Bagian 8

10.7K 275 11
                                    

Minta subnya yaa🥰


Satu persatu tempat di ruangan ini ku hampiri, tapi Sisy tidak ditemukan. Hati mulai resah, hari ini pasti membuatnya sangat tidak nyaman. Sampai akhirnya Sisy ditemukan sedang duduk dengan mangkuk kecil bakso dan menatap pemandangan hamparan kebun teh di depannya.


"Kamu di sini? Aku kira kemana?"


"Kemana memangnya? Pulang?" Dia menatapku.


Aku mengangguk, lalu duduk di sampingnya, dia sedikit bergeser karena jarak kami begitu dekat. 


"Kalau ada gojek aku sudah pulang dari tadi."


"Maaf ya! Kamu pasti gak nyaman."


Ku lihat Sisy meletakkan mangkuk baksonya, lalu mengambil minuman kemasan dan menyeruputnya, ia tak banyak bicara.


"Kamu marah ya?"


Dia menggelengkan kepala pelan.


"Saat memutuskan untuk pindah ke sini, yang aku bayangkan adalah susahnya hidup tanpa mall, internet yang sulit, dan semua akan membuatku bosan juga kesepian. Tapi ternyata bukan itu, di sini aku benar-benar sendirian dan tidak punya teman, bahkan kamu juga tidak menganggapku!"


"Jangan berpikir kaya gitu! Kamu tadi sedang makan dan tidak ingin mengganggu saja. Setelah selesai makan baru aku kenalin!"


"Aku gak minta dikenalin!"


Dia sedikit menunduk, aku tahu pasti tidak baik-baik saja. Kemudian angin berembus begitu dingin, perlahan menyibakkan rambut milik Sisy. Ku bawa tangan ini untuk merangkulnya, seketika dia membeku dan mencoba melepaskan rangkulanku.


"Jangan marah! Aku minta maaf!" Mata bening miliknya tak berani menatapku ketika kami saling memandang. Lalu ku raih dagunya, ku biarkan dia menatapku.


"Aku minta maaf, dimaafin gak?" tanyaku lembut. Kami saling memandang sekarang.


Dia masih berusaha membuang muka. 


"Lihat aku! Aku sedang minta maaf!" ucapku lagi.


"Iya ... iya ...."


Lalu ku pegang tangannya, dingin. Angin masih berembus sepoi-sepoi dan mengayunkan helai-helai rambutnya, aku memutuskan untuk menyibakkan rambut-rambut itu, lalu tanpa aku menyadari ada sesuatu yang menggerakkan diri ini untuk mendekat seperti magnet.


Ku kecup bibirnya, dan waktu seolah berhenti. Dia membisu, degup jantungnya terdengar kencang, kemudian aku menarik diri dan menatap wajahnya. Suasana di belakang rumah ini cukup sepi, meski di depan sana hingar bingar pesta cukup meriah.

Kemudian Sisy beranjak. "Kita pulang sekarang saja!"


Aku mengangguk, sambil menggandeng tangannya, kami masuk ke dalam gedung ini, bersalaman dengan pengantin dan kemudian pulang.


Sepanjang perjalanan kami yang membeku, tidak ada satu pun yang memulai percakapan. Sisy selalu membuang muka dan memilih menatap ke arah jendela.


****


.


.


Sesampainya di rumah, kami tidak saling bicara, cenderung menjadi canggung. Sisy nampak terasa menjauh ketika aku dekati.


"Kamu kenapa sih?"


Dia hanya menggelengkan kepala, kemudian pergi berlalu meninggalkan aku begitu saja.


"Memangnya itu ciuman pertamamu?" 


Dia menghentikan langkah dan berbalik arah, lalu menatapku. 


"Ya! Dan kamu ambil dengan diam-diam. Kenapa gak permisi dulu?"


"Maaf, tadi terjadi begitu saja!"


Dia mendelik. "Kamu sama sekali tidak terlihat canggung! Apa sering melakukannya?"


Seketika aku diam, tidak bisa menjawab.


Tatapan Sisy seolah sedang menelisik.  "Kamu sering melakukannya?"


Aku masih enggan menjawab dan memilih menyudahi pembahasan ini. Lalu kemudian, tanpa terprediksi sebelumnya, hujan turun rintik-rintik. Aku membuka sedikit pintu dan suasana seketika terasa berbeda.


Double up gak nih? 😁

DESAH DARI BILIK SEBELAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang