Keduanya terlihat menatapku, bahkan Rasya seketika menghentikan aktivitas makannya. Aku masih mematung di sini, kembali meyakinkan diri bila aku sudah cantik paripurna, bahkan orang bilang kecantikanku tidak nyata, seperti seorang titisan Dewi.
Ku lihat Rasya beranjak menatapku dengan lain. Hey ... kau tak usah panik santai saja!
Aku pun mendekat, mereka benar-benar berdua ternyata, lalu ku edarkan pandangan, menatap sekeliling tempat kerja suamiku.
"Sepertinya tempat ini harus diruqiyah!" ucapku seraya menyimpan bekal makanan di meja.
"Kenapa memangnya?" tanya Rasya.
"Aku merasakan hawa demit di sini!" jawabku sambil melihat ke arah wanita itu. Tatapannya sama sekali tak terlihat bersahabat.
"Kenalkan dia Tari, salah satu karyawan di sini juga!" ucap Rasya menyadari bila suasana mulai memanas.
"Sisy!" Aku mengulurkan tangan, ia membalas uluran tanganku tanpa sama sekali menjawab. Sombong sekali, sebenarnya siapa sih dia? Apa jangan-jangan mantan kekasih Rasya.
"Kang, saya pamit dulu!" ucap Tari pada Rasya.
Suamiku hanya mengangguk, Kemudian wanita itu berlalu.
"Aku membawakan kamu bekal makanan! Ku kira belum makan, tadi nge-wa gak kekirim, di sana gak ada signal!"
"Makasih, ya!" jawab Rasya membuka makanan yang aku berikan dan mulai menyantapnya.
"Aku boleh ikut hotspot? Kartu punyaku masih gak bisa buat internet!"
"Aktifin aja, itu hapenya!" Rasya menunjuk ponsel yang ada di sampingnya. Lalu aku mengambil ponsel itu, ini adalah untuk pertama kalinya aku memegang ponsel suamiku sendiri.
"Di password!" ucapku.
"260198" jawabnya masih menyantap makanan yang ku buat.
Aku langsung mengetikkan nomor itu, kemudian terdiam tersadar sesuatu. "Itu bukan tanggal lahirmu!"
"Memang bukan!" jawabnya nampak santai.
"Lalu? Kamu tidak punya adik!" Aku menelisik tajam, setajam pisau dapur.
Dia seketika terdiam dan menatapku dongo. "Bukan siapa-siapa itu asal!"
"Kamu tahu aku tidak mudah percaya pada orang. Jujur saja, aku tidak apa-apa."
Belum sempat dia menjawab, ponselnya bergetar, terlihat pesan di atas layar, aku bisa membacanya tanpa membuka.
Tari
Kang, maaf terkadang aku lupa kalau kita sudah selesai. Hapus ya semua tentang aku, termasuk pass hape kamu. Takutnya istri kamu salah paham, apalagi sepertinya sisy dominan dan galak, aku kasihan sama kamu!
Tuhan seperti sedang menjawab pertanyaanku dengan kilat, ada yang nyelekit dalam hati, tapi bukan karena stigma Tari yang menganggapnya galak. Tapi mendapati kenyataan bila ternyata suamiku bucin terhadap wanita lain.
"Password WiFinya TariRasya, lucu ya!"
"Eh ... i ... itu udah lama. Aku lupa ngegantinya!"
"Gak usah diganti gak apa-apa kok! Kamu tidak perlu memaksa menghapus seseorang! Aku yang seharusnya lebih paham, semakin dekat kita dengan seseorang, maka akan semakin kecewa," jawabku sambil meletakkan ponsel itu dan kami diam sampai waktu makan suamiku selesai. Dan aku beranjak lalu pamit pulang tanpa mendengarkan jawabannya.
"Aku antar pulang!" ucap Rasya.
"Tidak usah! Aku sama Mang Adang!"
"Kalau marah kamu tidak bisa kabur, Sy! Banyak uka-uka!"
Aku tak merespon, oh tuhan kenapa dia seperti Roy kimoci yang suka memprediksi, tahu saja kalau pulang ke rumah nanti aku mau beresin koper. Beresin doang! Gak lucu kalau kabur
Haii boleh vote dan komennya dong, biar author semangat ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
DESAH DARI BILIK SEBELAH
RomanceKehidupan di sebuah bedeng yang berdampingan, membuat Ibu bos yang masih belum tersentuh terganggu dengan suara malam di bilik sebelah