04. Obsesi Ami

1.8K 123 4
                                    

" Kamu hanya obsesi kamu tidak benar-benar menginginkannya, kamu hanya iri melihat orang lain "
- Aina -

Happy Reading

***

Aina terbangun saat mendengar suara azan subuh berkumandang, dengan cepat ia bangkit dan mulai membersihkan dirinya bersiap untuk sholat.

Pikiran Aina masih tertuju kepada kata kata Ami. Ia bingung harus bagaimana, sejujurnya ia tidak menyukai ayah Ami bahkan ia tidak ingin menikah dengan pria yang sudah memiliki anak. Hati Aina saat ini jatuh pada Alvi. Pria manis dan Sholeh yang selalu membantunya.

Tapi bagaimana dengan Ami? Ia harus bersikap bagaimana? Ia tidak ingin mengecewakan Ami tapi ia ingin dimengerti bahwa ia sangat tidak setuju dengan usulan Ami.

Bagaimanapun ia harus mengentikan obsesi Ami.

***

Selesai sholat Aina membersikan tempat tidurnya dan bersiap untuk sekolah. Setelah selesai Aina langsung menuju dapur untuk membantu Bunda menyiapkan sarapan. Tapi sepertinya kali ini tidak, karena sarapan telah tersedia di meja Bunda juga sudah duduk di sana menunggunya dan Ayah untuk bergabung

" Selamat pagi Bunda " sapa Aina dan langsung duduk tepat didepan Bunda

" Pagi juga cantik " jawab Bunda sembari tersenyum melihat anak gadisnya

" Tumben udah selesai Bun? Bunda ga sholat? " Tanya Aina

" Bunda lagi ga sholat Ai makanya bangun langsung buat sarapan " jawab Bunda yang dibalas anggukan oleh Aina

Keadaan kembali hening sembari menunggu Ayah, Aina membuka handphone nya untuk melihat pesan Ami. Karena biasanya gadis itu selalu menghubunginya di pagi hari sebelum sekolah. Tapi hari ini tidak ada satupun pesan dari Ami. Apa Ami marah padanya?

Aina menghela nafas cukup kuat membuat Bunda melihatnya bingung

" Kenapa Ai? " Tanya Bunda yang membuat Aina tersadar

" Ah tidak ada apa-apa Bun " jawab Aina.

Bunda hanya mengangguk membuat Aina bernafas lega. Tidak lama dari itu Ayah datang dan mereka makan dengan tenang.

Setelah selesai makan Aina dan Ayah pamit untuk pergi kerja dan sekolah. Aina selalu pergi sekolah dengan ayahnya walaupun berbeda arah ayah akan selalu menyempatkan diri untuk mengantarkan gadis kecilnya itu.

Disaat seperti inilah waktunya father and daughter time walaupun hanya sebentar. Aina selalu bercerita tentang sekolahnya dan ayah yang selalu mendengarkannya dengan baik.

Sampai disekolah Aina langsung menyalim ayahnya dan berlalu memasuki sekolah. Mobil ayah masih terparkir disitu untuk melihat gadisnya sampai menghilang dari pandangannya lalu akhirnya ia mulai menjalankan mobilnya dan pergi.

Aina berlalu memasuki sekolah untuk mencari keberadaan Ami. Ia harus menjelaskan sesuatu kepada Ami. Ia tidak ingin persahabatan nya dengan Ami berantakan hanya karena obsesi Ami.

Aina terus mencari sampai langkahnya berhenti di ruang musik. Ia mencoba membuat pintunya sepelan mungkin dan mulai mengintip melihat sekeliling ruangan itu. Aina menemukan Ami sedang duduk sudut ruangan yang minim cahaya tersebut.

Untuk apa Ami disana? Ami membenci ruang musik dan ruang seni tapi kedua ruangan itu adalah tempat favorit Aina.

" Ami " panggil Aina memasuki ruangan itu.

Ami hanya diam tidak bergeming sama sekali

" Ami maafin aku Ami " kata Aina semakin mendekati Ami yang masih tetap pada posisinya

" Aku tidak tidak bisa memenuhi keinginan kamu Ami. Tolong mengertilah sedikit Ami " kata Aina duduk disamping Ami

" Maafin aku Ami untuk kali ini aku menentang keinginan kamu. Kamu sendiri juga tau apa yang aku mau Ami "

" Tolong hentikan obsesimu " Kata- kata Aina membuat Ami memandang Aina dengan marah. Ia bangkit berdiri didepan Aina dengan tangan yang menunjuk kearah Aina

" Kau dengar Aina. Aku tidak obsesi, aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh yang didalamnya ada seorang ayah dan ibu. Kau tidak akan mengerti karena kau tidak pernah merasakannya. Kau bisa mengatakan seperti itu tapi kau tidak bisa merasakan nya bukan? " Kata Aina dengan wajah memerah marah

" Jaga ucapanmu Ami. Apa yang kamu bilang itulah yang dikatakan obsesi Ami. Kamu terobsesi memiliki sebuah keluarga " jawab Aina mencoba berbicara sebaik mungkin agar Ami memahaminya

" Ingin memiliki sebuah keluarga yang utuh bukan obsesi Aina. Itu semua adalah harapan dari seorang anak seperti aku " kata Ami

" Aku tau itu hanya sebuah harapan, tapi cara kamu untuk memilikinya yang salah Ami. Kamu terobsesi menjadikan aku sebagai ibu sambungmu " kata Aina yang sudah mulai terpancing emosi

" Kau tidak akan pernah mengerti Aina " kata Ami lirih

" Jangan egois Ami jangan hanya ingin dimengerti, coba untuk mengerti keinginan aku juga Ami. Dengarkan aku Ami kamu hanya obsesi kamu tidak benar-benar menginginkannya, kamu hanya iri melihat orang lain " Kata Aina kembali lembut agar Ami tidak kembali terpancing emosi tapi sepertinya tidak Ami kembali memandang Aina dengan nyalang

" Iri? Kau lucu Aina kau mengatakan kata-kata itu dengan sangat lembut tapi terlalu menusuk untukku. Jangan dekati aku dulu Aina, sebaiknya kita berjalan dijalan masing-masing tanpa ada yang mencampuri " Kata terakhir Ami sebelum ia langsung berlari keluar meninggalkan Aina yang masih bergeming ditempatnya

Apa ia salah lagi? Jadi bagaimana ia harus mengatakannya kepada Ami. Ia juga sudah berusaha menggunakan kata-kata yang tidak melukai Ami namun semuanya semakin berantakan pikir Aina. Aina menghela nafas berat dan duduk termenung didalam ruangan musik seperti Ami tadi.






***

Thanks untuk yang masih baca
Vote dan comment kalian sangat membantu aku untuk nulis book ini

Seey you...

-Na-

Me And My BunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang