Rahasia Koh Hendra (Part 02)

18.9K 349 9
                                    

Tepat di saat William baru saja beranjak pergi, telepon di meja koh Hendra berdering, rupanya itu telepon dari sekretaris pak Rusli, ada yang ingin ia sampaikan dan bicarakan dengan koh Hendra.
Sebelum masuk kedalam ruangan pak Rusli, koh Hendra mengetuk dahulu, namun tidak ada jawaban, sedangkan sekretaris pak Rusli yang bernama Reza, duduk di ujung lorong dekat pintu, masih sibuk bertelepon.

Selang beberapa detik, koh Hendra kembali mengetuk, namun tiba-tiba ia di kagetkan dengan lengan yang meraih gagang pintu dari belakang, rupanya itu pak Rusli. Dengan posisi badan menempel, Dapat koh Hendra rasakan denjolan hangat milik pak Rusli, secara tak sengaja denjolan itu sedikit menggesek bokongnya koh Hendra yang gempal. Tapi pak Rusli tidak sadar akan posisi kontolnya, yang sedang menempel pada bokong bulat koh Hendra.

"Saya habis dari kamar mandi."
Ucap pak Rusli sambil tersenyum memamerkan giginya yang kekuningan, khas perokok berat. Namun bukan aroma mulut pak Rusli yang dapat di cium oleh koh Hendra, tapi malah aroma minyak rambut pak Rusli yang ia dapati, sebab tinggi badan koh Hendra yang menjulang lebih tinggi dari pak Rusli. Walau tidak membalas senyuman, koh Hendra tetap mengangguk datar dan sopan kepada atasannya, kemudian mempersilahkan pak Rusli masuk duluan kedalam ruangannya.

Sebetulnya koh Hendra sedikit salting berada begitu dekat dengan pak Rusli, apalagi tadi denjolan kontol atasannya itu sempat menggesek bokongnya. Wajah koh Hendra terasa panas, namun ia tetap menjaga sikap, demi menutupi rahasia terbesarnya.

"Makin hari makin putih, makin kinclong saja kamu ya, sudah sini silahkan duduk." Canda pak Rusli layaknya om-om cabul yang sok lucu, namun seperti biasa, tidak ada reaksi dari koh Hendra yang kaku itu.

Koh Hendra masih saja berdiri, melamun menatap bagian bawah tubuh pak Rusli, seolah-olah ia lapar akan apa yang ia lihat.
"Hen? Koh Hendra? Duduk dulu kamu, biar enak kita bicara." Pak Rusli yang masih berdiri, kekeh agar koh Hendra duduk di depan mejanya, ia yang selama ini sudah cemburu dengan koh Hendra yang populer, merasa sedikit kesal, merasa di acuhkan.

Seruan dari pak Rusli, membuat koh Hendra kembali tersadar.
"Baik, pak Rusli."
Jawab koh Hendra merasa sedikit malu, setelah koh Hendra duduk, pak Rusli pun ikut duduk juga, di saat hendak duduk pak Rusli tersadar bahwa resleting celananya masih terbuka, memamerkan sebagian jembut dan batang kontolnya yang berwarna coklat gelap (pak Rusli kebetulan tidak mengenakan celana dalam, soalnya tadi pagi isterinya lupa mengambil loundry.) Jangan-jangan yang dilihat si koh Hendra dari tadi adalah kontolnya ini? Pikir pak Rusli curiga, penasaran dengan gelagat koh Hendra.

"Sebelum ke topik, mari kita ngobrol dulu. Selama ini bapak sebetulnya penasaran dengan kokoh Hendra ini, misterius sekali." Pak Rusli kembali tersenyum, sedangkan wajah koh Hendra kembali serius dan datar seperti biasa, alis tegasnya yang tebal dan lebat sedikit mengkerut.

"Hari senin ini usiamu bakal menginjak umur 39 benar? Jadi mengapa selama ini kamu belum nikah-nikah? Ga kepikiran?"

Sebetulnya koh Hendra sudah sangat bosan dengan pertanyaan ini, semua orang selalu menanyakan hal yang sama, bahkan sebetulnya pak Rusli sudah pernah menanyakan hal ini, namun kali ini terasa berbeda, tercium aroma kepo yang luar biasa dari nada bicara pak Rusli.

"Saya fokus kerja dahulu, demi pengobatan untuk papa, mama saya yang sudah tua, kedua adik laki-laki saya juga masih pelajar, masih banyak yang perlu saya tanggung pak, jadi belum siap buat nikah." Tentu saja koh Hendra sudah terbiasa menjawab, jawabannya sudah ia susun dengan rapi dan tepat, agar lawan bicara bungkam. Namun jawaban itu hanya alasan belaka, alasan sebenarnya adalah rahasia terdalam koh Hendra, yang sepertinya sedang di korek oleh pak Rusli.

Sebelum menjawab, pak Rusli sengaja kembali berdiri dengan kondisi resleting celana yang masih terbuka.
"Begitu ya, benar-benar saya mengerti posisimu, menjadi tulang punggung keluarga besar, memang perlu tanggung jawab yang besar."
Kali ini pak Rusli berdiri tepat di samping koh Hendra, ia menghadap ke arahnya, memposisikan kontolnya agar berada tepat di samping wajah koh Hendra, yang sedang duduk.

Target di KantorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang