Tari dan kini kami berdampingan tanpa jarak, ku lihat Sisy menyantap makanannya tanpa sedikitpun melihat ke arahku.
Setelah beberapa kali berfoto dan menyalami pengantin, aku pun turun dari pelaminan dan tidak mendapati Sisy ada di tempat semula. Aku pun mencari ke berbagai sudut dan ia tidak terlihat
Jangan lupa vote dan komen yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
DESAH DARI BILIK SEBELAH
RomanceKehidupan di sebuah bedeng yang berdampingan, membuat Ibu bos yang masih belum tersentuh terganggu dengan suara malam di bilik sebelah