Rasanya, stres mulai kembali menyerang pikiran Sandra. Setelah berdiri cukup lama di depan cermin, memandangi bayangannya sendiri dengan pakaian yang beberapa minggu ini tak ia kenakan lagi, Sandra putuskan untuk pergi.
Sebuah tempat dengan pencahayaan yang minim, dilengkapi suara musik yang berdetam kencang menjadi tujuan Sandra.
"Wih, kemana aja lo?" Sapa salah satu penjaga di sana. Dulu, Sandra memang menjadi pengunjung setia, hingga dikenal oleh penjaga club sekalian.
"Sibuk." Singkat Sandra.
Kaki jenjang yang dibalut dengan heels berwarna merah terang itu kembali melangkah, berniat memasuki club. Hingga sebuah tangan memegang bagian belakang kerah bajunya dan menariknya dari sana.
Sandra mengernyitkan dahinya bingung. Dari mana orang menyebalkan ini bisa ada di depannya sekarang.
"Ngapain kamu ke tempat seperti itu lagi, Sandra?"
"Bukan urusan lo." Sandra menjawab dengan ketus.
"Sandra..."
"Apa?! Lo cuma dosen yang diminta bokap gue untuk ngajarin gue materi yang tertinggal secara privat. Bukan untuk ngatur-ngatur hidup gue."
Sandra menarik nafasnya.
"Lo udah ngelangkah lewatin batas teritorial lo." Lirih Sandra.
"Saya antarkan kamu pulang." Putus Akbar.
Akbar menghentikan langkahnya saat dirasa tak ada langkah lain yang mengikutinya. Benar saja, Sandra masih berdiam di tempatnya.
"Ayo Sandra!" Desak Akbar.
Entah kenapa, Sandra lebih penurut malam ini.
"Gue kira orang se-alim lo gak akan ada di tempat kayak tadi." Sandra membuka percakapan setelah setengah perjalanan yang mereka tempuh hanya berisi keheningan.
"Saya tidak sengaja lewat." Akbar melirik wajah Sandra sekilas sebelum kembali berfokus pada jalanan di depannya.
Sandra memicingkan matanya.
"Malem-malem gini, seorang dosen terhormat keluyuran?" Sandra menaikkan sebelah alisnya.
"Saya sedang ada urusan. Kenapa ingin tau sekali? Kamu peduli pada saya?"
Pertanyaan dari Akbar membuat Sandra gelagapan. Bukan itu maksudnya!
"E-eh, itu.. Gue cuma mastiin kalo lo gak mata-matain gue. Apalagi sampe masang GPS biar lo tau dimanapun posisi gue berada."
Akbar tertawa geli.
Sandra mulai menyadari tingkah konyolnya. Lagipula untuk apa Akbar mengintainya? Aih, untuk apa juga Sandra mengucapkan hal itu pada Akbar, seolah Sandra berharap Akbar memata-matainya dan memperhatikannya. Cih.
"Saya hanya tak sengaja melihat kamu yang turun dari taksi."
"Hm" Sandra berdehem pelan sebagai respon.
¤¤¤
"Loh, Sandra? Kamu habis dari mana? Mamah kira kamu di kamar. Kenapa keluar gak bilang-bilang?"
Sesampainya di rumah, Sandra langsung ditodong oleh pertanyaan beruntun dari Linda.
"Cuma nyari angin doang, Mah."
"Yang ada kamu nanti masuk angin, apalagi kamu pakai baju seperti itu."
Sandra mengatupkan bibirnya.
"Ini sudah larut malam. Saya izin pulang, Tante. Sandra juga sudah saya antarkan dengan selamat."
"Aduh, maaf. Saya gak sadar ada kamu." Linda terkekeh. Dia baru menyadari sosok Akbar yang berdiri di samping Sandra. Wajar, tubuh Akbar tertutup oleh pintu sebelah kiri yang masih tertutup, Sedangkan Sandra berdiri tepat di depan pintu sebelah kanan yang terbuka, hingga Linda hanya melihat keberadaan Sandra.
Sandra masuk ke dalam rumah meninggalkan Linda dan Akbar. Tak berselang lama, Akbar berpamitan pulang.
"Kalo begitu, saya permisi. Assalamu'alaikum."
Setelah memastikan mobil Akbar keluar dan menjauh dari pekarangan rumahnya, Linda kembali menutup pintu.
"Kamu kok bisa bareng sama dosenmu itu, Sandra?" Tanya Linda.
"Gak sengaja ketemu di jalan."
Sandra celingukan ke arah ruang tengah. Biasanya ada Tama yang selalu duduk di sana.
"Papah mana?" Sandra putuskan untuk bertanya.
"Papah masih ada urusan pekerjaan."
"Yaudah Sandra ke kamar dulu." Pamitnya.
Linda tersenyum melihat punggung Sandra. Linda bersyukur berkat kehadiran Akbar, Sandra sudah kembali membaik secara perlahan seperti dulu.
Sandra sudah kembali bersikap lebih sopan padanya.
Walau Linda masih belum mengetahui apa yang terjadi pada puteri sambungnya hingga membuat Sandra menjadi berandalan beberapa bulan lalu.
¤¤¤
Sandra menjalani kuliahnya dengan tenang sebagai mahasiswi kupu-kupu. Kuliah-pulang-kuliah-pulang. Menghindari interaksi dengan orang-orang. Bukannya apa, hanya saja Sandra takut jika bertemu dengan orang yang kembali 'menawarkan' club sebagai obat penenang saat dirinya lelah pikiran.
Acara belajar privat bersama Akbar sudah berakhir lebih awal dari perjanjian. Sandra bersyukur, setidaknya ia tidak akan berurusan lagi dengan dosen menyebalkan itu.
Walau jauh di lubuk hatinya, kejadian ini sedikit mengusik hatinya. Sandra bahkan jarang bertemu dengan Akbar di kampus. Hanya beberapa kali dirinya berpapasan dengan Akbar di parkiran, itupun tanpa adanya kalimat sapaan.
Bahkan, Akbar yang dikenal sebagai dosen perfeksionis mulai jarang masuk untuk mengajar. Seringkali dirinya digantikan oleh dosen pengganti.
Sandra merasa ada yang hilang sejak saat itu. Apalagi, ia masih ingin mendengar kisah-kisah lain dari Akbar.
Entah dimulai sejak kapan, Sandra mulai memiliki keinginan untuk memperbaiki sikapnya walau terasa masih berat. Entah untuk sebab apa, Sandra pun tak tau.
¤¤¤
To be Continued...
A/N :
Dikit dulu ya, lagi fokus revisi cerita sebelah. Jangan lupa nanti maret pantau akun saya, ya! Bakalan di publish secara serentak semua part ceritanya.Atau dari sekarang masukin dulu ke perpus cerita saya yang judulnya "Versi Cinta" biar ada notif kalo udah di publish ulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumsalam, Imam!
Romance•Waktu adalah segalanya. Sebab penyesalan tak bisa mengembalikan kisah seperti sedia kala• ¤¤¤ Sandra Melisa. Terlalu terbiasa hidup dengan kemewahan dari sudut kiri maupun kanan. Dengan kekayaan yang ia miliki, Sandra menjalani hidup dengan nyaris...